Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
Hope terus melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Dia menunggu Darrel. Tadi mereka sudah janjian akan ke supermarket bersama, belanja bahan dapur dan keperluan lainnya, alat mandi misalnya, juga sandal dalam rumah dan lain-lain.
Tapi Darrel tidak ada di apartemen. Ia keluar jam sebelas pagi dan belum balik sampai sekarang. Hope mendengar ada yang menelponnya dari kantor dan laki-laki tersebut langsung pergi. Darrel bahkan tidak memberi kabar ke Hope sampai sekarang..
"Kalau aku telpon mas Darrel, bertanya jam berapa dia akan pulang, apakah dia akan marah? Atau aku pergi saja? Supermarketnya juga tidak jauh dari sini." katanya berbicara sendiri.
Hope menimbang-nimbang. Biar bagaimanapun dia harus membeli keperluan dapur dan lain-lain hari ini juga.
Hufftt ...
Wanita itu menghembuskan napas. Ia sudah memegangi ponselnya. Setelah memutuskan, dia memberanikan diri menelpon. Dalam hati ia berdoa jangan sampai dia menelpon di saat yang tidak tepat dan membangkitkan murka suaminya.
Panggilan pun tersambung, tapi tidak langsung di angkat. Kira-kira lebih dari sepuluh detik baru telponnya diangkat.
"Kenapa menelpon? Aku sibuk, katakan dengan cepat."
Ternyata dia memang menelpon di waktu yang salah.
"Ng ... Maaf ganggu mas. Aku pengen nanya, apa aku bisa ke supermarket sendiri?" walau takut-takut, Hope tetap bertanya.
Tak ada jawaban. Laki-laki yang ditelponnya diam beberapa saat.
"Mas?"
"Pergilah, aku belum bisa pulang sekarang. Pakai kartu yang aku berikan padamu. Jangan naik angkutan umum, naik taksi atau pesan taksi online saja. Di luar banyak kejahatan. Aku bilang ini bukan karena khawatir padamu, tapi aku tidak mau terjadi sesuatu padamu yang akan membuat aku repot nantinya."
"Baik mas,"
Sambungan pun terputus. Hope tersenyum pahit. Dia pikir mas Darrel ada rasa khawatir walau hanya sedikit saja, ternyata ending kalimatnya cukup nyelekit. Hope mencoba tersenyum.
"Lagian memang sudah biasa sikap mas Darrel dingin begitu." ia berbicara sendiri lagi menghibur dirinya sendiri.
______________
Dikantornya, Darrel masih menatap ponsel sambil berpikir. Ia baru ingat dia ada janji pergi bersama dengan isterinya. Tapi sudah lewat beberapa jam. Ada masalah penting yang tiba-tiba terjadi dikantor, membuat fokusnya hanya tertuju pada pekerjaan hingga melupakan apa yang dia bilang tadi pagi. Belanja di supermarket bersama isterinya.
"Kenapa, siapa yang menelpon-mu tadi?" Keno mendekati Darrel. Penasaran melihat raut wajah sahabat sekaligus atasannya yang berbeda dari biasanya.
"Isteriku. Bagaimana, datanya bisa dipulihkan?"
Darrel melewati Keno dan berjalan ke beberapa orang yang sedang bertaut di depan komputer dengan serius. Ada yang mencoba mencuri data perusahaan, semua komputer kantor terserang virus. Kemungkinan besar itu adalah ulah musuh perusahaan. Sekarang sedang coba dipulihkan oleh tenaga profesional.
"Kami bisa menghilangkan virusnya, namun datanya kemungkinan akan rusak." jawab seorang pria.
"Tidak bisa dipulihkan lagi?"
"Akan kami usahakan."
Sialan. Darrel kesal. Ia paling benci dengan orang-orang yang suka bermain kotor di belakangnya. Lihat saja, dia pasti akan menemukan siapa dalangnya.
®®®
Hope menikmati kegiatannya berbelanja. Ia mendorong troly seraya pandangan matanya melihat-lihat apa saja yang ingin dia beli. Lalu meletakan semua bahan makan yang dia ambil ke dalam troly.
Setelah merasa bahan makan yang dia beli cukup untuk seminggu, Hope menghentikan kegiatannya dan berjalan ke kasir untuk membayar.
"Mau bayar pakai apa nona?" tanya kasir di depannya ramah. Mungkin karena dia masih muda jadi kasir itu memanggilnya nona. Padahal dirinya sudah bersuami. Tidak bisa dibilang nona lagi, kan dia sudah tidak perawan.
"Ini," Hope mengeluarkan sebuah black card ke depan sang kasir. Bukan hanya sih kasir yang terperangah, tapi beberapa orang yang mengantri di belakangnya juga.
Penampilan Hope sangat biasa. Hanya mengenakan kaos kebesaran dan celana jeans, gaya andalannya. Lengkap dengan sandal jepit juga rambut yang di cepol asal-asalan. Wajahnya, tak dipoles sedikitpun. Dia memang cukup cantik, tapi gayanya yang sama sekali tidak istimewa, membuat orang-orang tidak meliriknya.
Nanti setelah dia mengeluarkan black card barulah banyak mata dekat situ terheran-heran.
"Gayanya seperti itu, tapi ternyata anak orang kaya. Lihat kartunya."
"Sekarang memang lagi tren anak muda kaya yang bergaya seperti masyarakat biasa."
Bisikan-bisikan tersebut sampai ke telinga Hope. Ia merasa cukup canggung. Harusnya tadi dia bayar pakai uang tunai saja supaya tidak menyita perhatian. Tapi dia tidak ada uang tunai, belum sempat menariknya dari ATM.
"Ini nona kartunya. Transaksi belanja anda sudah berhasil." kasir tersebut mengembalikan black card tersebut ke Hope. Hope mengambil benda tersebut lalu cepat-cepat keluar dari dalam situ.
"Awww!"
Ia tidak sengaja menabrak seseorang di depan supermarket. Tas belanjaannya terlempar, dan barang-barang yang dia beli berhamburan. Hope sendiri jatuh ke lantai.
Orang yang dia tabrak sangat kuat. Ketika dia mendongak ke atas, tatapannya bertemu dengan seorang laki-laki bermata biru. Sangat tampan, matanya sangat indah. Hidungnya mancung, berkulit putih, dan tubuhnya tinggi seperti laki-laki bule kebanyakan namun wajahnya tidak seratus persen bule. Masih ada asia-asianya. Mungkin salah satu dari orangtuanya yang bule.
Untuk sesaat Hope terpana dengan ketampanan pria itu. Suaminya memang tak kalah tampan, tapi wajah yang seperti di depannya ini entah kenapa seperti sangat menarik di matanya.
"Kau menabrakku nona," ketika laki-laki itu berbicara, suaranya sangat berat. Namun nada bicaranya tajam dan tatapannya begitu menusuk. Laki-laki tersebut tak ada tanda-tanda akan membantu Hope berdiri, jadi wanita itu berdiri sendiri.
Tatapan pria itu beralih ke bagian lain di tubuh Hope. Seperti menelanjanginya.
"A ... Apa yang kau lihat?" Tangan Hope terangkat menutupi bagian dadanya. Padahal dia pakai kaos kebesaran, memangnya bentuknya bisa keliatan?
"Huh! Kau sangat jelek, pakaianmu juga." laki-laki itu meledek. Sikapnya sangat angkuh.
Hope melotot. Tersinggung dengan perkataannya. Sangat jelek? Helow, dia mungkin tidak cantik, tapi tidak bisa dibilang jelek juga.
"Anda tidak berhak mengatai saya seperti itu, tuan arogan!"
Percuma punya wajah tampan selangit, kalau tidak menghargai orang lain.
Pria itu hanya tersenyum miring lalu melangkah melewatinya. Ia berhenti sebentar di dekatnya. Hope langsung menyadari perbedaan tinggi mereka yang jauh ketika lelaki itu berdiri di depannya. Sama seperti Darrel, tingginya hanya sebatas bahu pria itu.
"Bye, pendek." laki-laki itu mengatainya lagi.
Hope mengepal kedua tangannya kuat-kuat. Laki-laki tadi sudah pergi masuk ke dalam supermarket.
"Pria brengsek. Dia saja yang terlalu tinggi! Semoga aku tidak bertemu dengannya lagi." ucap Hope terus mengumpat sambil memasukan barang-barang belanjaannya yang berhamburan di lantai ke dalam tas. Untuk minyak yang dia beli botolnya tidak pecah.
"Ah, sial sekali aku hari ini." keluhnya kemudian.