Reintara Narendra Pratama adalah CEO muda yang dikenal dingin dan penuh wibawa. Di usia 25 tahun, ia sudah membangun reputasi sebagai pria yang tajam dalam mengambil keputusan, namun sulit didekati secara emosional. Hidupnya yang teratur mulai berantakan ketika ia bertemu dengan Apria—seorang perempuan penuh obsesi yang percaya bahwa mereka ditakdirkan bersama.
Awalnya, Reintara mengira pertemuan mereka hanyalah kebetulan. Namun, semakin hari, Ria, sapaan akrab Apria, menunjukkan sisi posesif yang mengerikan. Mulai dari mengikuti setiap langkahnya, hingga menyusup ke dalam ruang-ruang pribadinya, Ria tidak mengenal batas dalam memperjuangkan apa yang ia anggap sebagai "cinta sejati."
Reintara, yang awalnya mencoba mengabaikan Ria, akhirnya menyadari bahwa sikap lembut tidak cukup untuk menghentikan obsesi perempuan itu. Dalam usaha untuk melindungi dirinya, ia justru memicu konflik yang lebih besar. Bagi Ria, cinta adalah perjuangan, dan ia tidak akan menyerah begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 'yura^, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perang terbuka & ratu yang tak tergulingkan
Reintara mengangguk. “Itu sebabnya kita harus bertindak sekarang. Kita harus selangkah lebih maju darinya.”
Rencana Rahasia Ria
Sementara itu, di dalam penjara, Ria duduk di selnya dengan wajah penuh kemenangan. Ia telah menerima kabar bahwa sabotase yang direncanakannya akan segera dilaksanakan.
Seorang napi lain mendekatinya. “Kamu yakin ini akan berhasil?”
Ria tersenyum dingin. “Reintara selalu berpikir dia lebih pintar dariku. Tapi kali ini, aku yang akan menang. Dia akan kehilangan segalanya.”
Namun, ia tidak menyadari bahwa rencananya sudah mulai tercium oleh Reintara.
Pertemuan Rahasia di Malam Hari
Malam itu, Reintara bertemu dengan salah satu informannya, seorang mantan anggota kelompok bawah tanah yang sekarang bekerja untuknya.
“Tuan Reintara, saya punya informasi penting. Mereka merencanakan ledakan di salah satu gudang utama Anda,” ungkap informan itu.
“Gudang mana?” tanya Reintara serius.
“Gudang C, di kawasan industri. Mereka akan melakukannya dalam waktu dua hari,” jawab informan itu.
Reintara mengangguk. “Terima kasih. Kau telah membantu menyelamatkan banyak nyawa.”
Hari Penentuan
Pada hari yang telah direncanakan, Reintara mempersiapkan tim keamanan untuk menangkap pelaku sabotase. Ia juga bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memastikan semuanya berjalan lancar.
Saat malam tiba, beberapa pria mencurigakan memasuki area gudang dengan membawa bahan peledak. Mereka tidak menyadari bahwa setiap gerakan mereka sedang diawasi.
Begitu mereka mulai memasang bahan peledak, tim keamanan langsung bergerak. Dalam waktu singkat, semua pelaku berhasil dilumpuhkan dan ditangkap.
Ketika salah satu dari mereka diinterogasi, ia mengaku, “Kami hanya mengikuti perintah. Semua ini direncanakan oleh Ria.”
Kemarahan yang Membara
Setelah mendengar pengakuan itu, Reintara merasa kemarahannya memuncak. Ria tidak hanya menyerang perusahaannya, tetapi juga hampir membahayakan banyak nyawa.
Ia kembali ke apartemennya malam itu, memikirkan langkah selanjutnya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ia harus mengakhiri semua ini, sekali untuk selamanya.
Ria, yang selalu bermain dengan api, tidak menyadari bahwa ia kini telah menghadapi musuh yang siap menghancurkannya.
Ratu yang Tak Tergulingkan
Ria di Balik Tirai
Ria duduk di dalam selnya dengan tenang, meskipun dunia luar penuh dengan kabar tentang kegagalan rencana sabotase di gudang Reintara. Senyumnya tidak memudar, malah semakin tajam. Ia memegang surat yang baru saja sampai, diselundupkan oleh seseorang dari luar.
“Dia benar-benar berpikir bisa menghancurkanku,” gumamnya sambil membaca laporan intelijen yang masih panas. Surat itu berisi informasi tentang langkah-langkah terbaru Reintara untuk melawannya, termasuk rencana memutuskan semua aset dan koneksinya.
Ria mencibir. “Rein, kau tidak mengerti. Aku sudah terlalu jauh untuk dihentikan. Kau akan jadi milikku, apa pun yang terjadi.”
Dengan penuh percaya diri, ia membakar surat itu di bawah cahaya redup. Api kecil itu memantulkan kilauan licik di matanya.
Langkah Balasan yang Mengejutkan
Di sisi lain, Reintara terus melancarkan serangan baliknya. Ia menggunakan semua pengaruhnya untuk melumpuhkan setiap koneksi yang dimiliki Ria. Ia berpikir, dengan Ria di balik jeruji, ia akan memiliki keunggulan. Namun, seperti bayangan, Ria selalu selangkah lebih maju.
“Bagaimana mungkin dia masih bisa bertahan?” tanya Reintara dengan nada frustrasi kepada Maya di ruang rapat. “Aku sudah memutus semua sumber dayanya, tapi dia tetap beroperasi seolah tidak terjadi apa-apa.”
Maya menggeleng, raut wajahnya juga kebingungan. “Tuan, saya tidak tahu bagaimana dia melakukannya. Tapi setiap kali kita menyerang, dia selalu memiliki cadangan. Seperti sudah menyiapkan semuanya jauh sebelum kita bergerak.”
“Dia seperti monster,” gumam Reintara, suaranya lebih kepada dirinya sendiri.
“Tuan, mungkin sudah waktunya untuk melibatkan pihak internasional,” saran Maya.
Namun, Reintara menggeleng. “Ini bukan hanya tentang perusahaan lagi. Ini tentang aku dan dia. Aku harus mengakhirinya sendiri.”
Manuver Ria
Sementara itu, Ria menggunakan kecerdikannya untuk membalikkan keadaan. Ia memanfaatkan koneksi baru yang didapat dari dalam penjara. Salah satu napi dengan pengaruh besar, Donny, setuju untuk menjadi sekutunya.
“Jadi, apa maumu, Ria?” tanya Donny suatu malam.
“Yang kuinginkan sederhana,” jawab Ria sambil memutar cincin kecil di jarinya. “Aku ingin Reintara menjadi milikku, dengan cara apa pun.”
Donny terkekeh. “Kau sungguh perempuan gila. Tapi aku suka itu. Aku akan membantu.”
Ria tersenyum lebar. “Kau tidak akan menyesal, Donny. Ketika aku keluar dari sini, kau juga akan mendapatkan keuntungan besar.”
Bersama Donny dan jaringannya, Ria mulai menyusun rencana baru, kali ini lebih ambisius. Ia memanfaatkan setiap celah hukum dan pengaruh untuk kembali menciptakan tekanan pada Reintara.
Perang Psikologis
Tidak lama kemudian, Reintara mulai menerima serangkaian ancaman anonim. Setiap ancaman sangat personal, menyentuh sisi tergelap dalam hidupnya.
Salah satunya adalah foto keluarganya, diambil dari sudut pandang yang sangat dekat, menunjukkan bahwa mereka diawasi.
Maya bergegas masuk ke ruangannya dengan wajah panik. “Tuan, ini bukan ancaman biasa. Ini lebih dari sekadar permainan bisnis.”
Reintara mengambil foto itu dengan tangan bergetar. Namun, wajahnya tetap dingin. “Dia tidak akan berani menyentuh keluargaku.”
Namun, di dalam hatinya, ia tahu Ria mampu melakukan apa saja.
Pertemuan yang Tak Terduga
Suatu malam, Reintara memutuskan untuk mengunjungi penjara tempat Ria ditahan. Ia ingin memastikan bahwa perempuan itu benar-benar tidak memiliki akses untuk menyerang lebih jauh.
Ketika ia tiba, ia melihat Ria di ruang kunjungan, mengenakan seragam tahanan. Tapi bukannya terlihat lemah, Ria tampak seperti ratu yang mengendalikan segalanya.
“Rein,” sapa Ria dengan senyum lebar. “Akhirnya kau datang.”
Reintara duduk dengan tenang, menatapnya dengan mata dingin. “Apa yang sebenarnya kau inginkan, Ria? Kenapa kau terus menghancurkan semuanya?”
Ria menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya penuh obsesi. “Aku sudah memberitahumu, Rein. Aku hanya ingin satu hal. Kamu.”
“Dan kau pikir dengan semua ini aku akan menyerah dan datang kepadamu?” tanyanya dengan nada penuh sarkasme.
“Kau tidak punya pilihan, Rein,” jawab Ria lembut. “Semakin kau melawan, semakin aku menikmati permainan ini.”
“Aku tidak akan pernah menjadi milikmu, Ria,” balasnya tajam.
Ria hanya tertawa kecil. “Kita lihat saja, Rein. Aku selalu menang pada akhirnya.”
Jaring yang Semakin Mengencang
Setelah pertemuan itu, serangan Ria semakin intens. Ia mulai membocorkan lebih banyak rahasia perusahaan, membuat saham jatuh drastis.
Namun, yang lebih menakutkan, ia juga mulai mendekati orang-orang terdekat Reintara, mencoba memanipulasi mereka. Bahkan Maya mulai merasakan tekanan dari pihak-pihak tak dikenal yang mengaku sebagai sekutu Ria.
“Tuan, jika ini terus berlanjut, kita tidak hanya kehilangan perusahaan, tetapi juga kehidupan kita,” ujar Maya suatu malam.
Reintara menatap keluar jendela kantornya, pikirannya penuh dengan kekacauan. Ia tahu bahwa Ria bukan sekadar lawan biasa. Ia adalah kekuatan yang tak bisa dihancurkan dengan cara konvensional.
Namun, dalam hatinya, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa menyerah. Tidak sekarang. Tidak kepada Ria.