Jeanette Archer, seorang wanita bersuami, menghabiskan satu malam panas bersama seorang pria. Hal itu terjadi di acara ulang tahun adik kesayangannya.
Axton Brave Williams, yang anti pernikahan, menerima tantangan dari para sahabatnya untuk melepas keperjakaannya. Ia melakukan sebuah ONS dengan seorang wanita di sebuah klub.
Jean merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukannya, membuat dirinya menerima perlakuan suaminya yang semakin lama semakin acuh. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa suaminya telah mengkhianatinya jauh sebelum mereka menikah.
Sebuah perceraian terjadi, bahkan kedua orang tuanya mendukung ia berpisah, karena wanita selingkuhan suaminya tengah hamil. Di hari yang sama, ia mengetahui bahwa dirinya tengah hamil akibat malam panas yang ia lewati.
Tak mendapat dukungan dari siapapun, membuatnya lari saat hamil dan kembali menikmati petualangannya di alam bersama anak dalam kandungannya. Hingga takdir membawanya kembali pada pria yang merupakan ayah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WANGI INI?
Jeanette kembali merasa terpuruk ketika mengetahui bahwa dirinya tengah hamil. Hubungan satu malam yang tak pernah terpikirkan olehnya, kini telah menghasilkan sebuah nyawa yang berada dalam perutnya.
"Tenanglah, sayang. Mom tidak akan menggugurkanmu, meskipun kamu ada dari suatu hubungan yang salah. Maafkan Mom karena membuatmu seperti ini. Mom berjanji akan selalu menjaga dan menyayangimu," gumam Jeanette.
Setelah pulang dari klinik, ia berencana untuk pulang kembali ke rumah yang ditempatinya dengan Hansen. Bukan karena ia masih mengharapkan pria itu, ya ... Tidak lagi! Ia hanya ingin memberekan semua barang miliknya dan pergi dari sana.
Mobil yang ia gunakan, terpaksa harus menginap di bengkel sementara waktu untuk perbaikan. Memang tak parah, hanya saja bagian depan sedikit penyok karena menabrak pembatas jalan. Jeanette pulang dengan menggunakan taksi online.
Sebelum memasuki rumah, ia menghela nafasnya pelan. Hatinya gundah, hatinya sakit, dan hatinya kecewa. Semua yang telah coba ia rajut, kenangan selama persahabatan dan masa pernikahan, kini seakan menguap begitu saja dan hanya menyisakan sakit dan kecewa.
Ia mengumpulkan kekuatannya dan melangkah masuk. Hari sudah mulai sore dan ia bisa melihat mobil Hansen yang terparkir di sana. Ia yakin sekali hari ini Hansen tak akan bekerja karena persoalan yang harus diselesaikan.
Menaiki tangga satu demi satu menuju pintu utama, jantung Jeanette semakin berdetak cepat. Ia bisa mendengar suara seorang wanita di dalam dan ia mengenalinya.
"Ah kakakku sudah pulang. Habis dari mana? Apakah kamu bersedih? Ya ampun, kakak terluka?" Jesslyn menghampiri Jeanette.
"Aku tidak apa apa," Jeanette menepis tangan Jesslyn yang ingin menyentuh perban yang ada di pelipisnya.
Tiba tiba Jesslyn tertawa, "Apa kakak mencoba bunuh diri? Ya ampun, aku tak menyangka dirimu begitu mencintai calon suamiku."
Jeanette menghela nafasnya. Ia berusaha menahan emosinya. Bagaimanapun juga, Jesslyn adalah adiknya. Ia tak ingin terjadi pertengkaran yang melukai adiknya itu.
Ia pun memutuskan untuk langsung naik ke kamar tidurnya yang berada di lantai atas. Saat membuka pintu, matanya memicing saat mendapati beberapa koper yang ia tahu adalah milik Jesslyn.
"Apa apaan ini?" gumam Jeanette yang melihat koper koper yang ada di kamar tidur itu.
"Mulai hari ini, Jesslyn akan tinggal di sini dan menempati kamar ini. Jadi aku minta kamu untuk segera pindah ke kamar lain atau ....," belum selesai Hansen menyelesaikan kalimatnya, Jeanette yang meneruskan.
"Aku akan keluar dari rumah ini. Aku hanya kembali untuk membereskan barang barangku. Berikan aku waktu, aku tak akan mengganggu kalian," ucap Jeanette.
Hansen sedikit bingung dengan Jeanette yang tak meluapkan emosinya seperti saat mereka berada di kediaman Keluarga Archer. Saat ini Jeanette terlihat lebih tenang, seperti Jeanette yang biasanya.
"Apa kamu baik baik saja?" tanya Hansen saat melihat perban di sebelah kanan dahi Jeanette.
"Aku tidak apa apa, terima kasih," Jeanette mengambil koper miliknya dan mulai merapikan pakaiannya. Ia tak membawa semua, karena ia meninggalkan beberapa pakaian yang pernah dibelikan oleh Hansen. Ia juga hanya membawa sebagian perhiasan miliknya, yang ia beli dengan uang pribadinya.
"Kamu tidak membawa semuanya?" tanya Hansen yang melihat apa yang dilakukan Jeanette.
Jeanette melihat ke arah Hansen dan tersenyum tipis, "Aku tidak akan membawa apapun yang bukan milikku, apalagi jika pemberian itu terpaksa, bukan dari hati. Aku tak mau barang barang itu nantinya akan membawa hal buruk bagiku."
Hansen sedikit merasa tersindir, tapi ia langsung menepis semua yang ada dalam pikirannya. Melihat Jeanette begitu tenang meskipun sedang menghadapi masalah, membuatnya ingin memeluk wanita itu dan memberinya kekuatan. Ia sering melakukan itu saat mereka berstatus sebagai sahabat.
"Aku pergi. Selamat untukmu. Aku mendoakan yang terbaik. Kuharap kita tak akan pernah bertemu lagi," kata Jeanette singkat, namun seketika menusuk ke dalam hati Hansen. Ada rasa sakit di sana ketika sahabat sekaligus mantan istrinya mengatakan tak ingin bertemu dengannya lagi.
Jeanette mendorong kopernya, kemudian dengan perlahan mengangkatnya saat menuruni tangga. Ia melakukan semuanya dengan perlahan karena saat ini ada yang harus ia jaga.
Melihat Hansen turut keluar dari kamar tidur, membuat Jesslyn mulai berakting sedih dan khawatir, "Kakak mau ke mana?"
Jeanette yang mendengar pertanyaan Jesslyn, hanya menoleh dan menampilkan sebuah senyuman.
"Tentu saja keluar dari rumah ini. Oya, selamat untuk kalian berdua. Kuharap kamu bahagia dengan pilihanmu. Selamat tinggal."
Jeanette melewati pintu utama dan pergi dari rumah yang sudah ia tempati selama satu tahun ini. Ia langsung masuk ke dalam taksi online yang sudah ia pesan dan tak ingin menoleh lagi ke belakang.
Di dalam aplikasi tadi, ia menuliskan tujuan utamanya adalah rumah kedua orang tuanya. Namun tiba tiba ia merasa bahwa ia tak ingin kembali ke sana. Bagaimanapun, ia merasa kecewa pada kedua orang tuanya yang memaksanya bercerai. Memang itu semua untuk kebaikan Jesslyn karena ia sedang hamil, tapi ... Mengapa mereka sama sekali tak memarahi Jesslyn atas apa yang telah adiknya itu lakukan. Mereka malah berkata dengan nada tinggi dan memaksanya bercerai.
"Sir, berhenti di hotel depan itu saja," ucap Jeanette pada akhirnya.
"Baik, Miss."
Jeanette hanya memesan kamar hotel untuk semalam saja. Ia hanya ingin berpikir sendirian, apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
*****
Axton, kembali ke Berlin bersama dengan Zero. Ya, Mark dan Gilbert tak bisa ikut dengannya karena harus menemui klien mereka yang lain. Oleh karena itu, Axton lah yang mewakili mereka bertiga untuk bertemu dengan Mr. George.
Ia sudah berada 2 hari di sana dan rencananya besok ia akan kembali Indonesia. Tujuan utamanya ke Berlin adalah menandatangani kontrak kerja sama mereka dengan Perusahaan Mr. George.
Saat ia menginjakkan kakinya kembali ke kota itu, Axton selalu teringat pada wanita yang bersamanya malam itu. Ingin sekali ia mencari tahu, namun ego nya mengatakan untuk tidak melakukannya. Bukan apa apa, ia tak ingin hal itu menjadi bumerang baginya. Ia tak ingin menikah dan ia rasa mencari wanita itu, malah akan membuatnya masuk ke dalam sebuah pernikahan.
Ketika malam tiba, ia mengajak Zero untuk makan malam di restoran hotel saja. Ia tak ingin keluar. Mereka memesan makanan dan menikmatinya.
Selang beberapa waktu, Axton yang baru menyantap setengah dari makan malamnya, menghirup harum yang ia kenali, bahkan sebenarnya ia merindukannya. Ya, jujur ia merindukan penyatuan kembali dengan wanita itu. Namun ia selalu menahan semua has srat dalam dirinya dengan terus menghabiskan waktu untuk bekerja.
Wangi ini? - Axton terdiam sesaat.
🧡 🧡 🧡
juga asal usul tokoh2nya...
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus berkarya dan sehat selalu 😘😘