Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.
Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.
Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.
Apakah Elara dan Orion mampu m
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Rahasia Eden
Eden yang megah kini berubah menjadi labirin penuh bayangan dan ketegangan. Sirene merah terus berdengung, memberikan isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres di kota ini. Elara dan Orion bergerak cepat, menyelinap di antara lorong-lorong sempit yang diterangi cahaya merah menyala.
"Ke mana kita pergi?" bisik Elara, suaranya hampir tertelan oleh suara alarm.
"Ke pusat kendali," jawab Orion sambil menoleh ke kiri dan kanan. "Jika kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, semua jawabannya pasti ada di sana."
Elara mengangguk meskipun rasa takut terus menggerogoti dirinya. Mereka melewati beberapa penjaga yang tampak tergesa-gesa menuju arah berlawanan, mungkin menuju lokasi “pelanggar keamanan” yang disebut dalam pengumuman tadi.
“Kita harus cepat,” bisik Orion sambil mempercepat langkah.
---
Lorong yang mereka masuki akhirnya berakhir di sebuah ruangan besar dengan pintu baja tebal di ujungnya. Di atas pintu itu, ada tulisan bercahaya yang berbunyi "Pusat Pengendalian Eden".
“Ini dia,” kata Orion sambil mendekati pintu itu.
Namun, sebelum mereka bisa masuk, pintu itu terkunci otomatis. Sebuah layar kecil di sampingnya menyala, menampilkan permintaan otentikasi biometrik. Orion mengumpat pelan.
“Elara, coba cari jalan lain. Aku akan mencoba membukanya,” katanya sambil mengutak-atik panel layar.
Elara mengangguk dan berlari menuju sisi ruangan, mencari celah atau pintu kecil lain yang bisa membawa mereka ke dalam. Di saat yang sama, Orion menggunakan keahliannya untuk mencoba meretas sistem keamanan.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan tegang. Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar mendekat dari lorong di belakang mereka. Orion langsung menoleh, matanya membelalak.
“Cepat, Elara! Mereka datang!”
Elara menemukan pintu kecil di sisi ruangan. Dia berteriak, “Orion, sini!”
Orion segera meninggalkan panel dan berlari menuju Elara. Mereka berdua berhasil masuk ke dalam pintu kecil itu tepat sebelum kelompok penjaga tiba di lokasi.
---
Lorong kecil itu membawa mereka ke sebuah ruangan gelap dengan layar-layar besar yang menampilkan berbagai data dan peta Eden. Di tengah ruangan, ada sebuah terminal utama yang tampak sebagai pusat kendali seluruh kota.
“Ini dia,” bisik Orion sambil mendekati terminal itu.
Elara berdiri berjaga di dekat pintu sementara Orion mulai bekerja dengan cepat. Layar terminal menampilkan berbagai folder dan data yang diklasifikasikan sebagai “RAHASIA.” Dengan sekali klik, Orion membuka salah satu folder yang berjudul “Proyek Keberlangsungan Eden”.
Apa yang mereka lihat membuat darah mereka membeku.
Folder itu berisi video, dokumen, dan rekaman yang mengungkapkan kenyataan kelam tentang Eden. Kota ini bukan hanya tempat perlindungan terakhir, tetapi juga laboratorium eksperimen. Penduduk Eden secara tidak sadar menjadi bagian dari proyek besar yang dirancang untuk menciptakan “manusia sempurna” demi menghadapi dunia yang hancur.
“Ini gila…” gumam Elara sambil membaca salah satu dokumen.
Orion menggeleng pelan. “Bukan hanya gila. Ini kejam. Mereka menggunakan penduduk untuk eksperimen genetik. Mereka yang tidak ‘memenuhi kriteria’ akan…”
Dia tidak melanjutkan kalimatnya, tetapi Elara melihat ke arah salah satu video yang menampilkan apa yang terjadi pada “kandidat gagal.” Mereka dibawa ke fasilitas terpisah di luar Eden, tempat tubuh mereka digunakan sebagai bahan eksperimen tanpa ampun.
“Orion, kita harus menghentikan ini!” seru Elara dengan suara bergetar.
“Tunggu, aku harus mencari lebih banyak bukti. Kita tidak bisa hanya kabur. Kita harus membawa ini keluar,” jawab Orion sambil mengunduh semua data ke dalam tablet mereka.
Namun, sebelum mereka selesai, pintu di belakang mereka terbuka dengan keras.
---
Sekelompok penjaga bersenjata masuk, dipimpin oleh Kolonel Stein. Wajah pria itu tampak gelap dan penuh kemarahan.
“Jadi kalian memutuskan untuk menggali terlalu dalam,” katanya sambil mengangkat senjatanya. “Aku sudah curiga sejak awal.”
Elara berdiri di depan Orion, mencoba melindunginya. “Eden bukan tempat perlindungan! Ini adalah tempat pembantaian!” teriaknya.
Stein tersenyum tipis. “Dan apa yang kalian pikirkan? Bahwa dunia di luar sana lebih baik? Eden adalah satu-satunya harapan umat manusia, meskipun itu berarti harus ada pengorbanan. Kalian hanyalah pion kecil dalam permainan besar ini.”
Orion menyelesaikan unduhan datanya dan berdiri, menatap Stein dengan tajam. “Pengorbanan macam apa? Membunuh manusia lain demi menciptakan versi yang lebih baik? Itu bukan harapan, itu tirani.”
Stein mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada penjaga untuk menangkap mereka. “Aku tidak punya waktu untuk debat moral. Bawa mereka ke fasilitas isolasi.”
Namun, sebelum para penjaga bisa mendekat, Orion menarik granat asap dari sabuknya dan melemparkannya ke tengah ruangan.
“Lari!” teriaknya kepada Elara.
Asap tebal menyelimuti ruangan, menciptakan kekacauan. Orion dan Elara menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri melalui pintu darurat di sisi ruangan. Mereka berlari sekuat tenaga, mencoba menemukan jalan keluar dari kota yang kini terasa seperti jebakan mematikan.
---
Di luar gedung pusat kendali, suasana masih kacau. Sirene terus berbunyi, dan penjaga-penjaga Eden tersebar di seluruh kota, mencari mereka.
“Kita harus keluar dari Eden,” kata Elara sambil berlari.
“Tapi kita butuh akses ke gerbang utama,” jawab Orion. “Dan itu pasti dijaga ketat.”
Elara mengeluarkan tablet yang berisi peta Eden. “Ada jalur darurat di sini,” katanya sambil menunjuk sebuah terowongan yang terhubung langsung ke luar tembok kota.
“Kalau begitu, kita ke sana,” jawab Orion tanpa ragu.
Namun, perjalanan mereka tidak mudah. Di setiap sudut, para penjaga Eden menghalangi jalan mereka. Orion dan Elara harus berulang kali bertarung atau menyelinap untuk tetap bergerak.
Saat mereka akhirnya mencapai pintu masuk terowongan darurat, mereka dikepung oleh sekelompok penjaga lain. Stein muncul lagi, kali ini dengan senyum puas di wajahnya.
“Kalian tidak akan pernah bisa kabur dari Eden,” katanya.
Orion menatap Elara, lalu menggenggam tangannya erat. “Kalau kita mati, kita mati dengan kebenaran.”
Elara mengangguk, matanya penuh tekad. Dengan sisa kekuatan mereka, mereka bersiap menghadapi pertarungan terakhir—sebuah perlombaan melawan maut demi mengungkap rahasia kelam Eden kepada dunia.