Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Merasa Diterima
Pak Hadi menatapnya dengan pandangan penuh pengertian, lalu mengangguk pelan, seolah mengonfirmasi dugaan itu. “Kemungkinan itu memang ada, Tuan. Apalagi jika mempertimbangkan penampilan fisiknya. Kalau memang benar Diandra memiliki kemampuan khusus seperti bela diri, bisa jadi ia berhubungan dengan latar belakang atau pelatihan yang tidak umum, yang bisa saja ia peroleh di luar negeri. Bisa jadi latar belakangnya cukup unik, mungkin sesuatu yang tak bisa kita bayangkan.”
Zion mengangguk perlahan, pikirannya berputar, mencoba merangkai semua kemungkinan ini. “Kalau begitu, lakukan penyelidikan lebih jauh, Pak. Lanjutkan penyelidikan ke luar negeri. Cari tahu apa yang bisa kita temukan. Mungkin ini akan memberi jawaban tentang siapa dia dan bagaimana dia bisa terdampar di sini. Kita harus tahu siapa Diandra sebenarnya.” ujarnya dengan nada mantap.
Pak Hadi mengangguk, menerima perintah itu dengan hormat. “Baik, Tuan Zion. Saya akan segera menghubungi jaringan kita di luar negeri dan melihat apa yang bisa kita temukan. Kita akan mulai dengan negara-negara yang paling dekat dari lokasi pantai di mana wanita itu ditemukan. Jika dia benar-benar datang dari luar negeri, mungkin ada jejak yang bisa kita telusuri," jawab Pak Hadi sambil membungkuk, lalu beranjak keluar meninggalkan Zion yang masih terdiam, larut dalam pikirannya yang penuh dengan misteri wanita itu, Diandra.
Zion menghela napas berat setelah Pak Hadi keluar dari ruangannya. Membicarakan Diandra yang mirip Diana, ia jadi teringat perusahaan keluarga Cahyono. Ia tak menyangka bahwa bisnis keluarga Cahyono akan terjerat dalam praktik ilegal setelah dipegang oleh Brata. Jika tidak segera menarik investasi dari perusahaan Cahyono, keluarganya akan terhubung dengan dunia hitam mafia yang mendukung Brata dari balik layar. Hal ini membuatnya gelisah.
Zion merasa beban tanggung jawab yang lebih besar kini di pundaknya; bukan hanya melindungi keluarganya, tetapi juga menjaga reputasi bisnis dan keluarga yang telah dibangun oleh generasi sebelumnya. Misi untuk membersihkan nama keluarga sekaligus menjaga keselamatan orang-orang terkasih semakin mendesak, dan ia tahu langkah selanjutnya harus diambil dengan hati-hati.
Zion berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Dalam hati, ia mulai meracik kata-kata yang mencerminkan ketidakpastian dan tekadnya.
"Brata, kau memang jenius dalam memutarbalikkan situasi. Namun, aku tidak akan membiarkanmu mengacaukan keluargaku. Selama ini, aku percaya bahwa bisnis keluarga Cahyono dibangun di atas dasar kejujuran dan kerja keras. Tapi nyatanya sekarang tidak lagi. Kenapa kau harus mencemari nama baik yang sudah dibangun dengan susah payah? Dan wanita itu, Diandra… Apa benar dia ada hubungannya dengan semua ini? Jika benar, kenapa dia bisa terjerat dalam kegelapan ini? Apakah dia benar-benar hanya seorang korban, atau ada sesuatu yang lebih dalam yang harus aku ketahui?"
"Aku tidak bisa membiarkan keluargaku terjebak dalam permainan berbahaya ini. Ziel, Elin, Ello, John... mereka semua berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, jauh dari skandal dan kebohongan. Jika aku tidak bertindak cepat dan hati-hati, mungkin aku akan kehilangan mereka. Keluargaku lebih berharga daripada apa pun. Dan siapapun yang mengancam mereka, akan merasakan konsekuensinya.”
Zion menegakkan punggungnya, mengepalkan tangannya mengumpulkan keberanian dan tekad untuk menghadapi apa pun yang akan datang demi orang-orang yang ia sayang.
***
Ello keluar dari kamarnya dan tak sengaja melihat Diandra berdiri di lorong yang dipenuhi foto-foto keluarga Zion dan Elin. Ia menghampiri Diandra yang wajahnya terlihat penuh rasa ingin tahu. "Kau di sini?" tanyanya, membuat Diandra yang sedang mengamati foto-foto itu tersentak.
Diandra menoleh ke arah Ello, matanya berbinar. "Ah, iya. Aku tertarik melihat foto-foto ini. Sepertinya banyak cerita di baliknya."
Ello tersenyum lembut, menatap deretan foto itu dengan penuh nostalgia. "Kau benar. Setiap foto menyimpan kenangan indah yang mengundang tawa dan senyuman."
"Sepertinya kalian sangat bahagia," ucap Diandra sambil tersenyum getir, merasakan ketidakpastian yang mendalam dalam hatinya. Hingga saat ini, ia masih belum bisa mengingat siapa dirinya, apalagi keluarganya.
Ello mengangguk, meski senyumnya sedikit tipis. "Hidup ini seperti roda yang terus berputar. Kita semua pasti melewati masa-masa sedih dan kritis. Setiap orang memiliki masalah dan kesulitan masing-masing yang harus dihadapi, bukan?"
Diandra menghela napas, merasa terhubung dengan kata-kata Ello. "Kamu benar. Kadang aku merasa kehilangan sesuatu yang penting, tapi aku tidak tahu apa itu."
Ello menatap Diandra dengan penuh pengertian. "Mungkin suatu hari nanti, kamu akan menemukan kembali ingatan itu. Yang terpenting adalah, kamu tidak sendirian. Kami ada di sini untuk mendukungmu."
Diandra tersenyum tipis, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Ello. Dukunganmu sangat berarti bagiku."
Ello tersenyum tipis. "Jangan berterima kasih terus. Aku jadi bingung harus merespon apa, kalau kamu terus menerus berterima kasih."
Diandra tersenyum, merasa sedikit malu. "Maaf, aku hanya... merasa sangat diterima di sini. Semua orang begitu baik padaku."
Ello menatapnya lembut. "Itu karena kamu juga membawa energi yang baik. Sejak kamu datang, suasana di rumah ini jadi lebih hangat. Ziel pun terlihat lebih bahagia."
Diandra mengangguk pelan, menyembunyikan rasa harunya. "Aku senang kalau memang begitu. Ziel anak yang luar biasa."
"Iya, dia memang istimewa," jawab Ello, suaranya penuh kasih sayang. "Dan kamu juga istimewa di mata kami semua. Jadi, jangan terlalu sungkan. Anggap saja rumah ini sebagai rumahmu sendiri."
Diandra menatap Ello, bibirnya membentuk senyum lembut. "Aku akan mencoba."
Mereka kembali menatap foto-foto itu, hingga akhirnya Ello berhenti. "Lihat, ini adalah foto pernikahan Kak Zion dan Kak Elin," kata Ello sambil menunjuk sebuah bingkai besar yang tergantung di dinding.
Diandra mendekat, melihat foto tersebut lebih dekat. "Mereka terlihat sangat bahagia. Apakah hubungan mereka selalu seperti ini?"
Ello menghela napas pelan, kenangan tentang masa lalu kembali menghampirinya. "Tidak selalu. Mereka juga pernah mengalami masa-masa sulit, banyak salah paham dan tantangan. Bahkan mereka sempat berpisah selama lima tahun."
Diandra sedikit terkejut mendengar pernyataan Ello, rasa ingin tahunya terpanggil, namun ia enggan untuk bertanya lebih lanjut. Dia tidak ingin mengulik masalah pribadi orang lain, tetapi hatinya berdebar ingin mendengar lebih banyak jika Ello bersedia bercerita.
Ello menangkap ragu di wajah Diandra dan melanjutkan, "Mereka telah melalui banyak ujian dalam hubungan mereka. Tapi pada akhirnya, cinta yang kuat bisa mengatasi segala rintangan. Cinta mereka yang tulus selalu membawa mereka kembali bersama."
Diandra mengangguk, mendengarkan dengan seksama. "Itu mengingatkanku pada betapa pentingnya komunikasi dalam hubungan."
"Benar sekali," jawab Ello. "Tanpa komunikasi yang baik, banyak hal bisa disalahartikan. Cinta tidak hanya soal perasaan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola hubungan itu."
Diandra menatap foto itu dengan lebih cermat, merasakan kehangatan yang terpancar dari senyum pasangan itu. "Kadang aku berpikir, apa yang membuat seseorang tetap bertahan di tengah segala kesulitan?"
Ello tersenyum lembut, mengingat kembali perjalanan hidupnya. "Mungkin karena mereka saling memahami dan mendukung satu sama lain. Setiap orang punya cerita dan alasan untuk tetap bertahan. Yang penting adalah komitmen dan komunikasi."
Diandra mengangguk, mencoba menyerap kata-kata Ello. "Aku berharap bisa merasakan hal yang sama suatu saat nanti."
Ello menatapnya, matanya bersinar penuh harapan. "Kamu pasti akan merasakannya, Diandra. Cinta sejati kadang datang dari tempat yang tidak kita duga."
Diandra mengamati foto itu dengan penuh minat, merasakan kedekatan yang kuat di antara keluarga itu. "Mereka terlihat sangat mencintai satu sama lain," balasnya, menyentuh hati Ello.
"Ya, mereka memang seperti itu," Ello menjawab, sedikit tersenyum. "Keluarga ini sangat peduli satu sama lain. Kami selalu berusaha untuk saling mendukung, terutama di masa-masa sulit."
Diandra tersenyum hangat mendengar kata-kata Ello, merasa nyaman dengan kehangatan keluarga itu. Namun, kerutan halus muncul di dahinya saat pertanyaan yang mengganggu pikirannya muncul. "Em... kalau boleh tahu, Diana itu siapa?" tanyanya ragu, takut jika pertanyaan itu menyentuh luka lama.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued