Cinta memang tidak pandang usia. Seperti itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Viola. Sudah sejak lama Viola mengangumi sosok adik kelasnya sendiri yang bernama Raka. Perbedaan usia dan takut akan ejekan teman-temannya membuat Viola memilih untuk memendam perasaannya.
Hingga suatu kejadian membuat keduanya mulai dekat. Viola yang memang sudah memiliki perasaan sejak awal pada Raka, membuat perasaannya semakin menggebu setiap kali berada di dekat pemuda itu.
Akankah Viola mampu mengungkapkan perasaannya pada Raka disaat dia sendiri sudah memiliki kekasih bernama Bian. Mungkinkah perasaannya pada Raka selamanya hanya akan menjadi cinta terpendam.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Peringatan.
Gara-gara perkara bangkai tikus, Viola jadi tidak nafsu makan. Dia lebih memilih untuk duduk menyendiri di bangku panjang yang terletak di belakang sekolah sambil menikmati hembusan angin. Beruntung bangku itu terletak di dekat sebuah pohon besar, hingga dia tidak perlu kepanasan.
Sebenarnya Viola masih penasaran dengan siapa yang sudah mengirimkan bangkai tikus itu padanya. Mungkin benar apa yang dibilang oleh Bian tadi pagi, jika yang mengirimkan bangkai tikus itu pasti adalah salah satu dari fans Raka. Tapi Viola tidak peduli dan tidak mau ambil pusing, bukankah cinta butuh pengorbanan? Jadi ya anggap saja ini adalah bentuk pengorbanannya demi cintanya pada Raka.
"Nih," seseorang mengulurkan minuman dingin dan sebuah roti yang masih terbungkus plastik. Viola mendongak dan melihat Raka yang sudah berdiri di dihadapannya.
"Makasih," ucapnya sambil menerima roti dan minuman itu dari tangan Raka.
Raka duduk di samping Viola, "Ngapain bengong sendirian disini? Gak takut kesambet?"
"Gak, lagi mikir aja," jawabnya tanpa menoleh.
"Mikir apa?"
Viola memberanikan diri untuk menatap Raka yang duduk disebelahnya, "Kalau nanti aku udah lulus dan gak sekolah disini lagi. Kamu bakal dekat sama cewek lain gak?"
Raka mengulas senyum mendengar pernyataan dari Viola. "Pernah dengar ungkapan ini gak? Meski jarak memisahkan kita, namun cintaku padamu tetap abadi dan tak tergoyahkan, seakan takdir telah menautkan kita untuk selamanya."
Viola menggelengkan kepalanya pelan.
"Anggap saja itu jawabanku," Raka mengusap kepala Viola. "Jangan mikir kejauhan, fokus aja sama ujian kamu nanti."
"Tapi tadi pagi___"
"Aku sudah tau. Biar itu menjadi urusanku. Selama ada aku, kamu aman."
"Heh__ Darimana kamu tau? Pasti Bian ya? Kamu nggak diapa-apain kan sama dia? Gak ada yang luka kan?" Viola nampak panik. Dia yakin, pasti Bian yang sudah memberitahu Raka. Meskipun Viola tidak tau bagaimana cara Bian menyampaikannya, yang pasti mereka tidak akan ngobrol secara baik-baik, mengingat bagaimana marahnya Bian tadi pagi.
Raka kembali tertawa, melihat wajah panik Viola nyatanya begitu menggemaskan dimatanya. Sepertinya bukan hanya Viola, Raka juga akan merasa sangat kehilangan jika Viola lulus nanti. Waktu untuk mereka bertemu pasti akan semakin menipis. Yang penting jangan cintanya yang menipis.
"Kok malah ketawa sih, aku serius nanya juga." Viola mengerucutkan bibirnya. Padahal dia benar-benar cemas, Raka malah menertawakannya.
"Kamu kalau lagi panik ngegemesin," ucapnya jujur, wajah Viola langsung merona merah.
Nyatanya, Raka lebih suka mengeluarkan kata-kata gombalannya untuk mengalihkan pikiran Viola tentang bangkai tikus yang diterimanya tadi pagi. Raka tidak ingin gadisnya itu terus diam merenung dengan memikirkan masalah itu.
_
_
_
Bel pulang sekolah berbunyi, satu persatu anak-anak mulai keluar meninggalkan ruangan kelas. Setelah kelas mulai sepi, Raka berjalan menghampiri meja Abel.
"Bel, ikut gue sebentar yuk?" ajak Raka. Abel nampak berfikir sejenak kemudian mengangguk setuju.
"Mau kemana Ka?" tanya Abel saat mereka sudah keluar dari dalam kelas.
"Ada yang mau gue omongin, penting," jawab Raka tanpa ingin menjawab lebih banyak.
Keduanya berjalan menuju ke halaman belakang sekolah. Dan disana juga sudah nampak sepi, hanya beberapa anak yang lewat di kejauhan.
"Kok kesini? Ada apa Ka?" tanya Abel sambil melihat kesekilingnya. Tidak biasanya Raka mengajak ngobrol berdua di tempat sepi.
"Tolong jangan ganggu Viola lagi ya?" jawabnya to the point. Raka tidak ingin berbasa-basi.
"Ma-maksud kamu?" tanya Abel tergagap. Butiran keringat dingin mulai bermunculan dari keningnya.
"Gue tau, Lo yang sudah naruh bangkai tikus itu dimeja Viola kan? Gue emang gak lihat sendiri, tapi gue bisa lihat dari gelagat Lo sejak pagi. Sama seperti saat Viola disiram air didalam toilet, itu Lo juga kan yang ngelakuin?"
Bukan tanpa alasan Raka menuduh Abel yang melakukan semua itu. Tepat saat Raka bangun dan hendak pergi ke kelas untuk mengambil jaketnya untuk dipakai Viola, Abel datang ke kantin dengan rok dan sepatunya yang sedikit basah seperti terkena cipratan air. Dan tadi pagi, Raka tidak sengaja melihat Abel berjalan dari arah kelas XII, kemungkinan Abel baru saja menaruh bangkai tikus itu di meja Viola. Awalnya Raka tidak curiga, namun saat Bian mendatanginya dan mengatakan semuanya, Raka memutar otak kembali mengingat kejadian itu.
"Ka-kamu ngomong apa sih Ka, aku gak ngerti." Abel masih berpura-pura tidak tahu, padahal mimik wajahnya sudah tidak bisa berbohong lagi.
"Intinya gue minta Lo jangan ganggu Viola lagi. Ini peringatan!"
Raka berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan halaman belakang sekolah.
"Tapi aku suka dan sayang sama kamu Ka!" teriak Abel. Raka menghentikan langkah kakinya. Namun dia tidak berniat untuk berbalik dan memilih melangkahkan kakinya kembali tanpa ingin menjawab ungkapan perasaan Abel lebih dulu.
Tubuh Abel luruh ke tanah, air matanya berderai membasahi wajahnya. Beruntung disana sudah tidak ada anak-anak yang lewat hingga tidak ada yang melihatnya dalam kondisi memprihatinkan seperti sekarang ini.
"Aku sayang sama kamu Ka__ aku sayang___" cintanya untuk Raka mungkin sama besarnya dengan cinta Viola untuk Raka. Tapi kenapa harus Viola yang terpilih? Kenapa bukan dia? Padahal dia adalah gadis yang baik dan tidak pernah macam-macam. Kecuali apa yang dia lakukan pada Viola tadi pagi dan saat di dalam toilet. Sedikit saja kenapa Raka tidak mau melihat kearahnya dan memberikannya kesempatan untuk menjadi kekasih.
_
_
_
SMA Nusa Harapan.
Erik mencegat langkah kaki Hilda saat gadis itu hendak keluar dari kelas.
"Apaan sih Rik! Minggir gak?"
Bukannya menjawab, Erik malah menarik tangan Hilda menjauh dan melepaskannya saat mereka hanya berdua di halaman samping sekolah.
"Gimana? Lo gak berhasil bujuk Raka buat tanding lagi sama gue?" Erik menghela nafas panjang, "Selama gue belum ngerasain menang, gue masih ingin tanding balap sama Raka."
"Mending Lo ngaku kalah aja deh! Udah berapa kali Lo tanding juga Lo kalah kan?" Hilda melipatkan kedua tangannya di dada. "Lagian, Raka juga kayaknya udah gak bakal mau deh ikut balap-balapan lagi, secara dia udah kena hukuman sama papanya."
Erik menggelengkan kepalanya sambil berkacak pinggang. "Gak bisa, gue harus tanding sama dia. Gue gak mau dibilang cemen. Dan kali ini gue yakin gue bakalan menang dari Raka!"
Hilda menurunkan kedua tangannya sambil menghembuskan nafas berat. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga Erik dan membisikkan sesuatu. Seulas senyuman tergambar di wajah Erik.
"Ide yang bagus!"
...🌸🌸🌸...
sama kita Vio....
Bian kamu dicariin adenya Revi tuh. 🤭
aq jarang online di NT 🙏
.
.
babang raka ternyata😅
gak hipotermia kan???
pasti demam nih Vio dari siang nongkrong di pagar rumah Raka,hujan hujanan pula...