Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - Sampai Kapan?
"Kau turun di sini saja, Khail," ucap Edgard menepuk pelan pundak Mikhail yang sejak tadi bersandar dengan mata terpejam di sebelahnya.
"Hm? Kenapa begitu? Kita dimana memang?" tanya Mikhail menatap sekeliling dengan kepala yang terasa sedikit pening.
"Rumahmu, sana turun ... aku ada keperluan mendesak." Edgard kian panik lantaran Mikhail tak juga bergerak sementara jantung pria itu seakan hendak lari dari tempatnya.
"Ck, dasar tak punya hati, kau tega membiarkan aku jalan kaki ke sana?" tanya Mikhail menunjuk rumahnya, melewati gerbang utama dengan berjalan kaki terasa begitu berat bagi Mikhail.
"Aku ada urusan lain, Khail." Edgard bahkan mendorong pundak Mikhail demi bisa lepas dari jerat amarah Kanaya, Nyonya besar keluarga Megantara.
"Iya-iya!! Menyesal aku ikut mobil bututmu ini," umpatnya kemudian berlalu keluar tanpa mengucapkan apa-apa.
BRAK
Memang dasar tidak tahu terima kasih, Edgard menggeleng pelan kala pintu mobilnya kembali dibanting sekuat tenaga oleh Mikhail. Mobil semahal itu seakan tak ada harga dirinya di mata putra Ibrahim Megantara yang terkenal dengan keramahannya.
"Dasar sinting!! Semoga harimu senin semua, Mikhail!!"
Edgard mengeluarkan sumpah serapahnya pada pria yang kini tengah berjalan dengan langkah tak seimbang sembari sesekali memijat kepalanya. Bukan dia jahat malam ini, akan tetapi amarah Kanaya dua malam yang lalu masih menjadi hal yang Edgard takuti.
Deru mobil terdengar kian menjauh, langkah Mikhail semakin dekat menuju pintu utama. Setelah menepis bantuan penjaga rumah yang ingin membantunya berjalan dengan baik, kini dia benar-benar terhuyung dan menabrak tanaman hias Kanaya hingga tak beraturan.
"Assshh!!! Siapa yang meletakkan benda sialan ini di sini?!!" teriakannya cukup untuk membangunkan tetangga sebelah, kepalanya membentur lantai sementara kakinya masuk ke salah satu pot bunga yang ada di sana.
Sekian detik kemudian, masih dengan matanya yang terpejam Mikhail mendengar derab langkah menghampirinya. Sudah dipastikan itu adalah Kanaya, langkahnya terdengar cepat disertai suara melengking sang mama membuat telinganya sedikit sakit.
"Bagus!! Kamu mabuk lagi? Hm?!!"
Gemas sekali rasanya, Kanaya menarik telinga Mikhail hingga wajahnya memerah. Aroma alkohol menyeruak dan amat mengganggu penciuman Kanaya, mendapati putranya hampir begini setiap hari sebenarnya dia lelah.
"Aaarrrrggghhhh!! Sakit, Mam ... lepaskan aku ... aaaawwwww, Papa!!!" jerit Mikhail berusaha melepaskan tangan Kanaya, meski sudah terbiasa tapi jeweran sang mama memang luar biasa menyiksa.
"Kamu lupa kemaren Mama bilang apa, Mikhail? Hah?!!" bentak Kanaya menarik rambut putranya tanpa ampun, memiliki putra 28 tahun tapi masih harus diperlakukan seperti anak 8 tahun adalah nikmat Tuhan yang paling luar biasa bagi Kanaya.
"Sayang udah, jangan begitu ... biarkan Mikhail bangun dulu, kasihan."
Beruntung saja Ibra datang lebih cepat, jika tidak mungkin rambut Mikhail bisa rontok saat itu juga.
"Daddy ... I need you, help me, Please." Memang hanya Ibra yang bisa menyelamatkannya dari kemarahan Kanaya, sang mama.
Ibra membantu putranya berdiri dan mengantarnya ke kamar tidur agar pria itu bisa beristirahat dengan baik, walau dari lubuk hatinya ada sedikit kemarahan pada Mikhail yang lebih suka minuman keras daripada meminta saran darinya.
"Maas, kamu tu ya! Lihat, dia jadi begini karena kamu manjain!"
Tentang Mikhail mereka memang sedikit berbeda pendapat, Ibra memahami Mikhail sebagai sesama pria. Dia ingin Mikhail bebas menemukan kebahagiaannya sebagaimana dia dahulu, akan tetapi bagi Kanaya bebas bukan berarti seluruhnya bisa diterima.
"Jangan marah-marah, nggak baik buat kesehatan kamu ... Mikhail sudah dewasa, Sayang, kamu tau kan hal-hal semacam ini wajar dan Mas percaya putra kita bisa membatasi dirinya." Mencoba memberikan pengertian, karena menurut Ibra jadi Mikhail tidak semudah kelihatannya.
"Selalu, kamu memang akan terus membelanya!! Sampai kapan kamu biarkan dia begini? Sampai nanti nyawa putra kita terancam karena efeknya? Gitu maksud kamu, Mas!" Malam yang awalnya hanya tentang penantian, mendadak berubah panas lantaran Kanaya terbawa emosi.
"Sayang, nggak gitu maksudnya."
"Mikhail juga kenapa nggak paham perasaan Mama!! Kamu begini terus kalau mati muda gimana?! Lahirin kamu tu susah, Khail ... atau kamu mau coba punya anak biar tau gimana hancurnya perasaan Mama liat kamu begini?"
Tatapan tajam Kanaya berpindah pada Mikhail yang kini sudah berbaring di tempat tidur tanpa rasa bersalah. Dia masih menatap sang mama dengan mata lelahnya, pertikaian kedua orangtua yang memperdebatkan hal itu sebenarnya sudah sangat biasa Mikhail dengar.
"Maaf, Ma ... Mikhail cuma minum sedikit nggak sampai mabuk," tuturnya membela diri, sementara Kanaya lagi-lagi hanya bisa menghela napas kasar.
"Nggak mabuk kamu bilang? Kalau nggak mabuk, nggak mungkin kamu main trabas semua tanaman Mama yang ada di depan," sentak Kanaya berapi-api, jika dia terus begini Kanaya takut putra keduanya ikut-ikutan.
"Tapi itu salah Ratri yang mindahin tanaman Mama."
"Dari dulu tempatnya disana!! Mata kamu aja yang pindah," ujar Kanaya memejamkan matanya.
Mikhail tak lagi menjawab, dia sudah terpejam dan mendengkur halus. Kanaya menatap sendu putranya, dia kehilangan Mikhail yang dulunya manja dan selalu berusaha mengukir senyum di wajahnya.
"Maaf, Ma ... sementara biarkan aku menikmati dunia dengan caraku." Dia paham kekecewaan sang mama, hanya saja untuk kembali menjadi seseorang yang sempurna dia tidak bisa.
Tbc