“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh
Raka mengajak ngobrol Arini dengan memerhatikan Juna dari jauh yang sedang asik bermain bola dengan teman-teman barunya. Terlihat Juna sudah begitu akrab dengan teman yang baru dia kenal.
“Juna orangnya mudah bersosialisasi ya, Ka? Padahal kamu ini kan enggak? Punya teman saja sedikit, malah seringnya sama aku dulu waktu masih SD,” ucap Arini.
“Ya dia memang beda denganku. Dia anaknya aktif, mudah bersosialisasi, tidak mudah menyerah, aku yakin suatu hari nanti jika dia sudah dewasa, dia mudah berbaur dengan orang, untuk mencari atau sharing pengalaman baru,” jelas Raka.
“Iya, aku juga sudah menebak ke sana. Juna dia anak yang cerdas, banyak ingin tahunya,” ucap Arini.
“Sebentar ya, Rin, tunggu sini saja.”
Raka berjalan lurus ke arah rumput yang terdapat juga bunga liar di sana. Entah mau apa Raka ke sana, Arini tidak tahu. Ia lebih memilih membuka gawainya, mengecek pekerjaan, sambil mengawasi Juna bermain. Arini masuk ke akun sosial medianya. Terlihat baru beberapa menit yang lalu Nuri mengunggah cerita di akun sosial medianya. Foto Nuri di dalam mobil, dengan caption, ingin menemui calon ibu mertua.
Mata Arini terbelalak melihat story Nuri. Calon Ibu Mertua? Apa mungkin ibunya Heru? Itu yang terlintas di pikiran Arini saat ini.
“Masa sih mereka mau ke rumah Mama? Apa Heru akan bilang pada orang tuanya kalau dia tengah menghamili Nuri? Kamu mau bikin ulah apa lagi, Heru?” batin Arini marah.
Arini kembali menaruh gawainya lagi, karena Raka sudah kembali dengan membawa bunga-bunga liar di tangannya. Entah mau untuk apa bunga itu.
“Kamu kenapa? Wajahmu sepertinya sedang kesal? Karena Heru?” tanya Raka saat melihat wajah Arini yang seperti sedang kesal.
“Aku gak tahu ya, Ka! Apa sih maunya mereka!” kesal Arini.
“Ini kenapa kok kamu gitu?”
“Di story nya Nuri, dia lagi otw ke calon mama mertua. Lagi ada di dalam mobil, dan aku tahu itu mobil siapa! Dia sama Heru. Heru benar-benar gila, gak punya otak dia!”
“Apa mungkin Heru mau terus terang sama orang tuanya soal Nuri?”
“Mungkin. Mama nya memang mendesak aku untuk cepat hamil. Kamu tahu aku menikah sudah hampir delapan tahun tapi belum hamil juga? Aku udah berusaha supaya aku hamil, tapi memang Tuhan belum kasih, apa mungkin Heru akan bilang kalau Nuri sedang hamil anaknya?”
“Bisa jadi, kan jadinya Mama Mertuamu senang mau punya cucu, jadi supaya mama mertua kamu juga ikut bujuk kamu. Itu pemikiran aku sih. Sudah nanti kamu bahas dengan Heru saja. Aku ajak kamu ke sini supaya kamu happy, Rin. Sudah jangan cemberut gitu,” ucap Raka.
Raka bicara sambil tangannya sibuk merangkai bunga-bunga liar untuk ia jadikan mahkota. Arini tersenyum melihat Raka yang ternyata sedang membuat mahkota dari bungan dan rumput ilalang.
“Kamu masih bisa bikin kayak gini, Ka?” tanya Arini.
“Masih dong? Dan gak tahu kenapa, aku selalu bikinnya pas di sini sama kamu,” jawab Raka.
Raka kembali mengingat dulu, ia memang sering bermain dengan Arini di taman ini, membuat mahkota dari rumput ilalang dan bunga liar, lalu ia pakaikan ke kepala Arini.
“Sudah jadi nih, Rin. Pakai sini.” Raka memakaikan mahkota bunga di kepala Arini.
“Aku ini heran, kamu yang sering aku pakaikan mahkota, tapi kenapa Asti yang aku pilih jadi ratuku dulu. Aku akui aku salah memilih dia,” ucap Raka.
“Jangan bilang begitu, Asti itu sahabatku juga, dia baik sekali lho Ka sama aku,” ucap Arini.
“Hah ... iya sih.”
“Kamu mau ngomong apa kemarin, Ka? Katanya kemarin ada yang mau kamu omongin sama aku?” tanya Arini.
Raka melihat Juna yang masih asik bermain. Ia tidak tahu harus bicara dari mana, belum ada yang tahu soal rahasia hidupnya, bahkan kedua orang tuanya pun tidak ada yang tahu rahasia itu. Hanya dirinya dan mendiang istrinya yang tahu. Raka tidak mau menceritakan kepada siapa pun, karena menurutnya tidak perlu menceritakan hal itu pada siapa pun. Namun kali ini, ia percaya dengan Arini, ia yakin Arini tidak akan menceritakan pada siapa pun.
“Hei, malah melamun?” ucap Arini.
“Rin, Juna itu bukan anakku. Bukan anak biologisku.” Ucapan Raka membuat mata Arini membulat.
“Maksudnya?”
“Kamu tahu aku dan Asti susah sekali punya keturunan, kami sabar sekali dengan cobaan itu, ya seperti kamu lah. Bedanya Asti yang selingkuh, dan sampai dia hamil. Aku bahagia saat pertama kali bilang dia hamil, bahagia banget, tapi saat Juna sudah lahir, dia jatuh sakit, dia butuh transfusi darah, darahku tidak cocok, dari situ aku merasa janggal, dan Asti sudah mulai menampakkan rasa panik. Lalu Asti menceritakan sebenarnya, kalau dia selingkuh dengan teman kerjanya, bahkan sampai Juna lahir, dia masih berhubungan dengan laki-laki itu di belakangku, Rin.”
Arini menutup mulutnya, ia terkejut dengan cerita Raka. Ia tidak menyangka Asti melakukan hal seperti itu. Di balik harmonis dan romantisnya keluarga Raka dan Asti, ternyata sama saja dengan dirinya.
“Kamu pasti tidak percaya, kan? Kamu tahu meninggalnya Asti karena apa, kan?” tanya Raka.
“Iya, dia sedang tugas dari kantor, itu yang aku tahu, kamu juga bilang begitu. Dia kecelakaan lalu lintas, saat ada tugas ke luar kota, begitu, kan?”
“Iya, aku memang bilang begitu pada semua orang. Padahal itu tidak benar. Asti sedang berlibur dengan selingkuhannya itu, Rin. Mereka meninggal bersama di tempat kejadian, karena kecelakaan.”
“Jadi setelah Juna lahir, mereka masih sama-sama? Dan kamu diam saja?”
“Ya, karena aku sudah terlajur sayang, dan jatuh cinta sama Juna, bayi laki-laki yang tahunya itu darah dagingku ternyata bukan. Kamu tahu bagaimana aku sangat mencintai Asti, tapi dia begitu tega melakukan itu terang-terangan di depanku. Dia sering bawa laki-laki itu ke rumah juga, Rin. Aku sama denganmu, kita senasib, dikhianati orang yang sangat kita cintai,” jelas Raka.
“Aku benar-benar tidak menyangka, Ka. Aku kira rumah tanggamu baik-baik saja.”
“Semua aku buat baik-baik saja, itu pun karena kamu, Rin,” ucap Raka.
“Karena aku?”
“Ya karena kamu yang selalu kasih support aku, kamu yang selalu bilang bahwa aku harus bisa merebut kembali istriku, aku harus bisa bertahan demi anak kecil yang tak berdosa, yang tak tahu apa-apa. Semua itu karena kamu.”
Arini mengernyitkan keningnya, ia tidak tahu apa yang Raka katakan barusan. Perasaan selama ini dirinya tidak pernah menasihati apa pun pada Raka. Raka pun tak pernah cerita apa-apa.
“Kamu pasti bingung kan, Rin? Kamu ingat klien kamu yang bernama Yosan? Yang cerita istrinya selingkuh, sampai istrinya hamil dengan selingkuhannya, dan masih terus menjalin hubungan dengan selingkuhannya, meski sudah ketahuan.”
“A—aku ingat, ya aku ingat itu. Kira-kira lima tahun atau empat tahun yang lalu.”
“Itu aku, Rin. Aku tidak tahu harus cerita sama siapa, akhirnya aku menghubungimu, aku jadi klien online kamu waktu itu. Makasih ya, Rin.”
“Raka ....” Arini merentangkan tangannya, ia memeluk Raka. Ia tidak tahu Raka akan mengalami hal semenyakitkan itu.