Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19- Pernah Bertemu
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
"Gimana? Gagal lagi dapat kerjaannya?" bu Santi menatap lekat sang putra lekat dan prihatin.
Ini bukan pertama kalinya Yusuf pulang dengan kegagalan karena tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Tapi sudah berbulan-bulan.
Dan, bu Santi juga sudah tidak terlalu berharap lagi. Yang dilakukannya hanyalah berdoa dan memberi semangat pada putra semata wayangnya. Masalah berhasil atau tidak, dia sudah pasrah.
"Alhamdulillah, Bu. Kali ini aku berhasil." Yusuf tersenyum cerah.
"Maksudnya? Kamu sudah dapat? Kerja apa?" Bu Santi terkejut mendengar putranya yang akhirnya berhasil mendapat pekerjaan, hingga dia jadi penasaran.
"Jadi kepala gudang di sebuah perusahaan besar, Bu."
"Kepala gudang? Kamu serius?" bu Santi terkejut dengan wajah berbinar-binar. Senyum sumringah perlahan-lahan mengembang diwajahnya.
"Iya, Bu, Alhamdulillah gajinya juga lumayan."
"Alhamdulillah. Semoga ini menjadi awal untuk karir kamu ya. Dan, semoga berkah buat keluarga kita."
"Amiin. Bu, itu siapa?" pandangan Yusuf tertuju pada Gadis yang masih melahap makanannya tanpa menghiraukan kedatangannya maupun percakapan antara dirinya dengan sang ibu.
"Ini, namanya Gadis." bu Santi kembali mendekati Gadis dengan diikuti oleh Yusuf.
"Gadis siapa?" tanya Yusuf bingung. Seingatnya, mereka tidak punya kerabat atau kenalan yang bernama Gadis.
"Iya, nama gue Gadis," sahut Gadis yang masih mengunyah hingga suaranya sedikit teredam makanan dalam mulutnya dan tanpa menoleh.
Yusuf yang bingung dengan keberadaan gadis aneh itu menatap ibunya.
"Jadi, dia ini yang tadi menolong ibu waktu dicopet di jalan. Kalau tidak ada dia, mungkin sisa uang belanja ibu yang jumlahnya masih lumayan, sudah raib. Dia ini hebat sekali. Dua copet itu, sampai terkapar dan babak belur dihajarnya." bu Santi tersenyum takjub memuji ketangguhan Gadis.
Gadis menoleh dan menengadah untuk melihat Yusuf. Tatapan keduanya pun bertemu. Keduanya saling menatap dan memperhatikan wajah satu sama lain dengan seksama karena merasa tidak asing. Keduanya berusaha mengingat kapan dan dimana mereka pernah bertemu.
"Kamu, yang tempo hari hampir ketiban stegger itukan?" Yusuf menunjuk Gadis dengan jari telunjuknya saat dia sudah merasa ingat.
"Oh iya. Lho yang nolongin gue ya waktu itu? Kenalin, Gadis Nona Sanjaya. Panggil aja Gadis." sependapat dengan ingatan pria itu, Gadis menunjuknya dengan senyum cerah. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Yusuf menjabat tangan Gadis dengan senyum lembut yang menghiasi wajah tampannya.
"Saya Yusuf Alfarizi. Panggil saja Yusuf."
Gadis terpana melihat wajah tampan itu. Jantungnya kembali berdegup kencang. Hal yang sama yang pernah dia rasakan saat pertemuan pertama mereka beberapa waktu lalu.
"Gadis? Tangannya bisa dilepas tidak?" tanya Yusuf yang merasa aneh dengan sikap Gadis hingga dia merasa risih. Gadis terkejut dan langsung melepaskan tangannya.
"Oh iya, sorry. Habis, lho ganteng sih," celetuk Gadis.
Yusuf tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat tingkahnya yang terkesan lucu.
"Terima kasih pujiannya. Dan, terima kasih juga ya sudah membantu ibu saya dari copet."
"Udah, santai aja. Lagian, gue juga nggak suka ada orang yang seenaknya ngambil hak orang lain. Kalau mau duit kan harus kerja, bukan ngambil punya orang. Iya nggak?"
Yusuf mengangguk setuju.
"Iya, kamu benar sekali. Oh ya, kamu tinggal dimana? Biar saya yang antar begitu kamu selesai makan."
Gadis menjadi gugup dan bingung begitu tempat tinggalnya ditanyakan.
"Kenapa? Kok kamu kelihatan bingung dan gugup begitu?" Yusuf menatap Gadis heran.
"Gue nggak punya rumah," jawab Gadis yang terpaksa berbohong karena enggan menyebutkan alamatnya atau bertemu dengan keluarganya.
Mereka saja sudah membuangnya pada tante cerewet itu. Jadi, untuk apalagi dia kembali pulang? Mereka juga tidak akan senang dengan kepulangannya!
"Maksudnya? Memangnya, orang tua kamu dimana?" tanya Yusuf bingung.
"Nggak ada."
"Maksudnya, kamu yatim piatu dan tidak punya tempat tinggal?" timpal bu Santi memastikan.
"Ya... Begitulah," jawab Gadis serampangan.
"Astaghfirullah hal azzim." bu Santi beristighfar.
🌻🌻🌻🌻🌻
Yusuf sudah terlihat rapi dan bersih dengan baju koko, sarung dan peci yang dikenakannya. Sambil menyampir lipatan sajadah dibahunya, dia keluar dari kamarnya. Diruang keluarga, ibunya sedang membangunkan Gadis yang tertidur pulas di sofa.
"Astaghfirullah hal azzim. Kok dia masih tidur, Bu? Inikan sudah mahgrib. Sebentar lagi adzan." Yusuf menghampiri sang ibu sambil mengomel melihat kelakuan Gadis yang masih enak-enakan tidur sambil mengorok.
"Ibu sudah bangunkan sedari tadi. Tapi, dia tidak mau bangun-bangun juga."
Yusuf menggelengkan kepalanya, lalu dia mengambil alih untuk membangunkan Gadis.
"Dis. Gadis. Bangun, hey." dengan lembut Yusuf menggoyang-goyangkan bahu Gadis, berharap dia akan bangun. Gadis bergeming.
"Apaan sih, Mas Yusuf? Masih ngantuk nih," seru Gadis kesal karena tidurnya diganggu. Matanya pun terasa berat untuk terbuka.
"Dis, tidurnya nanti lagi ya. Ini sudah mahgrib. Sekarang kamu mandi, habis itu kita sholat maghrib berjamaah," ajak Yusuf dengan suara lembut.
"Nanti aja deh. Masih tanggung nih tidurnya."
"Tidak bisa, Dis. Waktu mahgribnya tidak banyak. Nanti keburu habis. Ayo bangun." Yusuf menarik tangan Gadis agar bangkit dari posisi berbaringnya. Namun Gadis tetap tidak bergeming.
"Nggak mau. Udah, kalau Mas Yusuf sama Ibu mau sholat, sholat aja sana. Nggak usah ngajak-ngajak."
"Dis, sholat itu wajib. Apalagi waktu mahgrib begini menurut sebagian orang adalah waktu yang rawan terhadap gangguan setan atau mahkluk halus. Kamu nggak takut diganggu atau ketempelan?" ucapan Yusuf sukses membuat Gadis tersentak dan spontan bangkit duduk.
"Nakut-nakutin aja sih, Mas." omel Gadis yang sedikit merasa takut dan seram mendengar ucapan pria itu.
Yusuf tersenyum kecil.
"Ya sudah, makanya sekarang kamu mandi ya. Nggak maukan diganggu setan?" gurau Yusuf yang membuat Gadis mendumel, dan mau tidak mau harus beranjak untuk mandi.
Sekitar 15 menit kemudian Gadis selesai mandi. Yusuf dan ibunya tampak sudah siap untuk melaksanakan ibadah mahgrib mereka. Namun, mereka belum melaksanakannya karena masih harus menunggu Gadis.
Gadis mendekati mereka dengan memegang mukena serta sajadah yang diberikan bu Santi tadi. Dia juga memakai baju daster milik wanita paruh baya itu karena tidak memiliki baju salin.
Dia menatap benda-benda ditangannya dengan linglung. Apa dia harus memakai mukena itu? Dia bahkan tidak tau cara memakainya dengan benar, walau sering melihat mamanya sholat. Tapi, dia tidak pernah tertarik untuk melakukannya juga.
"Kenapa, Nak? Kamu kesulitan memakai mukenanya? Sini, ibu bantu." bu Santi berusaha membantu Gadis yang tampak kerepotan dan tidak bisa memakai mukenanya dengan benar dan rapi.
Gadis hanya tersenyum kikuk menerima bantuan dari wanita paruh baya itu.
Setelah drama Gadis selesai, Yusuf membaca Iqamah sebelum mereka melaksanakan sholat dengan Yusuf sebagai imamnya.
Gadis memperhatikan ibu dan anak itu yang tampak kusyuk dengan ibadah mereka. Sedangkan dia sendiri merasa linglung karena tidak mengerti bacaan yang membuat mulut mereka komat-kamit. Dia hanya mencoba mengikuti gerakan-gerakan mereka dengan linglung.
BERSAMBUNG