Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 5
Wandi yang tidak menghiraukan kemarahan Irma, akhirnya memutuskan untuk pulang kampung. Entah kenapa pikirannya terus menerus dipenuhi oleh bayangan anak perempuannya. Anak yang sejak dari bayi selalu dia abaikan. Padahal, Salwa adalah anak yang lucu dan cantik. Wajah Salwa dominan padanya. Dari segala apa yang ada pada Wandi, ada juga pada Salwa. Entah kenapa Wandi tidak memiliki ikatan batin sedikitpun selayaknya seorang ayah kepada anaknya. Keegoisan dan kekerasan hatinya sudah menutup nuraninya sebagai seorang ayah dan suami.
"Asalamualaikum." Wandi mengucapkan salam, saat memasuki rumah mertuanya, yang didalamnya ada Salwa yang tengah bermain ditemani sama Rina. Sedangkan Bu Yati tengah melayani pembeli di warung kecilnya.
"Waalaikumsallm." Sahut Rina cuek, dan meneruskan pekerjaannya menyetrika baju baju dari para tetangga yang menggunakan jasanya. Sedangkan Salwa bermain tak jauh dari Rina, tidak menoleh sedikitpun saat ayahnya datang. Salwa memang punya rasa takut pada Wandi yang selama ini cukup arogan dalam memperlakukan Salwa.
"Rin, kemana mbakmu?" Tegur Wandi saat tidak mendapati Ningsih dimanapun saat dia menjelajahi isi rumah.
"Kerja." Sahut Rina singkat, dalam hatinya begitu kesal dan marah pada laki laki yang masih sah menjadi suami kakaknya itu.
"Kerja? Memang dia bisa kerja apa, orang malas dan bodoh kayak gitu, paling juga jadi pembantu. Memalukan saja kerjaannya!" Sungut Wandi tak berperasaan. Mulutnya suka sekali menghina Ningsih kapanpun dan dimanapun.
"Jaga bicaramu ya, mas. Sudah cukup kamu menghina mbakku! Dia sudah bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan anakmu, yang harusnya jadi tanggung jawab kamu. Kerja pembantu jauh lebih baik, dari pada jadi perempuan yang merebut suaminya orang untuk menafkahi anaknya. Paham?" Jawab Rina tak kalah sengit, Rina menatap penuh kemarahan pada Wandi yang melongo mendengar ucapan adik iparnya itu. Selama ini Rina sangat pendiam dan tak pernah sedikitpun mau ikut campur. Tapi kali ini dia menunjukkan taringnya.
"Kamu menyindirku, Rin?" Tanya Wandi dengan tatapan tak suka.
"Pikir saja sendiri. Jadi orang itu tidak usah egois dan sok benar sendiri. Mbak Ningsih jauh lebih baik dari pada istri barumu itu. Perempuan tidak tau malu yang sok kecantikan." Sahut Rina dengan masih emosi.
Wandi terdiam, mencoba mencerna ucapan adik iparnya. Pernikahannya dengan Irma sudah dilakukan cara sembunyi, tapi Rina bisa tau. Wandi masih bingung dan merasa heran saja.
"Kenapa, mas?
Kamu bingung ya, dari mana aku tau pernikahan siri kamu dengan perempuan itu?
Tanya tuh sama istri baru kamu, dia sendiri yang terus menghubungi mbak Ningsih, sampai ngancam ngancam. Dasar perempuan tidak tau malu. Harusnya mbakku yang marah dan tidak terima karena suaminya diambil, lha ini justru pelakor yang marah marah dan ngancam ngancam. Gila ya, dasar otak pada geser semua. Menjijikkan!" Sambung Rina dengan wajah mengeras, matanya masih melotot tajam pada Wandi yang masih memilih diam saja. Hatinya makin kesal dengan perbuatan Irma, ternyata di belakangnya dia sudah melakukan perbuatan yang sudah dia cegah.
"Sudahlah, mas. Kalau memang kamu sudah tidak menyukai mbak Ningsih. Tolong lepaskan dia, urus surat cerai kalian. Kasihani mbakku, dia perempuan baik, tidak sepantasnya kamu terus sakiti hatinya." Sambung Rina yang masih belum mau berhenti untuk memojokkan Wandi yang sudah kehilangan kata kata.
"Aku akan bicara sama Ningsih, sekarang mau tidur. Capek!" Sahut Wandi yang langsung pergi masuk ke dalam kamar Ningsih. Rina hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar sambil menggelengkan kepala kesal. Wandi benar benar sudah menguras emosinya.
"Bi, ayah kenapa?" Bisik Salwa ke telinga Rina setelah Wandi masuk kamar.
"Biarkan saja, Salwa main saja. Habis ini bibi akan ambil makan buat Salwa ya, nanti bibi gorengin telor ceplok." Sahut Rina sambil tersenyum pada keponakannya. Matanya menatap sendu pada gadis kecil yang malang itu.
"Iya, Bi." Sahut Salwa tanpa banyak protes, lalu kembali bermain dengan boneka bonekanya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Pukul dua siang, Ningsih baru pulang dari toko. Hari ini dia masuk sif pagi. Dengan senyum mengembang Ningsih memasuki rumah, karena dia membawa beberapa bungkus bakso kesukaan semua keluarganya. Belum tau kalau di dalam ada Wandi, orang yang tidak ingin dia lihat akhir akhir ini.
"Asalamualaikum. Anaknya mama, lagi ngapain?" Sambut Ningsih saat Salwa lari menghampirinya dengan senyuman ceria.
"Habis main sama bibi. Ma, di dalam ada ayah." Bisik Salwa sambil melirik ke dalam rumah. Ningsih terpaku dengan dada bergemuruh,berasa sakit dan benci seketika memenuhi ruang dadanya yang langsung terasa sesak.
"Ma. Ayo masuk, mama pasti capek." Sambung Salwa yang menyadarkan Ningsih dari keterkejutannya.
"Iya, nak. Mama beli bakso, Salwa makan sama bibi dan nenek ya. Mama mau sholat dulu, sudah jam dua, keburu habis waktunya." Sahut Ningsih yang langsung masuk ke dapur dan meletakkan kantong kresek yang berisi bakso diatas meja makan. Di dapur ternyata ada Rina yang sedang mencuci bekas alat alat kotor jualan ibunya. Jualan Bu Yati sudah habis, padahal hari masih siang.
"Mbak, sudah pulang?" Sambut Rina yang menatap sekilas ke arah Ningsih dan kembali meneruskan pekerjaannya.
"Sudah, ini mbak bawa bakso. Tolong kamu tuangkan buat Salwa ya. Mbak mau sholat dulu, keburu waktunya habis. Mbak beli tiga bungkus, buat kamu juga buat ibu." Sahut Ningsih yang langsung pergi ke dalam kamar mandi untuk mengambil wudhu. Rina langsung meninggalkan pekerjaannya dan menuangkan bakso ke dalem mangkok untuk Salwa. Lalu kembali meneruskan pekerjaannya lagi sampai selesai.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Sahabat Benalu
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tempat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏
mksh ka/Kiss/sumpah ceritanya bagus buat candu
entah apa hukumnya wandi mentalak irma tanpa saksi juga ..syahkan cerainya. ktnya hrs dpn saksi jatuhin talak