“Apa! Aku impoten.”
Super kaya dengan wajah tampan menawan membuat wanita menggilai dan bertekuk lutut di bawah kakinya, Namun hingga saat ini Devano Kaisar belum terlihat memiliki pasangan, membuat orang meragukan kelaki-lakiannya.
“Rumor sampah. Aku tidak akan menikah jika belum menemukannya,” Bayangan perempuan misterius berkalung emas terkenang yang menyelamatkan nyawanya.
Hingga suatu situasi membuat pertahanan Devan runtuh. Ia terpancing membuktikan keganasannya di ranjang dengan gadis cantik, pekerja keras bernama Jasmine putri. Namun sial, perempuan itu ternyata pelayan rumahnya.
Terjebak satu malam panas membuat Devan harus menikah dengan Jasmine si pelayan. Ini gila. Kenapa harus dia? Sungguh Devan tidak terima karena telah melanggar janjinya untuk tidak menikah. Bagaimana dengan perempuan misterius yang menolongnya?
Dan Jasmine segala upaya ia lakukan agar bisa membiayai kuliahnya namun takdir malah membawanya menikah dengan majikan. Ini gila!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tahan
Matahari senja akan tenggelam diperaduan sementara itu Jasmine dan Nathan masih betah berada di halaman rumah berbincang sembari di selingi tawa. Tak lama perempuan paruh baya berjalan ke arah mereka. Berdiri di samping Jasmine.
"Tuan Nathan apa kabar?" sapa Bibi Anna ramah.
"Kabarku baik, bibi Anna," balas Nathan dengan senyum lembut.
Bibi Anna kemudian semakin mendekat ke arah Jasmine terlihat akan membisikan sesuatu.
"Tuan Devan menyuruhmu masuk dan mengantarkan makan malam ke kamarnya," bisik bibi Anna. Dia tidak mau mengucap nama Devan di hadapan Nathan tak ingin pemuda itu merasa tak nyaman.
Jasmine tersentak sesaat karena mendapatkan panggilan tiba-tiba. Lagi Devan ingin dilayanikan untuk makan malam. Uhg, padahal ia sangat lelah hari ini.
"Ko. Aku masuk dulu ya," pamit Jasmine.
"Baiklah. Aku juga akan pulang," ujar Nathan.
"Anda tidak masuk tuan," tawar bibi Anna.
"Tidak bi. terima kasih."
Obrolan Jasmine dan Nathan pun terhenti karena ada tugas dadakan yang harus di kerjakan oleh Jasmine.
****
Jasmine masuk ke dalam kamar Devan dengan nampan di tangan. Mengayun langkah mendekat pada pemuda yang duduk di sofa memasang wajah datar.
“Makan malam Anda tuan,” ucap Jasmine di selingi senyum tipis kemudian menata piring berisi makanan di atas meja.
Devan hanya diam mengamati gerak-gerik Jasmine.
“Seharian dia pergi dengan Nathan. Dia pasti bersenang-senang,” batin Devan.
“Silakan tuan,” kata Jasmine.
Devan yang bersandar di punggung sofa menegakkan tubuhnya menatap sekilas ke arah meja yang tersaji makanan setelahnya kembali ke posisi semula.
“Aku sedang tidak ingin makan sup daging!” sergah Devan ketus. Melipat tangan di dada.
Jasmine menatap Devan. Oh ya ampun ada apa lagi ini? Dia sudah menyiapkan semuanya. kalau tidak suka kenapa tidak bilang dari tadi.
“Aku ingin pasta!” tegas Devan sejak tadi menunjukkan raut wajah tak bersahabat saat melihat Jasmine.
“Bawa keluar dan kembali dengan pasta," titahnya dingin tak terbantahkan.
“Baiklah tuan! Akan saya siapkan,” ujar Jasmine mengiyakan tak ada kata bantahan darinya. Dia sudah biasa dengan tingkah menyebalkan pemuda itu.
Jasmine kembali menaikkan piring berisi makanan ke nampan. Setelahnya keluar dari kamar Devan.
Beberapa saat kemudian Jasmine telah kembali ke kamar dengan pasta permintaan Devan. Pemuda itu mulai menyantap menu makan malamnya. Sedangkan Jasmine berdiri siaga, diam tanpa kata menunggu tuannya selesai. Setelah itu tugasnya selesai dia bisa beristirahat. Oh hari ini dia sangat lelah setelah seharian mengantarkan pesanan dengan Nathan. Dia ingin secepatnya meluruskan punggung di kasur kamar.
Pasta di dalam piring Devan telah tandas, Jasmine mulai membersihkan meja. Tangannya bergerak lincah untuk menyelesaikan tugas terakhirnya yaitu melayani makan malam tuan Devan. Setelahnya ia akan terbebas, itu pikirnya namun baru saja Jasmine beranjak dengan nampan berisi piring kotor. Suara Devan membuatnya terhenti.
"Mau ke mana?" sentak Devan.
"Saya ingin membawa piring kotor ini ke dapur tuan," alibi Jasmine.
“Pergilah, setelah itu kembali kemari bawakan aku teh hangat,” ujar Devan.
Jasmine tercenung diam di tempat. Apa! Itu berarti dia masih harus ke kamar ini! Dia pikir dia terbebas.
“Baik tuan,” ucap Jasmine tanpa bantahan.
Jasmine keluar kamar menghela napas berat.
“Masih ada tugas. Aku belum bisa istirahat!” decak Jasmine.
Tak lama Jasmine telah kembali ke dalam kamar dengan secangkir teh.
"Ini tehnya tuan," ucap Jasmine meletakkan ke atas meja.
"Ambilkan laporan keuangan di meja kerjaku!" perintah Devan lagi.
"Ha." sentak Jasmine. Oh masih ada perintah.
"Cepat!" sergah Devan.
Tanpa kata Jasmine berjalan menuju ruang kerja pemuda itu. Ternyata malam ini tidak berjalan dengan mudah.
Sedangkan Devan tersenyum puas. Dia tidak akan membiarkan perempuan itu bebas malam ini. Enak saja dia seharian bersenang-senang dengan Nathan saudara tirinya. Sedangkan dia harus uring-uringan di kamar. Itu pikir Devan.
Malam telah larut hingga saat ini Jasmine masih berada di kamar Devan, begitu banyak perintah dan permintaan yang pemuda itu lontarkan agar Jasmine tertahan terus berada bersamanya.
"Kau lama sekali!" sosor Devan saat melihat Jasmine baru masuk ke dalam dengan membawa berbagai potongan buah.
"Maaf tuan!" ucap Jasmine dengan napas memburu bak baru saja mengikuti kejuaraan maraton. "Ini tuan," ujar Jasmine meletakkan buah di meja.
Devan pun bergerak menusuk buah di piring dengan garpu. Menyantap sembari sesekali melirik ke arah Jasmine yang matanya memerah menahan kantuk.
"Apa saya boleh pergi tuan!" ujar Jasmine. Uhg, ini sudah sangat larut.
"Kenapa? Kau tidak betah di kamar ini. Kau lelah setelah menghabiskan waktu seharian dengan Nathan," cibir Devan ketus.
“Tidak tuan!" ujar Jasmine cepat.
Devan mendengkus, mendengar ucapan Jasmine.
“Bantu aku naik ke tempat tidur!" titahnya tegas.
"Ha," sentak Jasmine seolah ia salah mendengar. Membantu Devan, berarti menyentuh tubuh pemuda itu. Oh astaga. Devan pasti tidak akan suka bersentuhan dengan pelayan sepertinya.
"Saya tuan!" ulang Jasmine.
"Iya siapa lagi!" Devan mendengkus. "Kau pikir bisa bebas semudah itu," batin Devan.
Jasmine menelisik kaki kanan Devan bekas kecelakaan beberapa waktu lalu.
"Bagaimana jika nanti saya tidak kuat memapah tuan! Tuan bisa jatuh," ragu Jasmine melihat tinggi badan mereka. sungguh kontras, Devan yang memiliki tinggi tubuh 185 cm sedangkan dia hanya 155 cm.
"Sudah Cepat! Kau ingin aku tidur di sofa ini!" seru Devan.
"Baik tuan!" kata Jasmine kemudian mendekat ke arah Devan. Jika Devan tidur itu berarti tugas selesai.
Jasmine akan memapah tubuh tinggi itu. Entah apa yang akan terjadi. Jasmine membungkukkan tubuhnya di hadapan Devan jarak mereka begitu dekat, Devan dengan jelas melihat wajah cantik Jasmine entah mengapa ada getar perasaan aneh di dalam dirinya.
Devan lalu mengulurkan tangannya, merangkul pundak Jasmine. Setelah merasa posisi rangkulan tangan Devan telah melingkar Jasmine perlahan berdiri. Jasmine sedikit kesulitan memapah tubuh tinggi itu dan sedikit oleng.
"Pegangan yang kuat tuan!" ujar Jasmine lalu melingkarkan tangannya di pinggang Devan agar pemuda itu tidak jatuh.
Devan tersentak melihat tangan Jasmine melingkar di pinggangnya hingga tubuh keduanya terhimpit, begitu dekat. Devan bisa merasakan aroma tubuh Jasmine. Aroma rambutnya yang lembut. Oh astaga dia terbuai, dia suka wangi itu. Devan menatap lekat Jasmine namun semakin menatap wajah itu semakin membuat terasa ada desiran panas menjalar di dalam tubuhnya.
Dengan susah payah akhirnya Jasmine berhasil membawa tubuh tinggi Devan ke bibir ranjang. Perlahan Jasmine melepaskan papahannya membaringkan tubuh pemuda itu. sedangkan Devan hanya diam mencoba menahan terjangan hasrat.
Namun, Ah sial mengapa dia jadi ingat dengan malam panas yang ia lalui dengan Jasmine betapa menggairahkannya tubuh itu ketika di bawah kungkungannya. Dorongan gairah laknat kembali membuat hasratnya meninggi.
"Tunggu sebentar tuan, saya akan merapikan bantal anda," ucap Jasmine lalu membungkuk merapikan bantal kepala Devan hingga dada Jasmine begitu dekat dengan Devan membuat kinerja jantung pemuda itu terpompa cepat. Devan menelan salivanya kelat, sisi kelaki-lakiannya telah bangkit mendesak di balik celana yang ia kenakan. Ada apa ini?
Ah tidak boleh. Dia harus menahan diri. Dengan cepat dia harus menguasai dirinya membuat pikiran gila itu.
"Sudah hentikan! Keluar dari kamar ini!" usir Devan. Akhirnya dia membebaskan Jasmine.
Like, coment ...