Setelah kematian Panca, kekasihnya tujuh tahun yang lalu. Andara mencoba menyibukkan diri untuk karirnya. Tidak ada ketertarikan untuk mengenal cinta.
Andara gadis muda yang cantik dan energik, dia berhasil menempati posisi manajer di sebuah perusahaan fashion. Usianya sudah memasuki 27 seharusnya memikirkan pernikahan. Akan tetapi belum ada lelaki yang bisa masuk ke hatinya.
Butuh waktu bagi Dara untuk membuka hati pada pria lain. Entahlah, ada magnet tersendiri membuat dia malas memikirkan pasangan.
Ervan Prasetya, pria matang yang punya jabatan bagus di perusahaan tempat kerja Andara. Mereka di pertemukan dalam sebuah kerja sama tim. bagaimana Tom dan Jerry mereka selalu bertengkar.
Tapi ternyata itu yang membuat Ervan makin penasaran dengan Dara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa ekprisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Selama perjalanan menuju ke Bandung, baik Dara maupun Ervan hanya diam saja. Mengingat perkataan sang sopir, kalau sang atasan memiliki riwayat jantung dia juga ingat sesuatu.
Jika dulu Evan pun mendapatkan donor jantung yang membuatnya terpaksa harus menikahi Kinara.
Dara hanya melemparkan pandangan ke arah jalanan. Dia belum berani bertanya banyak kepada Ervan.
Sesaat Dara berjaga jarak dari Ervan. Sungguh dia merasa seperti tidak asing. Namun, tidak berani berspekulasi tinggi.
Aku merasa seperti Kak Panca ada disini. Mungkin dia mau menjagaku dari alamnya.
Dara terbangun setelah hampir satu jam setengah tertidur di perjalanan. Tangannya meraba kursi di samping. Tak ada Ervan, terus ke mana perginya? Kenapa pria itu malah turun duluan tanpa membangunkannya? Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir mengingat kondisinya yang kurang sehat.
"Dia ke mana, sih? Udah sakit pakai sok-sok'an keluar dari mobil. Mana udaranya mau mendung pula," celoteh Dara dengan cemas. Tentu kalau terjadi sesuatu pada pria itu, dia yang akan kena getahnya.
"Loh, Non, kok, keluar?" tanya sang sopir.
"Pak Ervan mana, Pak?" tanya Dara balik.
"Pak Ervan ...." Sang sopir tidak melanjutkan ucapannya, takut jika salah berbicara.
Dara pun memandang ke arah gedung kecil di seberang sana. Tanpa pikir panjang kakinya bergerak melangkah ke seberang untuk mencari kendaraan Ervan.
Langkah kaki Dara mulai memasuki gedung yang menyerupai ruko. Dia tidak tahu jika ini sudah masuk area Jawa Barat apa belum. Pastinya rumah warga masih sedikit, ada ruko kecil yang saling berjarak jauh.
Dara merasa air hujan sudah mulai turun, tetapi yang di cari tidak menampakkan diri. Perasaan kesal terus menyelimuti hati, belum lagi dia harus segera sampai ke Bandung.
"Ya Allah, Pak Ervan. kamu di mana, sih?" gumam Dara masih mencari keberadaan atasannya, " Kalau dia sehat aku tidak masalah, tapi sudah jelas kondisinya abis drop. Sekarang malah cari penyakit, dasar Bapak rese!"
Di sisi lain, Evab baru saja menyelesaikan sholat jamaknya. Dia berencana untuk memesan makanan untuk di Bandung. Makanan yang siap disantap, namanya ubi cilembu.
Ervan sendiri lupa mengabari posisinya pada sang sopir. Niat hati ingin mampir ke sebuah ruko untuk mencari makanan, tetapi melihat orang lain menyantap ubi cilembu, minatnya pada makanan instan pun lenyap. Dia bertanya pada pria yang sedang menyantap ubi cilembu.
Setelah mendapat di mana penjualnya, Evan pun bergerak mengikuti arahan. Sementara cacing di perutnya sudah berdemo. Ya, walaupun tubuhnya sedikit lemas dia pun tetap mengganjal perut demi menjaga kesehatannya supaya tidak semakin drop.
"Pak, saya mau ambil pesanan ubi cilembu bakarnya."
"Ini, Pak. Maaf kalau menunggu lama. Tadi rame sekali, apalagi sekarang musim hujan. Banyak pelanggan."
Ervan memberikan uang berwarna merah. "Aduh, Pak. Ini banyak sekali. Kan, harganya cuma 30 ribu. Saya nggak punya kembalian," jawab penjual ubi cilembu sambil menunjukkan lacinya yang berisi uang warna biru dan merah, tidak ada pecahan yang dapat digunakan untuk kembalian.
"Kembaliannya ambil sama Bapak saja," kata Ervan.
Kemudian Ervan pergi sambil membuka ponselnya yang terdapat banyak panggilan tak terjawab dari sang sopir dan Dara.
"Den, Non Dara, pergi cari Den Ervan. Kayaknya dia cemas sekali."
Setelah membaca pesan singkat dari sang sopir membuatnya tersenyum kecil. Ervan kembali berjalan santai menuju mobil.
Begitu sampai Evan hanya dapat sambutan wajah muram dari perempuan cantik. Dia pun duduk di samping Dara.
"Hey, kenapa mukamu muram kayak gitu? Nanti nggak cantik lagi, loh." Ervan mencolek pipi Dara dan refleks mendapatkan tatapan tajam darinya.
"Bapak tadi ke mana? Saya sudah cari bapak kemana-mana, tapi nggak ada. Di telepon tidak diangkat. Bapak sendiri sedang kurang sehat, nanti kalau ada apa-apa gimana? Bisa-bisa jabatan saya yang jadi taruhannya, Pak. Ayo berangkat, tadi saya dapat kabar jam empat sore sudah ada di mess."
Dara mendumel tanpa memperdulikan reaksi dari atasannya yang terlihat kagum mendapatkan perhatian kecil darinya.
Ervan tersenyum, kemudian menyodorkan ubi cilembu yang dibelinya tadi. Namun, bukannya diterima Dara malah mengacuhkan dengan wajah yang masih kesal. Sementara sang sopir dan pria itu pun memilih menikmati santapan mereka.
"Kok, belum jalan, Pak? Udah, ayo, kita berangkat. Saya takut kena masalah di sana." Lagi dan lagi Dara mengingatkan tujuan perjalanan mereka yang sebenarnya, bukan untuk santai-santai seperti itu.
"Maaf, Non Dara. Sedari tadi saya perhatikan Anda tidak ada rasa hormat kepada Pak Ervan, bahkan beliau rela turun dari mobil untuk membelikan makanan. Beliau sampai memikirkan Anda yang belum sempat makan karena kasus pria mabuk tadi. Bukankah, seharusnya Anda tidak perlu bersikap seperti itu," kata sang sopir.
Dara terdiam. Benar apa yang dikatakan sang sopir, bahwa dia sepertinya sudah keterlaluan bersikap pada atasannya sendiri.
Padahal Evan sudah menyelamatkan Dara untuk yang kedua kalinya, sehingga membuat sang gadis merasa malu atas sikapnya tadi.
"Saya minta maaf, Pak. Bukan maksud saya mengatur Anda. Saya cuma takut tidak bisa mengejar waktu. Mohon jangan perpanjang masalah ini, Pak," ucap Dara sambil memasang tampangnya memelas.
Ervan hanya tertawa kecil melihat wajah panik Dara. Entahlah, dia malah terlihat bersemangat membuat gadis itu uring-uringan.
"Oke, saya maafkan kamu. Tenang saya tidak akan bawa soal tadi ke ranah kerja. Cuma ya, kamu harus bantu saya. Bisa?"
Dara menelan ludahnya. Dia berharap permintaan pak Ervan tidak aneh - aneh. "Ba-bantu apa, Pak? Jangan yang aneh-aneh."
"Nggak aneh, Kok. Cuma mau minta kamu bantu saya agar perjodohan kami batal. Gimana?"
Dara menggaruk-garuk kepalanya, "Itu sih, mudah. Bapak tinggal bilang sama Pak Hendro, tidak mau dijodohkan sama pilihan mereka. Simpel, 'kan?"
"Enggak sesimpel itu, Dara. Kalau saya bisa udah dari dulu dilakukan. Menggunakan Intan sebagai alasan. Nyatanya, Intan selingkuh. Aku tidak punya perasaan apa pun pada cewek itu."
"Bapak tinggal belajar mengenal calon pilihan mereka. Bapak pernah dengar pribahasa orang jawa, alon-alon asal kelakon. Artinya tak kenal maka tak sayang. Maka dari itu, dekati dulu calonnya baru bisa mengambil kesimpulan jika cocok ya, lanjut. Kalau nggak cocok ya, selesai. Saya yakin pak Hendro dan Bu Becca sudah punya penilaian lebih tentang Kinara. Ehh, Kinara 'kan namanya, Pak?"
"Kamu mah, gampang bicara seperti itu. Lah, ini 'kan, saya yang merasakan. Kamu pasti belum pernah dipaksa sama orangtua untuk menerima orang asing dalam hidup kam ...."
"Saya pernah diminta menerima pria yang disukai kedua orangtua, bahkan saat pria itu sudah menduda pun, mereka masih tetap merencanakan perjodohan kami. Dan, saya sudah sering tegaskan tidak akan pernah ingin menerima pria itu, Pak!"
"Apa orang itu yang jemput kamu di bandara sama anaknya?" tanya Ervan. Dara hanya menjawab dengan anggukan.
Kenapa rasanya aku senang sekali ya, ketika tahu kalau Dara berusaha keras menolak perjodohan dengan si duda?
"Jadi saya minta Bapak .... "
"Bagaimana kalau kita jodohkan saja mereka?"
"Hah!"
Dara terkejut bukan main, walaupun dia tidak suka tetap saja hati kecilnya tidak rela bila Rafael mendapatkan perempuan seperti Kinara.
"Jangan gila, Pak! Saya kenal kak Rafael dari kecil. Saya berharap dia mendapatkan pengganti mendiang istrinya yang lebih baik, tapi bukan berarti calon istri Bapak. Masih ada yang lebih baik daripada itu," balas Dara.
"Kamu cemburu dia dapat perempuan lain?" tanya Ervan.
"Enggak. Saya justru tidak mau dia mendapatkan perempuan asal-asalan untuk dijadikan ibu sambung Keyla. Saya kenal kedua orangtua Kak Rafael, mereka semua orang baik. Justru saya tidak melihat sisi keibuan dari calon istri bapak!" tegas Dara.
"Bagaimana kamu bisa tahu kalau Kinara tidak ada sisi keibuan dalam dirinya? Emang kamu kenal sama Kinara? Atau kamu lihat berdasarkan casing-nya?"
Dara hanya diam saja. Tidak mungkin dia menceritakan ke Ervan, jika Kinara adalah rivalnya mendapatkan cinta Panca.
"Gampang. Bapak tinggal PDKT sama Kinara supaya tahu seperti apa calon istri Bapak itu!" balas Dara.
yuk mampir sudah up
apa salah nya di coba dulu.
kebanyakan readers juga gak suka klo alurnya muter2 dan bertele tele thor🙏🏻
semangat yaaa 🥰🥰