Florin, yang baru saja mengalami patah hati, secara tidak sengaja bertemu dengan Liam, mantan ketua gangster yang memiliki masa lalu kelam. Dia terjebak dalam hasrat cinta semalam yang membuat gairah itu terus berlanjut tanpa rencana. Namun saat hubungan mereka semakin dalam, masa lalu Liam yang gelap kembali menghantui, membawa ancaman dan bahaya dalam kehidupan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Sisa-sisa kelam langit malam mulai memudar sepenuhnya, bercampur dengan gradasi jingga saat fajar yang perlahan mengambil alih. Embun tipis masih membekas di permukaan kaca jendela kamar, dengan pemandangan laut yang semakin tampak menawan di bawah cahaya matahari pagi yang bersinar terang.
Florin berdiri tegak di depan jendela kamar yang terbuka sedikit, dengan tirai yang bergoyang karena ditiup angin. Pandangannya tertuju jauh ke depan, pada lautan awan yang mulai memantulkan cahaya pagi yang menyilaukan matanya.
Dia masih menunggu, dia sudah menunggu hampir satu jam, berharap Liam akan segera kembali. Suara dentingan jam di ruangan itu terdengar samar-samar, menambah kesan akan kesunyian yang dalam dan terasa menyesakkan. Florin memendam kerinduan yang bercampur dengan rasa cemas dan bingung.
Florin merapatkan kedua tangannya di bawah dada, mencoba mengusir dingin yang mulai menyelinap di sela-sela kulitnya. Dia mengingat sesuatu, membuat pikirannya berputar dan bekerja dengan sangat keras tentang kata yang pernah ia dengar tentang Liam. Ingatan itu memenuhi benaknya dengan begitu luas.
"Monster," gumamnya pelan. Sudah dua orang yang mengatakan hal yang sama padanya, dengan nada takut yang tersirat dari suara mereka. Mata Florin menerawang memandang ke langit pagi yang mulai terang meskipun sedikit menyilaukan.
"Aku tak melihat sesuatu darinya yang bisa membuatnya menjadi monster, dia sangat peduli dan perhatian. Terlebih lagi dia sangat lembut padaku. Monster yang kutahu tak akan punya sifat seperti itu kan, apa mungkin itu saat dia masih seorang gangster.. Tapi tidak mungkin seseorang bisa berubah begitu saja kan." Florin menggigit bibir bawahnya selagi berpikir, hatinya berkecamuk antara rasa penasaran dan sedikit takut.
"Tuhan, apa sebenarnya rencana-Mu untukku? Apa pertemuan ku dengannya adalah bagian dari rencana-Mu itu... Aku bahkan tak ingin memikirkan pria manapun setelah Alex selingkuh dariku, mereka bahkan punya anak. Tapi Liam berbeda, begitu dia memelukku, aku tak ingin lepas. Aku ingin terus berada dalam pelukannya. Seperti candu bagiku."
Florin menutup matanya, berusaha menenangkan pikirannya yang menyalak keras di kepalanya ingin sebuah keputusan. Dia mencoba memikirkan pilihan terbaik setelah semua yang telah terjadi padanya dan hal-hal baru yang mulai dia ketahui tentang Liam.
Apakah dia akan melanjutkan pernikahannya dengan pria itu? Atau—dia akan berhenti sekarang, sebelum semuanya menjadi lebih rumit atau mungkin bisa jadi lebih berbahaya.
Florin membuka matanya perlahan, dia hampir mencapai keputusan untuk memilih namun tiba-tiba terdengar suara pintu kamar yang terbuka pelan. Florin sontak berbalik. Mata cokelatnya bertemu dengan sosok Liam yang berdiri di ambang pintu.
Tanpa peringatan, pria itu melangkah cepat ke arahnya dan memeluknya erat. Pelukan yang selama ini membuatnya merasa aman, tapi kali ini berbeda, ada sesuatu yang lain dari biasanya. Ada aroma aneh yang menguar dari tubuh Liam, seperti bau besi yang tajam dengan sedikit amis. Darah?
Florin menelan ludah, tapi wajahnya tetap tenang. Pikirannya mulai membayangkan hal-hal yang tak seharusnya dia pikirkan tentang Liam. Dan saat-saat seperti ini, tidak bijak untuknya menunjukkan keraguan pada pria yang sudah dia tunggu dari tadi. "Kau darimana saja?" ucapnya pelan, suaranya terdengar serak dan teredam di dada Liam.'
Pelukannya mulai melemah, Liam mulai menjalari rambut Florin dengan jemarinya dan mengelusnya pelan penuh kasih. "Maaf," jawabnya singkat, namun suara beratnya terasa hangat di telinga Florin. Dia tak ingin memperkeruh suasananya, yang jelas pria itu sudah kembali dan dia bisa tenang.
"Tapi Liam, kita dimana?" tanya Florin bersamaan dengan gerakan tubuhnya yang menjauh dan menciptakan jarak di antara mereka.
"Kami menyebutnya rumah besar, kami dibesarkan disini." jawab Liam berusaha menjelaskan sedikit.
"Kami? Apa berarti yang lain juga begitu?" rasa penasaran Florin selalu tak bisa di tahannya.
"Kau keluar?" Ekspresi Liam yang penuh kehangatan langsung berubah menjadi cemas dan perhatian, dia merangkap wajah Florin dalam telapak tangannya. Dia memeriksa wanita itu dari atas sampai bawah. "Kau bertemu dengan siapa? Tidak ada yang menyentuhmu kan?" Liam memastikan lagi.
Florin tampak berpikir, dia mengingat Jarrel yang menarik tangannya tapi dia rasa itu bukan sesuatu yang bisa di adukan pada Liam. "Tidak ada, aku hanya keluar sebentar mencari mu."
"Kau sudah merindukanku?" Liam tampak tersenyum senang sementara Florin menunduk malu karena isi hatinya ketahuan.
Muah.
Liam mengecup singkat bibir Florin, wanita itu sedikit terkejut tapi tak marah. Dia meraih pergelangan tangan Liam, tangannya masih menempel lembut di pipinya. Florin mendekatkan wajahnya dan sedikit mengangkat telapak kakinya dari lantai, dia mencium pria itu. Dia ingin membalas ciuman Liam. Tanpa dia sadari dia sudah membangkitkan sesuatu dalam diri pria itu.
"Kau yang memulainya," dengan cepat, dalam satu kedipan mata saja. Bibir mereka terpaut dengan begitu erat seakan menjadi satu bagian yang sukar di pisahkan. Ciuman Liam penuh hasrat yang begitu dalam dan tak tertahan. Florin tampak tak menolak dirinya, wanita itu bahkan seakan menarik dirinya semakin jauh dan ingin melakukan lebih.
Florin melingkarkan tangannya di leher Liam, merangkul pria itu berada dalam dekapan tangannya yang kecil. Tubuhnya terangkat, Liam bisa mengangkat tubuh wanita itu dengan mudah. Ciuman mereka masih berlangsung hingga Liam menghempaskan Florin dengan lembut di atas kasur, membuat ciuman mereka terjeda sebentar.
Cahaya lembut matahari pagi mulai menyeruak masuk di balik tirai jendela kaca, menyentuh otot-otot Liam yang tampak berkilau di bawah cahayanya. Liam membuka kaos yang dia pakai sebelum melanjutkan ciumannya.
Tanpa aba-aba apapun kedua tangan Florin berada di atas kepalanya, Liam menahannya dengan satu tangan sementara tanganya yang lain menyusuri tiap lekuk tubuh Florin. Bibir mereka terlepas, nafas Florin terengah-engah dan wajahnya memerah. Tapi Liam, dia masih melanjutkan kegiatan. Bibirnya bergerak turun ke leher wanita itu.
Krrrttt.
Bunyi yang tidak asing, ini kedua kalinya Liam mendengarnya. Suara yang keluar dari perut Florin. "Lagi?" ucap Liam kecewa namun di selingi dengan tawa kecil. Wajah Florin yang memerah menjadi semakin merah seperti tomat. Begitu menggemaskan, tapi Liam tak bisa melanjutkannya. Wanita yang lapar yang akan bisa bertahan berada di bawahnya.
Liam bangkit berdiri, "Mandilah, aku sudah meminta Reiga untuk menyiapkan pakaian untukmu." Tatapan Liam beralih pada jam dinding yang menempel di dekat lemari. "Sarapannya akan siap sebentar lagi, muah." Satu kecupan penutup di bibir Florin sebelum pria itu berjalan menjauh dan tiba-tiba keluar dengan cepat. Seakan tak terjadi apapun di antara mereka, sementara Florin masih terbaring lemas seakan masih merasakan tiap sentuhan Liam di tubuhnya yang membekas.
...----------------...