NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Mengajakmu Menikah?

🍃🍃🍃

Rashdan berhenti melangkah di hadapan Hafsah. Ponsel di tangan gadis itu digapai Rashdan, melihat sambungan telepon terakhir yang masuk, yaitu dari Raihan. Pria itu menaruh ponsel tersebut di atas meja, lalu duduk di samping Hafsah dengan kedua tangan berada di kedua tempurung lututnya. 

Jiwa Hafsah diburu oleh ketakutan yang membuatnya tampak tegang. Namun, rasa lega muncul setelah melihat senyuman ringan di bibir dan dari sorot mata yang ditunjukkan Rashdan. 

“Kadang-kadang pria ini tidak bisa ditebak,” ucap Hafsah di dalam hati. 

“Dia mengajakmu menikah?” tanya Rashdan. 

Hafsah manggut-manggut, seperti kebiasaannya jika tidak bersuara. 

“Hmm … benarkah acara seperti tadi baru kali ini terjadi? Tidak heran mengapa pesantren ini terkenal dengan kecerdasan muridnya dan terdengar menakutkan akan tata tertibnya.”

Ustaz muda itu menoleh ke kiri, menatap Hafsah tanpa berkedip, menggerakkan jantung Hafsah berdetak lebih cepat.  Pandang dengan cepat dialihkan oleh gadis itu sampai berdiri, berjalan menuju kamar mandi karena salah tingkah.

Ponsel Hafsah kembali berdering, tapi bukan dari orang yang sama. Icha menghubungi nomor gadis itu. Suara dering telepon dikenali Hafsah berasal dari ponselnya yang membuatnya hendak keluar dari tempat itu. Tetapi, ia benar-benar ingin buang air kecil dan tidak bisa ditunda. 

Di luar kamar, Rashdan mengambil ponsel itu karena Hafsah tidak kunjung terlihat keluar dari kamar mandi.

“Hafsah …! Maaf, aku terlambat mengucapkannya. Selamat ulang tahun …! Semoga sehat selalu, panjang umur, rumah tangganya sakinah mawadah warahmah dan semoga dapat momongan dalam waktu dekat. Ustaz Rashdan sudah meresmikan dirimu, kan …?” Icha bercanda di akhir perkataannya.

“Assalamualaikum,” ucap Rashdan.

Icha terperangkap kaget. Gadis cerewet itu diam membeku setelah tahu orang yang mengangkat sambungan teleponnya adalah Rashdan. 

“Mati aku. Niat mengagetkan dengan ucapan malah berakhir begini,” kata Icha dalam hati dengan perasaan merasa malu.

“Ustaz Rashdan? Hehehe. Hafsah di mana, Ustaz?” tanya Icha.

“Di kamar mandi. Nanti kamu bisa hubungi lagi. Assalamualaikum,” ucap Rashdan dan memutuskan sambungan telepon. 

“Tidak.” Icha kaget. “Baru saja aku berbicara dengan Ustaz Rashdan. Aku benar-benar berbicara dengannya, kan?” Icha berteriak girang karena berbicara langsung dengan ustaz muda idola kaum hawa muslimah itu. 

Rashdan menaruh kembali ponsel dalam genggamannya di atas meja, lalu membaringkan badan di atas kasur dengan mata memandang langit-langit kamar yang semakin lama semakin membuatnya mengantuk. Pada akhirnya pria itu tertidur, kehilangan kesadaran sebelum Hafsah keluar dari kamar mandi. 

***

Jam menunjukkan pukul satu dini hari. Rashdan terbangun dari tidurnya. Pria itu duduk dan mengusap wajah sambil menoleh ke kiri di mana Hafsah seharusnya berbaring, tetapi istrinya itu tidak ada di sampingnya. Rashdan mengarahkan pandangan ke pintu kamar mandi yang ditutup, menebak Hafsah di sana sambil menuruni kasur. 

“Hafsah …!” panggil Rashdan dengan suara pelan, seketika susana sedikit horor karena sunyinya malam.

Pintu kamar mandi diketuk Rashdan beberapa kali dan kembali memanggil Hafsah setelah sadar pintu itu dikunci dari dalam. Kejanggalan dirasakan Rashdan, rasa cemas mulai menghantui jiwanya. Bergegas Rashdan mendobrak pintu dan menemukan wujud Hafsah tidak sadarkan diri di lantai kamar mandi.

“Hafsah,” lirih Rashdan, kaget, dari pintu kamar mandi. 

Bergegas pria menghampiri Hafsah, membopongnya, membawa gadis itu keluar dan beralih dibaringkan di atas kasur. Dengan pelan Rashdan menepukkan tangan kanannya di bahu kiri Hafsah sambil memanggil lembut gadis itu. 

Perlahan Hafsah membuka mata bersama suara desis kesakitan. Rashdan baru melihat dan sadar penyebab hilangnya kesadaran istrinya itu karena terbentur yang diduga diawali oleh insiden terpeleset. 

“Kenapa?” tanya Rashdan. 

“Kepalaku sakit.” Hafsah memegang dahinya. 

“Kami terpeleset?” 

Hafsah mengingat kejadian sebelumnya. Beberapa jam yang lalu, sejak memasuki kamar mandi, ia belum keluar karena terpeleset seperti dugaan Rashdan. Kakinya tidak sengaja menginjak tumpahan sampo di lantai dan terpeleset, lalu kepalanya terbentur di dinding saat berusaha menyeimbangkan badan agar tidak terjatuh. 

“Iya. Sakitnya,” ucap Hafsah sambil memegang dahinya yang lebam.

Rashdan tertawa ringan melihat tingkah Hafsah, sekaligus karena membayangkan istrinya itu berada di kamar mandi selama ia tidur beberapa jam lalu. Dahi Hafsah mengerut kesal melihat tawa ringan Rashdan, bibirnya mulai manyun, ngambek. 

“Maaf,” ucap Rashdan, tahu Hafsah ngambek. 

“Sini. Biar aku obati.” 

Pria itu menarik salah satu laci meja, mengambil sebuah kotak obat dan mengambil obat jenis salep. Jari telunjuk Rashdan mengolesi lebam di dahi Hafsah dengan lembut bersama gerakan memutar. Bibir Rashdan masih mempertahankan senyuman sejak tadi karena merasa konyol dengan tingkah sang istri yang terasa sedikit kekanak-kanakan. 

Sejenak Hafsah diam dengan mata menatap lama tanpa berkedip loteng. Ekspresinya membuat Rashdan memudarkan senyuman dan penasaran.

“Kenapa?” tanya Rashdan. 

“Lupa. Pasti sekarang sudah banyak yang keluar,” ucap Hafsah dalam hati. 

“Bukan apa-apa,” balas Hafsah, tersenyum cengengesan. “Ustaz bisa lanjut tidur.” Hafsah berusaha membuat Rashdan kembali tidur dan setelah itu ia bisa kembali ke kamar mandi untuk memakai pembalut 

Gadis itu baru sadar ia tengah haid setelah salat Isya tadi. Karena dirasa belum keluar banyak, Hafsah mengabaikannya ketika acara tadi tengah berlangsung.

“Lalu, mengapa begitu?”

“Bukan apa-apa, Ustaz.” Hafsah duduk. “Sekarang ustaz tidur.” Hafsah menarik tangan Rashdan dan menepuk kasur di sampingnya. 

Perkataan Hafsah diikuti Rashdan. Pria itu beralih ke sisi lain kasur, membaringkan badan di samping Hafsah dan menatap langit kamar bersama perasaan sedikit aneh dengan situasi itu. 

“Tidur,” ucap Hafsah. 

“Kamu juga. Tidak ada yang perlu dibawa ke rumah sakit, kan?” 

“Tidak.” Dengan cekat Hafsah menjawabnya. 

Rashdan memejamkan mata. Namun, beberapa detik kemudian, kedua bola matanya kembali dibuka karena teringat Icha yang tadi berbicara dengannya. 

“Icha menghubungimu tadi. Dia mengucapkan selamat ulang tahun untukmu.” 

“Benarkan. Hehehe.” Hafsah terkekeh yang membuat Rashdan semakin aneh. “Dia memang begitu.”

Rashdan memutar badan ke arah Hafsah dan menatapnya dengan mata menyelidik, mencoba menerawang sesuatu. 

“Mengenai nafkah batin. A–” Hafsah bergegas menyergap. 

“Aku tahu ustaz tidak bisa melakukannya. Sudahlah, jangan dipikirkan,” ucap Hafsah, masih dengan tawa ringannya. 

“Tidak bisa?” 

Rashdan salah paham dengan maksud Hafsah. Gadis itu bermaksud mengatakan tidak bisa karena Halma. 

“Iya.” Dengan polos Hafsah membalas karena juga salah paham dengan pertanyaan pria itu. 

Rashdan langsung mengungkung tubuh Hafsah dan menatap wajah gadis itu yang kaget sampai terdiam dengan tubuh membeku. Jantung Hafsah berdegup kencang dan napasnya berderus kencang sampai dadanya turun-naik dalam durasi cepat. Saat itu Rashdan tampak tidak sadar dengan tingkahnya.

Kedua telapak tangan ditempelkan Hafsah ke dada Rashdan, lalu mendorongnya dengan pelan sambil tertawa ringan seperti orang bodoh. 

“Ustaz mau apa?” Hafsah berpura-pura tidak mengerti. 

Kesadaran sekitar masuk ke diri Rashdan. Pria itu menghela napas dengan posisi badan masih mengungkung Hafsah. Ketika hendak bangkit, Hafsah memeluknya karena di waktu bersamaan lampu kamar mati, membuat gadis itu kaget dan ketakutan. 

1
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!