Balas Dendam seorang istri yang tersakiti.
Mentari tidak menyangka jika suami yang di cintainya selama ini ternyata berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Perlahan rasa cinta itu mulai hilang dan berubah menjadi kebencian. Balas dendam adalah jalan satu-satunya untuk membalaskan rasa sakit yang di rasakan oleh Mentari selama ini.
Di sisi lain, Jhonatan Alfarizzy pria berusia 31 tahun, laki-laki masa lalu Mentari datang kembali dalam kehidupannya. Laki-laki yang begitu mencintainya dan laki-laki yang rela melakukan apa pun untuk mendapatkan Mentari, perempuan yang sudah lima tahun pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Cerita ini tidak menarik, cerita yang membosankan dan bikin darah tinggi. Untuk yang penasaran, silahkan di baca ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perusahaan J-A Group
Keesokan harinya.
Hari ini adalah hari pertama bagi Jhon menginjakkan kakinya di perusahaan sang papa yang kelak akan menjadi miliknya. Jhon berjalan dengan gayanya yang elegant. Di sampingnya ada Egi si manusia kaku yang tidak pernah menebarkan senyumannya kepada siapapun termasuk para karyawan yang berada di perusahaan itu.
Para karyawan yang melihat kedatangan Jhon pun seketika terpesona oleh ketampanan putra pemilik perusahaan J-A Group itu. Mereka saling berbisik dan bertanya-tanya tentang Jhon, si laki-laki tampan yang baru saja mencuri perhatian kaum hawa yang ada di perusahaan tersebut.
"Ekhmmm. Perhatian semuanya." Suara pak Calvin membuat para karyawan tersebut terdiam sambil menatap ke arah bos besarnya itu. Mereka sangat penasaran mengapa bosnya itu meminta mereka untuk berkumpul di lobi perusahaan? Dan siapakah laki-laki tampan yang kini sudah berdiri tepat di samping bos mereka? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala para karyawan tersebut.
"Perkenalkan, ini adalah Jhonatan putra saya Satu-satunya. Mulai hari ini, dia akan menggantikan saya untuk menjabat sebagai pimpinan perusahaan ini." Ucap pak Calvin membuat para karyawan tersebut tercengang menatap tidak percaya jika laki-laki yang mereka gosipkan tadi adalah putra Satu-satunya bos perusahaan itu.
"Gila dia putra pak Calvin yang selama ini berada di luar negeri?"
"Iya, betul. Gak nyangka kalau putranya pak Calvin sangat tampan seperti itu."
"Gue jadi tambah betah kerja di sini."
"Sssst.... Diam! Jangan berisik." Ucap sang manager sambil menatap tajam para bawahannya itu.
Para karyawan tersebut seketika terdiam, mulutnya terkunci rapat meskipun hatinya masih ingin bergosip ria.
"Jhon, perkenalkan dirimu sama mereka." Perintah pak Calvin yang mendapat anggukkan kepala dari putranya itu.
"Ekhmm. Perkenalkan saya Jhonatan, seperti yang papa saya bilang, mulai hari ini, saya adalah bos kalian. Saya tidak suka dengan karyawan yang bermalas-malasan, dan juga tukang gosip, Paham." Tegas Jhon sambil menatap tajam para karyawan tersebut satu persatu.
"Astaga, Jhon. Kamu ini memperkenalkan diri sebagai bos, apa sebagai penjahat?" Ucap pak Calvin sambil menatap putranya itu.
"Yang penting mereka sudah tahu siapa bosnya sekarang, pah. Sudahlah, aku mau ke ruanganku dulu." Pamit Jhon lalu bergegas pergi meninggalkan sang papa beserta para karyawannya yang masih berdiri di tempatnya masing-masing.
Jhon terus berjalan tanpa memperdulikan bisikan-bisikan para karyawannya tersebut, ia hanya ingin segera tiba di dalam ruangannya.
Beberapa detik kemudian, langkah kaki Jhon terhenti di depan sebuah lift yang hanya dapat di gunakan oleh pemilik beserta asisten perusahaan tersebut.
Jhon hendak menekan tombol lift itu, namun secepat kilat Egi sudah mendahuluinya. Dengan wajah yang menurut Jhon sangat menyebalkan, Egi pun berkata. "Silahkan, bos. Pintu liftnya sudah terbuka." Ucap Egi sambil memperlihatkan senyuman kakunya yang seperti kanebo kering.
"Lebih baik kau tidak tersenyum, karena itu sangat menyebalkan." Jhon segera masuk ke dalam lift tersebut, ia tidak memperdulikan tampang Egi yang sudah kembali datar karena ucapannya itu. "Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Cepat masuk!" Perintah Jhon dengan intonasi yang tinggi membuat Egi sedikit terkejut dan segera masuk ke dalam lift itu.
Egi segera menekan tombol lift yang akan membawanya ke lantai 19, tempat dimana ruangan Jhon berada. Di dalam lift, tidak ada yang bersuara sama sekali, kedua manusia itu seperti patung hanya berdiri diam dengan tatapan mata lurus ke depan.
Tidak membutuhkan waktu yang lama lift itu sudah berhenti di lantai 19. Jhon segera keluar ketika pintu lift itu terbuka, begitu pun juga dengan Egi, ia segera keluar dan menyusul sang bos yang hampir tiba di depan pintu ruangannya.
"Cepat, buka pintunya." Perintah Jhon ketika Egi sudah berdiri di sampingnya.
"Baik, bos." Jawab Egi cepat.
Egi segera membuka pintu tersebut hingga pintu itu terbuka lebar. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Jhon pun langsung melangkahkan kedua kakinya masuk ke dalam ruangannya. Ia berjalan menuju kursi kebesarannya sambil melepaskan jas yang melekat di tubuhnya.
Jhon meletakan jas itu di kepala kursinya, kemudian ia pun duduk. "Letakkan saja berkasnya di atas meja, dan kau boleh keluar." Ucap Jhon sambil menatap datar asistennya itu.
Egi menganggukkan kepalanya pelan, ia pun segera meletakkan berkas-berkas yang harus di periksa dan di tanda tangani oleh Jhon di atas meja. "Kalau begitu saya permisi dulu, bos." Pamit Egi yang mendapat anggukkan kepala dari Jhon. Setelah itu, Egi pun langsung pergi membawa kedua kakinya meninggalkan ruangan Jhon. Setelah kepergian Egi, Jhon pun mulai meraih berkas itu satu persatu, lalu meneriksanya, kemudian menandatanganinya.
***
Mentari menatap dirinya dari balik cermin, ia terlihat sangat cantik mengenakan pakaian casual yang sangat cocok dengan kulitnya yang putih. Serta tubuhnya yang tinggi layaknya seorang model terkenal.
Mentari tersenyum, hari ini ia berencana untuk pergi ke sebuah cafe tempat yang menjadi favoritnya. Meskipun sebelum berangkat suaminya sudah melarang dan menyuruhnya untuk tidak pergi kemana-mana, namun bukan Mentari namanya jika ia harus mendengar ucapan sang suami yang sudah tega mengkhianatinya itu.
Mentari meraih tas kecil miliknya, kemudian ia memasukkan ponselnya ke dalam tas tersebut, lalu setelah itu Mentari pun pergi melangkahkan kedua kakinya keluar dari dalam kamarnya. Mentari berjalan menuruni anak tangganya satu persatu, si bibi yang melihat Mentari pun segera menghampirinya.
"Non Mentari mau pergi?" Tanya si bibi sangat sopan.
"Iya, bi. Aku bosan di rumah terus." Jawab Mentari seperti biasanya selalu memperlihatkan senyumannya yang manis meskipun hatinya sedang hancur.
"Non Mentari sudah minta izin sama mas Alex?" Tanya si bibi lagi membuat Mentari harus menghembuskan nafasnya panjang.
"Sudah, bi. Bibi tidak perlu khawatir, ok. Yasudah sekarang aku pergi dulu ya, bi." Ucap Mentari sambil menepuk pundak si bibi dengan pelan. Sebelum si bibi membuka mulutnya, Mentari sudah pergi melangkahkan kedua kakinya, sementara si bibi, hanya dapat menatap kepergian Mentari tanpa bisa mencegahnya.
Bersambung.