Sejak kecil Rea seorang anak tunggal terlalu bergantung pada Jayden. Laki-laki sok jagoan yang selalu ingin melindunginya. Meskipun sok jagoan dan kadang menyebalkan, tapi Jayden adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Rea dalam keadaan apapun. Jayden selalu ada di kehidupan Rea. Hingga saat Altan Bagaskara tidak datang di hari pernikahannya dengan Rea, Jayden dengan jiwa heroiknya tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pengganti mempelai pria. Lalu, mampukah mereka berdua mempertahankan biduk rumah tangga, di saat orang-orang dari masa lalu hadir dan mengusik pernikahan mereka?
Selamat Membaca ya!
Semoga suka. 🤩🤩🤩
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Budi Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 27
"San, sekarang juga kamu pergi ke hotel L' Amore Park City. Temui klien kita dan sampaikan kalau saya tidak bisa datang."
"Ha? Sekarang Pak?"
"Kamu nggak dengar tadi saya bilang apa?" Hardik Jayden sambil menginjak gas saat lampu lalu lintas berubah hijau. Lelaki itu sudah tak bisa lagi bersikap lemah lembut di situasi seperti ini.
"I - iya, pak. Saya ke sana sekarang. Tapi, berkasnya ...."
"Ah, iya." Jayden menggigit sudut bibirnya, baru ia menyadari kalau berkas yang dibawanya tadi tertinggal di restoran.
"Temui saja dulu klien kita, soal berkas itu, biar nanti saya yang urus."
"Baik, Pak," sahut Shanty patuh. Sesaat kemudian sambungan telpon itu tertutup. Membuat Jayden kembali fokus pada kemudi.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam karna macet, akhirnya Jayden sampai di rumah sakit. Pria itu berlarian di koridor, sambil berusaha menghubungi Vins untuk menanyakan di mana Rea berada.
"Rea di mana?" Tanya Jayden begitu sambungan telponnya tersambung.
"Kenapa?"
Seketika langkah terhenti saat mendengar suara Rea di ujung sana. Pria itu membungkuk memegangi lututnya sambil mengambil napas.
"Kamu di mana?"
"Di IGD."
Begitu mendengar jawaban Rea, lelaki itu segera mematikan telpon dan berlari menuju ruang IGD.
Usai menarik napas panjang, Jayden mendorong pintu IGD di hadapannya, dan mencari sosok yang sejak tadi membuatnya hampir mati karna ketakutan. Takut terjadi apa-apa pada Clareance.
"Mas Jayden!" Seru Vins di sudut ruangan IGD. Lelaki gemulai itu melambai pada Jayden yang bergegas menghampirinya.
"Ati-ati, Mas. Mbak Rea lagi dalam mode singa," bisik Vins sambil melirik ke arah atasannya.
Gadis itu sedang duduk bersandar di kepala ranjang rumah sakit. Selang infus menggantung di sebelah tangannya. Dan wajah manisnya tampak pucat tak bertenaga.
Perlahan Jayden mendekat, membuat tatapan Rea beralih padanya.
"Ngapain kamu ke sini?"
Jayden tak langsung menjawab, pria itu duduk di tepi ranjang. Menatap wajah Rea dengan mata sendu yang hampir membuat Rea tak berdaya di buatnya. Lalu, lelaki tampan itu mengulurkan tangan mengusap wajah Rea yang menatapnya dengan bibir mengerucut.
"Bisa nggak sih, kamu berhenti bikin aku khawatir?" Lirih Jayden, hampir seperti bisikan. "Aku nggak bisa kayak begini terus, Rea."
"Maksud kamu?"
Jayden terdiam sesaat, bibirnya terlipat sebelum membuka dan mengucapkan sesuatu yang membuat jantung Rea terlewat satu detakan.
"Menikahlah denganku. Aku nggak sanggup melihatmu dimiliki laki-laki lain."
Kedua mata Clareance mengerjap. Ia gigit bibirnya kuat-kuat demi menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak sedang bermimpi.
"Jayden ...."
"Aku minta maaf, karna aku pernah menolakmu. Tapi, aku sama sekali nggak bermaksud menyakiti hatimu, Rea. Aku ... Aku hanya takut pada perasaanku sendiri.
Rea membuang napas ke samping. Entah kenapa tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Bahkan untuk menelan saliva saja rasanya sakit bukan main.
"Rea, ...."
"Sudah terlambat, Jayden. Kamu pikir apa yang bisa kulakukan setelah kamu mengatakan semua ini? Apa yang kamu harapkan dariku? Undangan pernikahan kami sudah di sebar, sebentar lagi aku akan menikahi Altan. Kamu tahu itu kan?" Ucapnya pedih.
Sementara Jayden hanya bisa menggertakkan rahang, menahan luapan emosi yang hampir meledakkan kepalanya.
"Seandainya aku mengatakannya lebih awal, apa kamu akan menerimaku?"
Clareance menggeleng. "Kamu sendiri yang bilang, kalau di antara kita nggak boleh ada hubungan apa-apa selain pertemanan. Kamu sendiri yang bilang kalau aku bukan tipemu. Jujur, aku nggak yakin sama semua omong kosong itu, Jayden. Aku tahu kamu suka sama aku, tapi kamu bersikap seperti pengecut! Dan aku nggak mau menikah dengan pria seperti itu," tegas Clareance, membuat Jayden terdiam.
"Satu hal yang perlu kamu tahu, Jayden. Aku sangat mencintai calon suamiku. Apa pun yang kamu katakan sekarang nggak ada artinya buat aku."
"Juga tentang ciuman itu? Apa itu sama sekali nggak ada artinya buatmu?" Tanya Jayden dengan tatapan putus asa.
Rea menggeleng kuat, berusaha menutupi perasaannya sendiri. Bahwa ciuman itu memang sangat berkesan dan sempat mempengaruhi perasaannya terhadap Altan. Namun, Rea tak ingin mengakuinya. Dia tak mau memberikan harapan kosong pada Jayden, karna sebentar lagi dia akan di persunting oleh pria lain.
"Pergilah, Jayden. Aku nggak mau Altan melihatmu di sini."
"Kamu yakin dia akan datang?"
"Asistenku sudah menelponnya."
"Apa dia menjawab telponnya? Bukankah dia sedang sibuk berduaan dengan perempuan lain?"
Plak!
Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kanan Jayden, membuat lelaki itu memejam. Bukan bekas tamparan itu yang membuatnya meringis kesakitan, melainkan luka hatinya.
Melihat betapa Rea sangat mempercayai Altan sungguh membuat Jayden terluka. Padahal, dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Altan sedang bersama perempuan lain.
Dia hanya tak ingin melihat Rea merasakan sakit hati lagi, karna di khianati untuk yang kesekian kalinya oleh pria brengsek seperti Altan.
"Jangan coba-coba memprovokasiku, Jayden. Aku percaya Altan setia padaku. Kalau tidak, untuk apa dia mengajakku menikah? Aku yakin dia tidak sedang main-main. Jadi, berhentilah mengganggu hubungan kami."
"Jadi, sekarang kamu menganggapku pengganggu? Setelah apa yang telah kita lalui bersama selama ini, dan hanya demi laki-laki itu kamu tega menyebutku pengganggu?"
"Laki-laki itu calon suamiku, Jayden! Kamu paham nggak, sih? Kamu maunya aku harus bagaimana? Apa aku harus menerima pernyataan cintamu dan membatalkan pernikahanku dengan Altan?!" Teriak Clareance dengan mata membulat, membuat seseorang yang baru saja datang terkejut saat mendengar ucapannya.
###
"Ada apa ini? Pernikahan siapa yang batal?" Suara Selena yang muncul dari balik tirai yang memisahkan ranjang satu dengan yang lainnya di ruang IGD mengejutkan Jayden dan Clareance.
Keduanya sontak menutup mulut, bungkam seribu bahasa dan hanya bisa saling melempar tatapan dalam diam.
"Mami dengar kalian bertengkar, nyebut-nyebut soal pernikahan. Memangnya, pernikahan siapa yang sedang kalian bahas?"
Lagi-lagi Jayden melirik Clareance. Lelaki itu hampir membuka mulut untuk menjelaskan, saat seorang suster datang mengalihkan perhatian.
"Pasien atas nama Clareance Nuansa Aldinaya. Setelah infusnya habis, di perbolehkan langsung pulang, ya?" Kata suster tersebut dengan senyum ramah, sebelum ia berlalu pergi untuk mengunjungi pasien lain.
"Mami ngapain sih ke sini? Rea nggak kenapa-kenapa, kok," gerutu Rea yang dibalas helaan napas oleh Maminya. Gadis itu masih tak mau menatap Jayden, dia masih kesal dengan lelaki itu.
"Kamu kenapa, sih, Rea? Marah-marah mulu setiap hari. Cepat tua, loh."
"Biarin," sahut Rea tak peduli. Rasanya dia ingin sekali mencabut selang infus yang menempel di tangannya dan pergi dari ruangan itu.
Berada di satu ruangan dengan lelaki yang baru saja mengutarakan perasaannya pada Rea, membuat gadis itu sedikit canggung. Apalagi dia tidak tahu, apakah ucapan Jayden tadi bisa di percaya.
Rea tahu sepak terjang Jayden saat menggoda seorang wanita. Siapa tahu pria itu hanya ingin menjajal pesonanya pada Rea dan tidak berniat serius dengan semua ucapannya.
"Jayden, makasih ya sudah datang dan perhatian sama Clareance," ucap Selena tak ingin terlalu menanggapi putrinya yang sedang kesal. Entah kenapa gadis itu kesal, mungkin terlalu lelah dengan pekerjaan dan persiapan pernikahannya, pikir Selena.
"Iya, Tante. Kebetulan tadi Jayden lewat sini, jadi sekalian mampir."
Clareance hampir tersedak ludahnya sendiri saat mendengar ucapan Jayden. Lelaki itu benar-benar pandai mencari alasan.
"Mam, aku pulang bareng Mami, ya. Setengah jam lagi kayaknya sudah habis infusnya."
"Nggak usah, Tante. Biar Jayden yang nganterin Clareance. Kalau Tante sibuk, pulang saja duluan. Jayden bisa jagain Rea di sini."
"Beneran?" Selena memekik girang.
Jayden mengangguk serius.
"Sebenarnya, Tante ada acara makan malam sama rekan bisnis Papinya Rea di dekat sini. Tapi kamu tahu sendiri kan? Jalanan jam segitu tuh lagi macet-macetnya. Tante bisa terlambat kalau nggak berangkat sekarang."
"Maaam," rengek Rea, merasa kesal karna Selena lebih mementingkan acara makan malam dari pada mengantar putrinya pulang.
"Kamu sendiri yang bilang, kalau Mami nggak perlu ke sini. Lagian kamu cuma kecapean, sama lapar belum makan dari pagi."
"Kata siapa?" Belalak Rea, takut ketahuan Jayden.
"Vins yang bilang," jawab Selena enteng. "Ya, sudah. Mami pergi dulu. Kamu aman kalau sama Jayden," sambungnya sambil menepuk pelan pundak Jayden.
Lelaki itu hanya tersenyum dan sesekali melirik Rea yang cemberut.
"Oh, ya, Jayden."
"Iya, Tante."
"Ajak Rea makan malam, dia nggak akan mau makan kalau nggak ada yang maksa. Kalau perlu suapi dia. Tante sudah berkali-kali melarangnya diet ketat. Tapi, kamu tahu sendiri kan bagaimana keras kepalanya Clareance," sindir Selena sambil menatap putrinya.
"Tenang saja, Tante. Nanti Jayden suapi dia," sahut Jayden dengan senyum terkulum.
Sesaat kemudian, setelah memeluk dan mencium kedua pipi putrinya. Selena benar-benar pergi. Tak peduli Rea merengek memintanya untuk tetap tinggal.
Selena merasa tidak perlu menanggapi rengekan putrinya karna ada Jayden yang menjaga Clareance.
Biar Author lebih semangat untuk terus Update.
Jangan lupa Kaka pembaca untuk Like, Komen, Vote dan Berikan Hadiahnya😘