Nadira nyari saja jatuh ke lembah nista, usai diselingkuhi oleh kekasihnya. Beruntung dia dipertemukan dengan seseorang, yang ternyata menyelamatkan hidupnya dari lembah hitam itu.
Lewat perjanjian kontrak yang ditawarkan oleh lelaki itu, mempertemukan dirinya pada sosok yang selama ini dia cari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susi Nya Sigit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermain solo
Kevin berusaha menahan gejolak yang mulai menguasai dirinya. Namun, semakin ia berusaha, semakin ia tak terkendali. Wajahnya sudah terlihat pucat, Kevin terpaksa menyudahi ciuman itu.
"Maaf, Kevin ke kamar mandi dulu!" Buru-buru lelaki itu berlari, mencari kamar mandi terdekat di sana. Kevin membasuh wajahnya yang mulai panas, sekujur tubuhnya berasa disengat aliran listrik seribu wallt. "Sial!! Kenapa kambuh lagi, sih!!" desisnya menjerit dalam batin. "Aku gak bisa terus-terusan seperti ini."
Kevin tak kuasa menghentikan gairah yang terus memacu dalam tubuhnya. Lelaki itu memutuskan bermain solo, untuk menghentikannya. Karena tak ada pilihan lain. Jika dibiarkan begitu saja, ia akan kesakitan.
Selesai menuntaskan hasratnya, Kevin membersihkan diri. Wajahnya yang tadinya tegang, tak terlihat lagi di sana. Dalam hati lelaki itu merutuki, lagi-lagi ia lepas kontrol dan tak dapat menahan diri.
"Sial!!! Cuma nyentuh keningnya aja, gue sampai kek gini. Tapi kenapa waktu ciuman itu, gue gak ngerasain apa-apa." Kevin sebelah alisnya ke atas. "Apa mungkin, gue terlalu menikmati ciuman barusan ya?" Menyelinap banyak pertanyaan dalam benaknya, yang ia sendiri belum menemukan jawabannya.
**************
Acara lamaran itu berjalan cukup baik. Walaupun banyak drama, tak menyurutkan keharuannya. Kini, Dira sudah resmi menjadi calon istri Kevin. Artinya, tak lama lagi akan menjadi bagian dari keluarga Mark Webber. Akan tetapi, kerundungan justru mengusik jiwa Dira.
"Ini beneran gak sih! Gue sebentar lagi bakalan menikah?"
Di atas tempat tidurnya yang nyaman, Dira duduk melamun sambil memangku bantal. Sesaat ingatannya menelisik saat Kevin membacakan satu surat dalam Al-Qur'an tadi. Dira masih tak percaya, kalau calon suaminya itu bisa mengaji. "Tadi itu kayak gak nyata?" gumamnya terus berpikir.
Sementara jarum jam sudah menunjuk ke angka satu, Dira belum bisa memejamkan matanya. Gadis itu masih saja memikirkan Kevin. Untuk mengusik rasa jenuh, Dira mengambil dompet di atas meja, sebelah tempat tidur. Dibukanya benda persegi itu, ia bisa melihat dengan jelas foto mantan kekasihnya yang masih tersimpan rapi di dalamnya. Lelaki yang sudah mengajarkan ia tentang mencintai, tetapi lelaki itu juga yang mematahkan hatinya.
Dira menghembuskan napasnya ke udara, sesaat sesak menyerang gadis itu. Saat mengingat pengkhianatan yang dilakukan oleh Arkam. "Mungkin, kamu sudah bahagia sama wanitamu itu." Dira memutuskan mengambil selembar foto itu dari dompetnya. Benda yang selama dua tahun ini menemaninya, saat raga tak bisa saling bertemu, kini akan ia simpan di tempat lain. "Aku belum bisa membuangnya. Rasanya masih berat," desisnya, menyimpan benda itu di laci meja.
"Kevin," lirih wanita itu, saat sekelebat bayangan muncul di pelupuknya. "Aku tidak mau berharap lebih dari lelaki itu," gumamnya, berusaha membentengi diri. Nadira masih trauma, untuk membuka hatinya lagi. Meskipun getar-getar cinta mulai bersemi di hatinya.
Dalam kegundahannya, ponselnya berdering. Dira hanya melirik benda yang ia taruh di atas meja. Dari kejauhan ia bisa melihat, orang yang mengunjunginya adalah Arkam, mantan kekasihnya yang masih suka mengganggu.
"Mau apa lagi sih, nih orang?"
Sampai panggilan ke dua, barulah Dira menjawabnya. "Mau apa lagi?" jawab wanita itu ketus.
Kevin yang ada di depan rumah kontrakannya, tampak kesal. Karena ternyata rumah itu sudah tak berpenghuni.
"Kamu di mana sayang?" tanyanya, dengan nada merayu. "Aku ada di depan rumah kamu!"
Dira sempat melonjak kaget, mendengar itu. Ia lupa, saat ini berada di mana. Dira beranjak, dan berjalan mendekat ke arah jendela. Sambil melongok ke bawah, mencari keberadaan lelaki itu.
"Kok kamu diem sayang! Please jawab aku. Kamu ada di mana sekarang?"
Suara Arkam menyadarkannya. Dira tersenyum getir, menertawakan kebodohannya. "Kamu gak bakal bisa nemuin aku Arkam. Sudahlah, mulai sekarang gak usah nelpon aku lagi. Kita udah gak ada hubungan apa-apa," jawabnya tegas.
Dira memutuskan sambungan teleponnya, lalu meng-nonaktifkan HP-nya. Kemudian menyimpannya kembali ke meja.
Dira berbaring, melakukan apapun agar bisa terlelap.
************
"Kakak!" Teriakan seorang anak kecil, menghentikan langkah seorang gadis yang memakai pakaian serba putih.
"Kamu siapa?" Gadis itu mendekat. Mengamati wajah anak itu sangat lekat. Menyentuhnya dengan sangat lembut.
"Kakak gak ingat sama aku?" Anak itu balok bertanya. Menggenggam tangan gadis berambut panjang, yang berada di hadapannya. "Aku adikmu. Ayo kita pulang, ayah bunda nyariin kakak."
Gadis itu terdiam, menatap wajah anak kecil itu dalam. Sembari berpikir keras, ucapannya tadi.
"Tapi kakak gak punya bunda sama ayah. Kenapa kamu mengajak kakak menemui mereka." Sentuhan kecil di bagian lengannya, ia lepaskan. Gadis itu merasa asing dengan wajah anak kecil yang memanggilnya kakak.
"Ayo, Kak! Kita pulang!" Ditariknya lagi tangannya, mengikuti kemana anak itu pergi.
Mereka berjalan di jalanan yang bebatuan. Di pinggirannya banyak pohon rindang, yang menyejukkan tubuh untuk mereka yang berjalan di jalanan itu.
Mereka terus berjalan, sampai di sebuah persimpangan. Yang sebelah kiri jalanan buntu, sementara yang sebelah kanan jalanan menuju ke suatu tempat yang indah.
Si anak mengajaknya ke kanan, tetapi dia justru berjalan ke arah kiri. "Jangan ke situ Kak. Itu bukan tempat kakak." Anak itu menarik tangannya kuat, mengajaknya berjalan ke arah kiri.
"Tapi kakak mau ke sana!" Gadis itu menunjuk ke kanan. "Sepertinya ada tempat yang indah di sana!"
"Kakak salah, kakak justru akan menemukan kesulitan dalam hidup kakak. Percaya sama aku. Kita pulang sekarang!"
Disela keselisihan yang sedang mereka alami. Datang dua orang lagi, seorang perempuan cantik berambut panjang sebahu, dan satu lagi seorang laki-laki tampan juga memakai pakaian putih. Kedua orang itu menyentuh pipinya, dengan mata berkaca-kaca.
"Putriku, ayo kita pulang!" Bibir lelaki itu bergetar, merasakan kesedihan yang hebat.
"Kalian siapa? Aku gak kenal." Si gadis menggeleng, melepaskan genggaman tangan wanita cantik itu.
"Kak, aku Azka. Adik, kakak."
"Azka?"
Nama itu memenuhi kepalanya. Berputar-putar di dalam sana. Menguasai otak dan pikirannya.
"Azka!!!" teriaknya meracau, terbangun dari mimpi. "Azka? Nama itu? Apa mungkin Azka yang bersamaku itu adalah____;
lanjut thor
lanjut thor
lanjut thor