Ini kisah tentang kakak beradik yang saling mengisi satu sama lain.
Sang kakak, Angga Adiputra alias Jagur, rela mengubur mimpi demi mewujudkan cita-cita adik kandungnya, Nihaya. Ia bekerja keras tanpa mengenal apa itu hidup layak untuk diri sendiri. Namun justru ditengah jalan, ia menemukan patah hati lantaran adiknya hamil di luar nikah.
Angga sesak, marah, dan benci, entah kepada siapa.
Sampai akhirnya laki-laki yang kecewa dengan harapannya itu menemukan seseorang yang bisa mengubah arah pandangan.
Selama tiga puluh delapan hari, Nihaya tak pernah berhenti meminta pengampunan Angga. Dan setelah tiga puluh delapan hari, Angga mampu memaafkan keadaan, bahkan ia mampu memaafkan dirinya sendiri setelah bertemu dengan Nuri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Bisa saya bantu?"
"Ada." Jawab Nuri sembari tersenyum merekah. "Besok apakah Mas Angga mau hadir ke persidangan Balong?"
"Iya Mbak. Jadi apa yang bisa aku bantu lagi?"
"Bisa tidak, kita perginya barengan? ihihihi." Angga mendengus, ingin rasanya menabok kun yang lagi nyamar jadi Nuri.
"Kok siang-siang bisa muncul sih?" dengus Angga. Dia kesal dengan dirinya sendiri yang masih saja terkecoh.
"Bisa lah, setan gitu lho. Hihihii."
"Sudah pergi sana. Seharusnya makhluk kayak kamu siang-siang itu tidur, malamnya baru begadang." Angga nyeletuk asal sambil berlalu. Langkahnya langsung dihadang kun.
"Iiih Mas Angga, tunggu dulu. Ada info penting!"
"Info apa? musuh sudah ketangkap, jadi kayaknya saya gak perlu info apa-apa dari kamu." Angga terus saja melangkah meninggalkan kun. "Lagian kalau mau ngasih info, kenapa nggak pada saat saya dan Nuri kebingungan di lorong kemarin?!" Imbuhnya.
"Kemarin aku masih ngambek gara-gara cemburu." Dalihnya.
Jawaban kun semakin membuat Angga tidak ingin berlama-lama berinteraksi dengan entitas satu ini.
"Aku sibuk, sudah pergi sana!"
Kun malah melayang mengikuti langkah Angga. Angga yang risih langsung diam di tempat lagi, tak mau diikut-ikuti si kun.
"Kamu mau kasih info apa?" akhirnya Angga menanyakan itu pada kun. Barangkali dengan bertanya begitu, makhluk tersebut tidak mengikutinya lagi.
Kun tidak banyak mengoceh lagi seperti tadi. Dia hanya menjawab dengan menunjuk ke arah belakang rumah Angga. Pemuda tersebut cepat memeriksa tempat yang di tunjuk.
Sampai belakang rumah, Angga dikagetkan dengan bangkai ayam yang masih baru. Kondisi lehernya patah, persis seperti dulu.
"Kenapa bisa begini? kan Balong sudah ditahan. Apa jangan-jangan masih ada anak buahnya yang tersisa?" Angga merasa tak menyangka.
Kun menggeleng rusuh. Badannya juga ikut goyang kesana kemari. Seram sekali melihat area matanya yang hitam, dengan tangannya terus menunjuk di balik kain putihnya.
"Hihihihi, benihnya ada yang hidup." Kun kemudian terbang.
"Heii, maksudnya apa? apakah ini ulah anaknya? sudah sebesar apa anak itu?"
Samar-samar kun menjawab, "Belum lahir. Bangkai itu sebagai penanda." Bertepatan sepenuhnya kun menghilang, bangkai yang Angga lihat tadi juga ikut menghilang.
"Angga!"
Angga terlonjak kaget ketika sebuah tangan menepuk bahunya.
"Paman," Angga lantas memeriksa kondisi tubuh pamannya dengan teliti. Paman aslinya sudah bisa berjalan menggunakan kruk, dan apa yang Angga lihat sekarang betulan paman asli.
"Kamu kenapa nak ngomong sendirian dari tadi? apa ada astral yang ngajak kamu bicara? terus kenapa kamu lihat paman kaya begitu?"
"Aku juga bingung paman kenapa akhir-akhir ini jadi bisa lihat dan komunikasi sama yang begituan. Aku cuma mastiin paman ini beneran paman asli atau bukan. Aku sering terkecoh."
"Hehehe, yo asli lah. Lihatlah, kaki paman napak ke tanah kan. Waktu kamu bicara sendirian tadi, paman dengar kamu bahas bangkai. Memangnya ada bangkai itu lagi disini?"
"Hng.. iya tadi ada. Tapi sekarang menghilang. Entahlah, mungkin astral tadi cuma iseng aja ngerjain aku. Ayo paman kita siap-siap berangkat, sebentar lagi bentornya datang."
Baru mulut Angga mingkem, becak motor yang dibicarakan sudah datang menemui mereka. Lantas keduanya bergegas pergi.
...***...
Hasil pertemuan Angga dengan temannya paman berbuah manis. Tuhan maha adil, disaat Angga adalah tulang punggung, pemuda itu tidak dibiarkan menganggur lama. Setiap masa kerja habis langsung dapat penggantinya.
Angga memiliki profesi baru menjadi supir ekpedisi. Dia cepat diterima karena memang punya pengalaman menjadi supir angkot. SIM pun memadai.
"Terimakasih paman sudah banyak membantu. Aku janji gajian pertama mau traktir paman dan bibi." Angga berjanji saking senangnya.
"Tidak usah le, lihat kamu sudah tidak kebingungan tentang pekerjaan saja paman sudah senang." Rasanya Angga sangat bersyukur memiliki saudara berhati baik seperti paman dan bibi. Mereka berdua paling berempati terhadap keluarga Angga.
Tring..
Notif pesan masuk, dibuka pengirimnya dari Nuri. Keduanya sudah saling bertukar nomor hp ketika masa pencarian bersama-sama.
Nuri: Mas dimana?
Angga tidak membalas pesannya. Dia langsung menelepon.
"Assalamualaikum, Mbak. Aku lagi di rumah paman."
"Wa'alaikum salam, Mas. Oh gitu. Aku di rumah Mas Angga nih, tapi tidak ada orang. Aku mau balikin bajunya Nihaya yang aku pinjam."
Tidak orang di rumah Angga, ah masa iya? lalu kemana perginya ibu dan juga bapak sedang terbaring lemah. Tiba-tiba Angga disergap kecemasan.
"Aku segera pulang Mbak."
"Iya Mas, ditunggu."
Tut.. sambungan terputus. Paman penasaran akan perubahan air muka keponakannya yang mendadak tegang.
"Ada apa?
"Mbak Nuri lagi ada di rumah, tapi dia bilang rumahnya kosong paman. Kalau memang benar, lalu kemana perginya ibu dan bapak? rasanya gak mungkin kalau ibu bawa bapak seorang diri. Aku pamit pulang dulu, mau periksa keadaan sebenarnya."
"Yasudah, tapi paman ikut ya. Paman juga mau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hitung-hitung paman jagain kamu kalau kamu lagi gak bisa bedain mana Nuri mana yang lain. Habis ini mata batin mu harus ditutup."
.
.
.
Bersambung.