Ini tentang Naomi si gadis cantik ber-hoodie merah yang dibenci ibu dan kakaknya karena dianggap sebagai penyebab kematian sang ayah.
Sejak bertemu dengan Yudistira hidupnya berubah. Tanpa sadar Naomi jatuh cinta dengan Yudistira. Pria yang selalu ada untuknya.
Namun sayangnya mereka dipisahkan oleh satu garis keyanikan. Terlebih lagi tiba-tiba Naomi divonis mengidap kanker leukimia.
Apakah semesta memberikan Naomi kesempatan untuk memperjuangkan cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gulla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Nara menghembuskan napas bosan, sedari tad ia belum melihat Sadewa muncul untuk bernyanyi. Apakah Naomi
mengerjainya? Nara berdecak kesal, tepat saat itu muncul Yudistira menghampirinya. Nara terdiam gugup.
“Kamu temen sekelasnya Naomi?” Yudistira duduk di hadapan Nara.
“Iya kak.”
“Tolong kabari saya apa saja yang terjadi pada Naomi selama di sekolah.”
“Iya kak.” Jujur Nara ingin menolak tapi ia takut. Apalagi bahasa Yudistira itu kaku banget. Bayangkan aja anak
remaja berbicara formal seperti ini.
“Nanti saya akan berikan apa saja yang kamu mau.”
“Boleh minta apa aja kak?” Mata Nara tiba-tiba berbinar. Ia yang awalnya takut jadi senang.
“Iya.”
“Kalau minta ketemu sama Sadewa boleh.” Yudistira terhenyak kemudian tersenyum. Sekalian saja ia mengerjai
adiknya biar tidak bisa terus-terusan mengganggunya. Pasti Sadewa akan kesal padanya karena menjerumuskan ke gadis di hadapannya ini.
“Tentu saja boleh, saya akan berikan nomer dia juga.” Senyum Nara semakin berkembang. Ini baru namanya menjemput jodoh. Untung ia bertemu Yudistira. Sebentar lagi ia akan mendapatkan hati Sadewa. Liat saja tanggal mainnya. Ia akan mengeluarkan jurus-jurus cintanya.
“Makasih kak.”
“Apa tadi Naomi ada masalah disekolahnya?” Yudistira khawatir dengan wajah pucat Naomi.
“Tadi ada masalah sedikit kak, ada yang ngerjain Naomi buku tugasnya di buang ke tong sampah. Untung ada Leo
yang nolong Naomi.” muka Yudistira berubah menjadi masam mendengarnya.Ia marah dan cemburu sekaligus. Tapi ia tidak bisa apa-apa. Lain kali ia yang akan turun langsung. Yudistira tidak akan melepaskan siapapun yang
berani memprovokasi Naomi.
“Ini nomer saya, nanti kabari saja kalau ada masalah di sekolah Naomi.” Yudistira menyerahkan sebuah kartu nama
kepada Nara. Lalu pergi masuk kembali ke dalam.
***
Naomi mengernyit melihat pesan masuk dari Vano. Bagaimana bisa cowok itu mendapatkan nomernya? Pekerjaannya sudah selesai, ia baru saja akan berganti baju. Tubuhnya terasa lelah sekali hari ini.
2 hari lagi kita tanding nanti gue share loc
Naomi tidak membalasnya, kenapa banyak sekali orang yang suka mencari masalah dengannya? Keluar dari rumah Naomi kira hidupnya akan tenang tapi malah semakin rumit. Ia juga yakin ibu atau kakaknya akan kemari lagi.
Setelah berganti pakaian, Naomi keluar dari ruang ganti sambil menenteng tasnya. Ketika ia mencapai pintu luar,
keningnya berkerut melihat sosok perempuan yang dikenalnya. Itu mamanya sedang bicara dengan Yudistira. Apa yang mereka bicarakan?
Naomi menghampiri kedua orang itu. Ia tersentak ketika melihat Yudistira memberikan uang pada mamanya. Pasti
Sisca datang kesini untuk memeras gajinya pada Yudistira. Naomi marah sekaligus sedih.
“Apa yang mama lakukan disini?” Naomi berteriak marah.
“Tentu saja meminta hakku, ingat karena kamu keluarga kita kehilangan tulang punggung.”
“Kamu itu masih di bawah umur belum bisa pegang uang sendiri. Jadi gajimu biar mama saja yang bawa.” Naomi
berdecih lalu apakah Sisca tidak berpikir bahwa anaknya yang di bawah umur ini bekerja. Naomi menangis menahan rasa perih di hatinya. Ia masih kecil namun harus bekerja untuk bertahan hidup.
“Pulang kalau kamu masih mau mama anggap sebagai anak.” Kemudian Sisca pergi meninggalkan Naomi yang terpaku.
Yudistira bingung dengan keadaan ini. Ia tidak tahu menahu apa yang terjadi di keluarga Naomi. Ia tadi juga
terpaksa memberikan uang pada Sisca agar tidak menganggu Naomi sebulan ke depan.
“Kenapa kak Yudis ngasih uang ke mamaku?”
“Biar dia tidak mengganggumu lagi. Tenang saja saya akan tetap memberikanmu uang.” Naomi tidak tahu harus senang atau sedih. Tapi perlakuan ibunya tadi membuatnya sakit. Kenapa ia tidak disayang seperti Cassandra? Kenapa ia dibedakan?
Air mata Naomi mengalir tanpa bisa ia cegah. Ia malu pada Yudistira karena terus merepotkan cowok itu. Sekarang keluarganya pun ikut menjadi benalu bagi Yudistira. Naomi berbalik membelakangi Yudistira lalu berjalan sambil menangis.
“Naomi kamu mau kemana?” Tanya Yudistira yang tidak ditanggapi Naomi.
Yudistira menghela napas, ia mengikuti Naomi dari belakang. Hatinya terasa perih melihat setiap langkah Naomi yang dipenuhi isak. Telinganya belum tuli untuk tidak mendengar tangis yang di tahan Naomi. Bahkan gerakan tangan gadis itu yang berusaha menghapus air matanya.
Naomi berjalan tanpa arah, rasanya ia tidak sanggup lagi menatap Yudistira yang terlalu baik padanya. Kenapa ibunya terus bersikap kejam padanya? Apa dia mati saja? Dari pada harus hidup seperti ini terus?
Kaki Naomi bergetar lemah tak mampu menopang tubuhnya yang terasa berat. Naomi menjatuhkan diri di sembarang arah. Ia duduk sambil menangis. Udara dingin di malam hari menyelimuti tubuhnya.
“Kamu harus kuat Naomi.” Suara Yudistira membuat Naomi mendongak. Ia tersadar jika bosnya itu mengikutinya sedari tadi. Yudistira berjongkok di depannya. Mata hitamnya itu menatapnya penuh dengan ketulusan.
“Aku baik-baik saja.” Naomi dengan cepat menghapus airmatanya, namun tangan Yudistira lebih dulu menghapus
sisa-sisa air mata di wajah Naomi.
“Berbohong itu tidak baik, apalagi membohongi diri sendiri.” Kemudian Yudistira menyandarkan kepala Naomi
pada bahunya memeluk gadis kecil erat seakan memberikan kekuatan.
“Ayah dan mamaku memiliki Agama yang berbeda.” Yudistira terdiam mendengar Naomi yang tiba-tiba bersuara.
“Mereka menikah tanpa restu dari keluarga di luar negeri. Karena itu seluruh kerabat tidak ada yang mau menganggap keluarga kami lagi. Awalnya semuanya baik-baik saja, tapi setelah aku lahir semua berubah. Aku di vonis memiliki penyakit leukimia. Ayah bekerja keras untuk kesembuhanku tidak ada satupun kerabat yang mau
menolongnya, bukan hanya itu ayah juga mendonorkan sumsum tulang belakangnya padaku. Hingga hari itu ayah meninggalkanku. Ayah terlalu lelah bekerja untukku.” Naomi sedih karena ayahnya rela melakukan apapun
untuknya tapi ayahnya tidak pernah memikirkan dirinya sendiri.
“Aku penyebab kematian ayahku, andai saja aku tidak terlahir di dunia ini pasti ayah tidak akan pernah pergi.
Hiks...hiks... Aku pembunuh...” Yudistira mengeratkan pelukannya pada Naomi membiarkan gadis itu meluapkan rasa sakitnya.
“Kenapa Tuhan tidak adil? Kenapa Tuhan merenggut kebahagiaan umatnya? Kenapa aku harus menanggung semua ini? Kenapa kak? Apa aku tidak pantas untuk hidup? Aku layak untuk mati kak.. hiks..hiks..hiks..” memikirkan hal itu semakin membuat Naomi sedih. Cowok yang berada di dalam dekapannya ini memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Ia takut ia memiliki akhir kisah yang sama seperti orangtuanya.
“Kamu bukan pembunuh, kamu tahu kenapa ayahmu melakukan semua itu? Karena ayahmu mencintaimu. Jika saya berada di posisi ayahmu, maka saya juga akan melakukan hal yang sama yaitu berjuang sekuat tenang untuk
kehidupanmu.” Naomi mendongak menatap Yudistira lekat-lekat. Ia terdiam mendengar kata-kata bijak pria itu. Hati Naomi sedikit tenang dan menghangat. Yudistira benar-benar seperti perwujudan dari legenda Pandawa, si bijaksana.
“Berhenti menyalahkan Tuhan, takdir ataupun keadaan. Kadang kita lupa dibalik semua derita kita masih ada yang kebahagiaan yang Tuhan titipkan pada kita, meski itu hanya sebagian kecil.”
Contohnya aku Naomi batin Yudistira.
“Kamu tidak sendirian sekarang, ada saya di samping kamu. Semua akan indah pada waktunya.” Lalu Yudistira mengecup kening gadis itu dalam di bawah langit yang berbintang.
***