Wan Yiran berjuang melepaskan rantai emas yang mengikat tangan dan kakinya. Kondisi Wan Yiran yang sedang tidak berdaya membuat Putra Mahkota Kong Welan segera membaca mantra Penghancur Jiwa hingga panah emas muncul dari tangannya, hanya butuh beberapa detik hingga panah itu melesat cepat menancap di Jantung Wan Yiran.
Wan Yiran terjatuh di tanah dalam kondisi sekarat, matanya hanya menatap pria yang dicintainya Jendral Muda Lin Haoran, namun sorot mata pria itu sama sekali tidak menunjukkan raut iba padanya.
Yiran kehilangan kedua orang tua dan kakaknya yang dihukum mati oleh kaisar karena kasus pembunuhan yang dilakukan keluarganya. Kini Wan Yiran juga harus mati mengenaskan karena rasa dendam di hatinya yang membawa dirinya menjadi wanita iblis.
~Wan Yiran terbangun dan menyadari semua yang ia lalui hanyalah mimpi. Mimpi yang membawa tekad Yiran untuk memperbaiki dirinya, merubah nasibnya dan melepaskan cinta serta ambisinya. Wan Yiran harus melalui perjalanan yang tidak mudah~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Luzi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Kejahatan
Yiran berjalan santai di sekitaran area kediaman keluarganya. Beberapa Minggu ini dia merasa sangat bosan hanya berdiam diri di dalam kamar sehingga memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar.
"Nona, anda sudah cukup lama keluar kamar. Lebih baik anda kembali ke kamar untuk beristirahat," pinta Saji yang sedari tadi mengikuti Yiran di belakang.
Yiran menggeleng, "Aku sudah baik-baik saja Saji. Lukaku bahkan sudah tidak terasa sakit lagi. Aku benar-benar bosan jika harus berdiam diri saja di kamar".
Yiran memperlambat langkahnya saat ia mendengar suara seseorang yang sedang berlatih ilmu sihir. Ia kemudian mencoba mendekati suara itu.
Saat tiba di area belakang kediaman, Yiran menemukan Li Nao yang sedang berlatih.
Li Nao terlihat sedang melayang di udara, kemudian ia menggunakan ilmu sihir untuk mengendalikan angin yang berputar di tangannya. Dengan satu gerakan angin tersebut menyebar di pepohonan kemudian membawa beberapa dedaunan yang berjalan menuju ke arahnya. Dedaunan mulai mengelilingi Li Nao, ia terlihat berkonsentrasi kemudian dalam satu gerakan tangan dedaunan di sekelilingnya terpotong menjadi dua. Potongan dedaunan tersebut sangat rapi garisnya lurus dan ukuran potongan semuanya sama besar. Ini teknik sihir pengendalian angin dengan melatih konsentrasi tingkat tinggi.
Yiran seketika bertepuk tangan melihat kemampuan Li Nao yang cukup hebat. Melihat kehadiran Wan Yiran, Li Nao segera berjalan menghampirinya dengan wajah khawatir.
"Nona, apa yang anda lakukan disini? Seharusnya anda istirahat di kamar."
Yiran tersenyum, "Tidak perlu terlalu khawatir seperti itu. Aku sudah baik-baik saja, lukaku bahkan sudah tidak terasa sakit lagi," Yiran kemudian berjalan perlahan mendekati sebuah kursi kemudian duduk di sana, "keahlian sihirmu sudah semakin hebat ternyata. Sepertinya kamu berlatih setiap hari."
Li Nao mengangguk, "Tentu saja Nona, saya bertekad untuk selalu melindungi anda. Jadi saya akan berlatih setiap hari memastikan ilmu sihir saya bisa digunakan untuk melindungi anda".
"Aku sungguh beruntung memiliki pengawal yang hebat sepertimu," puji Wan Yiran, "Selain itu aku juga ingin berterimakasih untuk kejadian di hari pemujaan. Kamu berhasil melindungi ruang kerja Ayahku agar tidak diterobos oleh penyusup."
"Saya hanya melakukan sesuai perintah anda Nona. Tapi saya tetap saja tidak bisa melindungi anda dengan baik hari itu," ucap Li Nao karena rasa bersalah.
Wan Yiran menggeleng, "Itu bukan salahmu. Aku juga tidak mengalami luka yang begitu parah, jadi berhenti merasa bersalah."
Li Nao kemudian mengangguk.
Seorang pelayan wanita terlihat berjalan mendekati Wan Yiran, "Nona Wan, Nyonya mencari anda," lapor pelayan tersebut.
Wan Yiran mengangguk sebagai jawaban, kemudian ia beralih memandang Li Nao, "Lanjutkan latihan mu, aku tidak akan menganggu lagi."
"Baik nona."
Wan Yiran kemudian berdiri secara perlahan. Dibantu Saji ia berjalan pergi meninggalkan tempat latihan Li Nao untuk pergi menemui ibunya.
Sesampai di ruang keluarga Wan Yiran melihat ibunya sedang duduk sambil terlihat menyiapkan beberapa makanan di meja. Wanita paru baya itu tersenyum senang saat melihat kehadiran Wan Yiran.
Nyonya Wan segera berjalan menuju Wan Yiran dan menuntun anaknya untuk duduk di salah satu kursi yang ada di ruang keluarga.
"Ibu memasakkan kamu bubur khusus yang dicampur dengan beberapa tumbuhan herbal. Ini akan membantu proses penyembuhan lukamu," Ucap Nyonya Wan sambil menunjukkan masakannya pada Yiran, "Cobalah," pinta nya.
Yiran tersenyum pada ibunya kemudian mengambil Senduk dan mulai mencoba bubur buatan ibunya.
"Bagaimana rasanya nak?" tanya Nyonya Wan bersemangat.
"Sangat enak ibu," ucap Wan Yiran sambil terus menikmati bubur buatan ibunya ini.
Saat sedang asyik menikmati masakan Ibunya. Tuan Wan dan Wan Yamin terlihat berjalan masuk ke area ruang keluarga menuju Nyonya Wan dan Yiran. Mereka baru saja pulang dari istana.
"Wan Yiran, bagaimana kondisimu nak?" tanya Tuan Wan yang sudah duduk di samping Wan Yiran.
Wan Yamin juga ikut duduk di samping Ayahnya.
"Aku sudah baik-baik saja Ayah. Buktinya aku sudah bisa keluar kamar dan makan di sini. Rasanya sungguh membosankan hanya berdiam diri saja di kamar."
Wan Yiran seketika mengingat bahwa ia dari kemarin ingin membicarakan sesuatu dengan keluarganya.
"Semuanya. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kalian," ujar Wan Yiran sambil menatap lekat keluarganya.
"Apa yang ingin kamu sampaikan nak. Kenapa terlihat sangat serius?" tanya Tuan Wan.
Wan Yiran menatap seluruh pelayan yang ada di ruangan ini kemudian beralih menatap Ayahnya.
Mengerti akan maksud Wan Yiran, Tuan Wan segera mengangkat tangannya memberi kode pada para pelayan yang ada di ruangan tersebut untuk keluar.
"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan Yiran. Apa ini sesuatu yang sangat penting?" tanya Wan Yamin penasaran.
Wan Yiran menarik nafas sebentar berusaha mempersiapkan hatinya. Ditatapnya para anggota keluarganya yang saat ini sedang menunggu ia bicara, raut wajah mereka tampak kebingungan.
"Sebenarnya selama ini aku sudah mengetahui apa yang kalian lakukan?"
Ketiga orang yang sedang duduk bersama Yiran menatap dirinya penuh tanda tanya.
"Apa yang kamu maksud Nak?" tanya Nyonya Wan.
"Aku tahu langkah apa yang kalian lakukan agar Ayah bisa menjadi Perdana Mentri," ucap Wan Yiran.
Tuan Wan terlihat mulai menunjukkan ekspresi marah, "omong kosong apa yang sedang kamu katakan ini Wan Yiran?" tanya Tuan Wan.
"Sebenarnya selama ini aku sudah menyelidiki tentang kalian Ayah. Tentang tragedi yang dialami keluarga Su serta tentang Nyonya Su yang waktu itu selamat dari kejadian kebakaran namun meninggal secara mendadak. Aku sudah mengetahui hubungan kalian dengan peristiwa itu."
"Lancang. Untuk apa kamu mencari tahu tentang semua itu?" bentak Tuan Wan. Saat ini ia sudah berdiri sambil menatap marah pada putrinya.
Nyonya Wan menatap Wan Yiran dengan pandangan terkejut, ia kemudian menggenggam tangan putrinya itu, "nak, lupakan apapun yang kamu ketahui itu. Semua sudah berlalu, tidak perlu dipikirkan lagi."
"Kenapa kamu harus mengungkit sesuatu yang sudah berlalu Yiran. Apa kamu ingin membuat kami bertiga terlibat masalah?" tanya Wan Yamin yang juga ikut kesal pada adiknya tersebut.
"Sampai kapan kalian akan menutupi hal ini. Cepat atau lambat kejahatan kalian juga akan terbongkar."
"Wan Yiran. Selama bertahun-tahun ini Ayahmu sudah berusaha untuk menutupi kejadian tersebut, tidak ada yang curiga hingga detik ini. Jika kamu tutup mulut, maka sampai kapanpun tidak akan ada yang tahu." ujar Nyonya Wan berusaha menjelaskan secara lembut pada putrinya.
"Bagaimana Ayah bisa begitu yakin?" tanya Wan Yiran, "Apa Ayah sendiri tidak sadar bahwa banyak orang di sekitar Ayah yang saat ini sedang mencari celah untuk menghancurkan Ayah."
"Yiran, Aku dan Ayah tidak bodoh. Kami tahu banyak orang berusaha mencari cara menjatuhkan kami. Tapi bukankah sampai sekarang tidak ada apapun terjadi," sela Wan Yamin.
Yiran menggeleng sambil menatap lirih keluarganya, "Semua ini tidak akan bertahan selamanya. Aku tidak ingin hidup dengan bayang-bayang ketakutan akan rahasia kejahatan keluarga kita," ujar Yiran putus asa. Ia kemudian menatap keluarganya bergantian, "Bagaimana jika kita pergi saja dari ibukota? Tinggalkan jabatan dan bisnis disini. Kita hidup jauh di kota kecil yang berada di perbatasan kerajaan Kongqi dan memulai semuanya dari awal," pinta Wan Yiran memohon.
"Jangan mengada-ngada Wan Yiran. Kamu pikir butuh berapa tahun Ayah berjuang untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan ini?" tanya Tuan Wan dengan nada kesal, "Setelah mendapatkan semua ini, bagaimana mungkin Ayah melepaskannya begitu saja? Bukankah kamu selalu ingin menjadi putri dari keluarga terpandang?"
Wan Yiran menggeleng. Airmata sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ia menatap kedua orangtua dan kakaknya dengan wajah memelas, "aku tidak membutuhkan semua kekayaan ini lagi Ayah. Bukankah lebih indah jika kita bisa hidup sederhana di kota kecil tanpa perlu merasa khawatir akan apapun," jelas Yiran pada mereka.
Tuan Wan semakin kesal menatap putrinya, "Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu Wan Yiran? Ayah tidak ingin mendengarkan omong kosong ini lagi. Jika kamu punya bukti apapun, serahkan pada ayah untuk dilenyapkan. Jangan melakukan hal bodoh apapun!" Ucap Tuan Wan memperingatkan.
Tuan Wan segera berjalan keluar dengan kesal. Nyonya Wan menatap sebentar pada Yiran kemudian menyusul Tuan Wan untuk menenangkan emosi suaminya itu. Hanya tersisa Wan Yiran dan Wan Yamin.
Wan Yamin menatap Yiran dengan serius.
"Aku tahu kekhawatiran yang kamu rasakan Yiran. Itupun yang kakakmu rasakan saat pertama kali Ayah membuat rencana ini."
"Lalu kenapa kamu tetap ikut melakukannya bersama Ayah?" tanya Yiran putus asa.
"Apa kamu tidak tahu kenapa Ayah begitu berjuang untuk mendapatkan semua kekayaan dan jabatannya saat ini? tanya Yamin dengan serius.
Yiran menggeleng, menunggu Yamin melanjutkan perkataannya.
"Kita dahulu hanya keluarga sederhana. Ayah hanya menjabat sebagai pegawai pemerintahan saat itu namun kita hidup bahagia walau tidak begitu berkecukupan. Kamu saat itu masih sering pergi bermain di kediaman keluarga Su bersama Yimin," cerita Yamin, "Setiap kali kamu pulang, kamu selalu mengamuk di rumah dan menangis pada Ayah dan Ibu. Kamu mengatakan kamu malu menjadi anak mereka, karena Ayah bukan perdana Mentri seperti Ayah Su Yimin dan Ibu tidak memiliki bisnis seperti Ibu Su Yimin," lanjut Yamin.
Yiran terdiam mengingat kenangan masa kecilnya. Sifat serakah dan sombong memang sudah melekat dalam dirinya. Itu semua karena kasih sayang orangtuanya yang begitu besar padanya hingga ia tumbuh menjadi anak yang begitu manja dan selalu menuntut keinginannya tercapai.
"Kata-katamu dahulu mungkin kamu anggap hanya sebagai keluhan seorang anak kecil. Namun Ayah dan Ibu begitu menyayangimu. Mereka tidak tega melihat kamu yang menangis dan selalu merasa iri pada Su Yimin yang hidup sejahtera dan bergelimpangan harta. Dari situlah Ayah berjuang untuk mendapatkan posisi di istana. Semua yang Ayah dan Ibu lakukan hingga hari ini adalah untukmu Yiran, mereka hanya ingin memberikan kebahagian padamu."
Setelah mengatakan itu Wan Yamin segera berdiri sambil menyentuh pundak adiknya itu, "Aku tahu apa yang dilakukan kami memang salah Yiran. Tapi bukankah semua sudah terlanjur terjadi. Apa kamu tega membiarkan Ayah dan Ibu yang begitu mencintaimu menanggung akibat dari perbuatan mereka?" tanya Yamin.
Yiran terdiam tidak mampu menjawab apapun. Dadanya terasa sesak mendengar semua perkataan Wan Yamin. Selama ini ia selalu berpikir untuk mengorbankan keluarganya demi menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, ia tidak pernah menyadari bahwa keluarganya bahkan rela mengorbankan apapun demi kebahagiaannya.
Apa langkah yang harus kulakukan kali ini?
tapi bagus si ceritanya 👍