Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang-Orangan Sawah
Balqis membereskan semua barang-barang miliknya ke dalam tas. Lagian bisa pindah kamar menurutnya hal yang bagus. Dia tidak perlu repot-repot melihat tampang wajah mereka lagi.
"Aku akan ikut, Balqis. Aku akan menemanimu di sana," ujar Melodi.
"Tidak bisa seperti itu, Mel. Kamu tidak bisa menemaninya," sahut Siti. "Kamu tetap di sini."
Melodi terdiam. Dia tidak bisa bicara lagi selain membantu Balqis membereskan barang-barangnya. Setelah selesai mereka berdua pun pergi ke kamar ujung dekat kamar rois. Kamar itu memang tidak seluas kamar lain.
"Wow, Mel... Ternyata dari sini kita bisa liat rumah Umi, ya?"
Balqis memperhatikan sekitar dari balkon. Dia juga baru tahu bila balkon kamar ujung menyuguhkan pemandangan yang bagus. Dia juga bisa melihat rumah Fatimah, halaman pesantren. Meskipun tidak terlalu jelas tapi setidaknya dia bisa melihat Alditra yang tengah sibuk memutar rodanya.
"Qis, ayo?"
Balqis menyusul Melodi. Dia tidak melihat apa-apa di kamar itu selain lemari kecil dan karpet.
"Qis, sebaiknya aku menemani kamu di sini,"
"Ck... Nggak usah, Mel. Kayak gue anak kecil aja deh! Lagian Gue nggak mau lo kena masalah lagi."
Melodi menghela nafas kecewa. Dia sangat ingin menemani Balqis, namun perkataannya ada benarnya juga. Balqis akan terkena masalah lagi bila dia tidur dengannya.
Setelah Melodi pergi karena harus kembali. Balqis memperhatikan sekitar kamarnya yang akan di tempati seorang diri. Dinding kamar itu terlihat kusam, maklum saja karena tidak pernah ditempati.
"Ck... Kayaknya gue kudu kasih tempelan deh biar nggak terlalu polos dan sepi!!"
Senyuman Balqis menyungging. Dia mengambil salah satu tas kesayangannya yang saat itu dibawa kabur. Dia mengeluarkan semua isinya. Tas itu memang kecil, tapi isinya sangat berharga. Perhiasan dan black card dia masukkan kembali. Namun beberapa photo dan poster dia rapihkan.
"Untung aja gue sempet bawa laki-laki gue pergi. Kalo nggak mungkin gue bakalan sedih tar nggak bisa liat mereka."
Balqis tersenyum bahagia. Kemudian mulai menempelkan poster besar itu satu persatu. Dia juga menyusun photo-photo kecil berbentuk love. Meskipun terbilang sangar, tapi tetap saja idolanya oppa oppa korea. Seperti Danniel Henney, BTS, Cha Eun Woo, Hyun Bin. Setelah semua terpasang. Dia menatap hasilnya yang luar bisa itu. Dia ingin tempat tidurnya nyaman untuk ditinggali.
Ceklek!
"Balqis!"
"Astaghfirullah!" Naila beserta yang lain terkejut melihat pemandangan kamar penuh dengan poster dan photo-photo.
"Aaakkhh.... Weeee? Too, Weeee?" keluh Balqis sambil merengek dengan logat koreanya. "Mau mau komplen lagi?" sambungnya ketus.
"Kamu kembali ke kamar Melodi. Jangan tempati kamar ini," ucap Naila to the point.
"Hah? Kok? Setelah susah payah gue masang laki laki gue sampe pundak gue sakit, lem pun abis, dan dengan seenaknya lo nyuruh gue pindah lagi? Yang bener aja!" pekik Balqis berang.
"Kamar ini akan ditempati Arsyila. Dia dihukum karena sudah melanggar peraturan," jelas Naila.
"Tapi kan gue juga ngelanggar peraturan. Bahkan gue udah numpahin beras sampe berceceran. Harusnya kan gue juga kena hukuman buat nempatin kamar ini," balas Balqis.
"Orang kalau kena hukuman menolak. Kamu? Malah kesenengan," sahut Naila sambil menggelengkan kepalanya. "Melodi, bantu Balqis melepaskan semua poster itu?"
"Ba-baik Teh." balas Melodi sambil tersenyum menghampiri Balqis. Dia juga langsung melepaskan poster itu satu persatu.
"Ketua rois. please!! Kasih gue keringanan? Gue bakalan bayar berapa pun yang ketua minta, asalkan biarkan gue tidur di sini, ya?! Ya?! Ya?!" pinta Balqis memohon seperti anak kecil.
"Tidak Balqis!" tolak Naila sambil memperhatikan ke arah lain. "Arsyila, kamu akan dihukum selama satu minggu tidur di sini,"
Balqis yang kesal memperhatikan seorang perempuan berdiri membawa barang-barangnya. Dia tahu bila perempuan itu yang terkena hukuman.
"Mel, emang kasus apa yang dia lakuin?" Balqis mendekati Melodi sambil melepaskan photo-photonya.
"Dia ketahuan ngambil uang punya teh Anisa. Uangnya 20 ribu," balas Melodi.
"Cih... Berarti gue juga harus mengambil duit biar bisa nempatin kamar ini?" ujar Balqis.
"Astaghfirullah!" pekik Melodi. "Balqis, meskipun kamar ini terlihat nyaman, apalagi tidurnya hanya sendiri. Tapi kamu tidak akan tahu bagaimana suasana malam bila di sini,"
"Loh, emangnya kenapa?" tanya Balqis.
"Nanti aku ceritakan ." jawab Melodi.
Kening Balqis mengerut. Dia sangat keheranan dengan perkataan Melodi tentang kamar ini, padahal menurutnya di sini nyaman.
Setelah semua selesai. Dia kembali ke kamar sebelumnya. Kedatangannya juga tidak disambut seperti yang diinginkan.
"Cih... Gue bakalan pasang poster laki gue di sini?" ucap Balqis sambil menunjuk dinding.
"Laki? Maksudnya Suami?!" Siska bersama yang lain terkejut. "Memangnya kamu sudah menikah?"
"Iya. Gue udah kawin." jawab Balqis.
"Nikah dalam mimpi?! Aku tau tapi aku lupa siapa mereka?" sahut Raras sambil memakai kacamatanya.
Balqis memutar matanya malas. Ternyata keempat teman sekobongnya tidak mengenali idol papan atas yang disukainya.
"Dia itu Danniel Henney. Sedangkan ini BTS. Masa iya kalian nggak tahu?"
"Kita enggak tahu siapa mereka. Tapi bila Ustadz Firdaus, Ustadz Akhtar, Ustadzah Halimah, itu baru kita tahu," jawab Raras.
Balqis terdiam. Dia tidak tahu orang-orang yang disebutkan mereka. "Aahh udah lupain. Karena intinya sekarang, gue bakalan pasang photo suami suami gue di sini,"
"Ets, tidak boleh. Kamu tidak boleh memasang photo di dinding," tolak Siska.
"Kenapa?" tanya Balqis.
"Pokonya tidak boleh." jawab Siska. "Dilarang memasang photo apa pun di dinding."
"Hey... gue bayar deh dindingnya sesuai yang kalian pengenin. Sebutin aja nominalnya berapa? Gue beli!," ujar Balqis.
"Tidak. Tetap tidak boleh memasang poster apa pun di dinding." tegas Siska.
Balqis pun mendengus kesal. Dia kembali menggulungkan poster yang dipegangnya. Kemudian menyimpannya ke dalam lemari. "Kalian emang bener-bener nyebelin banget!"
Siska dan yang lain sibuk kembali mengobrol. Mereka menghiraukan Balqis yang menggerutu.
"Melodi, besok bagian kamu yang mengantri mengambil beras," titah Siti.
"Baik, Teh." sahut Melodi yang kemudian memasukkan baju Balqis ke dalam lemari lagi. "Qis, Besok mau ikut ngantri ngambil beras enggak?" "
"Di mana?" tanya Balqis.
"Di dapur pesantren. Kita mondok di sini tidak perlu khawatir kekurangan beras, karena pihak pesantren sudah menyediakannya. Kita hanya perlu mengantri selama satu minggu sekali untuk mendapatkannya," jawab Melodi.
"Lama nggak?" Balqis kembali bertanya.
"Gimana kita datangnya. Bila kita datang siang pasti bagian belakang." jawab Melodi. "Itulah alasannya kenapa mereka marah saat kamu membanting beras tadi, karena kita mendapatkannya secara gratis. Bila kita harus membelinya kita tidak punya uang banyak,"
"Ouh!" sahut Balqis cuek.
"Bila beras di kobong habis. Kita tidak akan makan, karena beras dibagikan seminggu sekali. Jadi sebisa mungkin beras harus cukup. Tapi kita juga bisa meminjamnya pada kamar lain dan nanti kita ganti bila sudah dibagi lagi." jelas Melodi.
Balqis pun mengangguk. Kini dia tahu kenapa keempat teman sekamarnya marah. Ternyata karena beras itu didapatkan secara gratis untuk menghemat uang.
Cih... Bener-bener kesusahan banget hidup disini!
***
Sore telah tiba.
Suasana ramai seperti biasanya sebelum Maryam datang untuk mengajar. Semua santri sibuk menghapal, sibuk membaca yang sudah ditulis. Tidak ada yang mengobrol satu pun, mereka memilih mengulang semua yang sudah disampaikan.
Namun berbeda lagi dengan Balqis, sejak tadi dia duduk selonjoran sambil menyandarkan kepalanya ke tiang rumah. Matanya menelusuri setiap hal yang ada di sekitar termasuk persawahan.
Entah apa yang dipikirkannya sampai diam mematung tidak seperti yang lain. Dia tidak suka menghapal, karena di sekolahnya dulu pun dia tidak perlu melakukan tesan. Tinggal memberikan sesuatu dan semuanya beres. Nilainya besar tanpa harus melakukan apa pun. Dia suka yang praktis ketimbang proses.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam. Ustadzah."
Di saat yang lain membenarkan posisi duduknya, Balqis masih sama seperti tadi. Hanya saja kepalanya menoleh melihat Maryam yang duduk di depan.
"Bagaimana hapalannya? Apa kalian sudah siap dites?" tanya Maryam.
"Siap Ustadzah." jawab semuanya serentak.
"Tunggu! Maksudnya hapalan apa?" sela Balqis yang kaget dan langsung membenarkan posisi duduknya. "Kenapa saya nggak tau kalo ada hapalan?"
"Tugas hapalan sebelum kamu datang, Balqis. Jadi kamu tidak perlu ikut tesan minggu ini." jelas Maryam.
Oohh.. Huft... Aman!
Gumam Balqis sambil menghela nafas lega. Dia pun kembali menikmati hidupnya lagi di saat yang lain dites.
Maryam tidak menegur atau pun memberikan pelajaran, dia tahu Balqis sangat menolak berbagai macam hal. Dia memberikan keringanan untuknya agar beradaptasi dulu. Apalagi banyak sekali laporan yang didapatkannya tentang Balqis.
"Ustadzah, apa itu di sana?" tunjuk Balqis. "Apa itu manusia?"
"Bukan. Itu orang-orang sawah, Qis." jawab Maryam. Meskipun matanya beralih, tapi telinganya tajam mendengarkan hapalan santri.
"Apa gunanya ditaruh di sana?" tanya Balqis.
"Untuk menakuti burung. Apalagi sebentar lagi akan panen, sangat rentan padi dimakan burung. Jadi warga menyimpan orang-orang sawah agar burung mengira itu manusia." jawab Maryam.
"Ternyata masih banyak hal yang tidak diketahui Balqis." sambungnya dalam hati.
Balqis pun hanya mengangguk.
Lalu menarik kerudung Indah yang sibuk menghapal. "Harusnya lo yang ada di tengah sawah. Bukan hanya burung, biawak pun bakalan ketakutan ngeliat lo. Hahaha,"
"Kamu saja sana. Kamu lebih cocok berada di tengah sawah," ketus Indah.
"Heeeeiii... Jangan marah-marah mulu. Udah tua tar keliatan jadi makin tua." balas Balqis.
Indah menggeser ke depan. Berada di dekat Balqis bukanlah tempat yang tepat agar fokus menghapal, tapi malah membuat hapalannya buyar.
"Indah!"
"Astaghfirullah!"
Indah semakin kesal. Entah kenapa Balqis terus mengganggunya, bahkan dia ikutan menggeser agar dekat dengannya. Dari sekian banyaknya santri yang lain, hanya dia yang terus dikerjai Balqis.
"Indah, di saku baju lo ada permen. gue minta ya?" bisik Balqis.
Indah merogoh saku roknya. Dia mengeluarkan semua permen yang baru dibelinya tadi.
"Nih, semuanya untuk kamu. Asalkan jauh-jauh. Aku mau menghapal."
Setelah mendapatkan permen. Balqis kembali ke tempatnya di belakang. Kemudian menghitungnya.
"Lumayan, ada 10 biji."
Balqis menoleh. Dia melihat beberapa santri sudah selesai menghapal. Mereka berpindah tempat agar tidak bersatu dengan yang belum.
"Hey, Lo mau?"
Perempuan bernama Widi menoleh lalu mengangguk. "Mau,"
Balqis pun memberikan dua permennya. Kemudian sisanya dimasukkan ke saku. Dia akan membaginya pada Melodi nanti.
"Kamu asalnya dari mana?" tanya Widi.
"Kota. Jauh banget dari sini," jawab Balqis sambil menyandarkan kepalanya.
"Orang tuamu ke mana? Kenapa aku tidak melihatnya saat kamu datang?" Widi kembali bertanya.
Balqis terdiam. Penglihatannya juga lurus ke depan menatap hamparan sawah.
Haaaah...