NovelToon NovelToon
Topeng Dunia Lain

Topeng Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Kutukan / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Rafael tidak pernah mengira hidupnya akan berubah saat dia menemukan sebuah topeng misterius. Topeng itu bukan sembarang artefak—ia membuka gerbang menuju dunia lain, dunia yang dihuni oleh makhluk gaib dan bayangan kegelapan yang tak bisa dijelaskan. Setiap kali Rafael mengenakannya, batas antara dunia nyata dan mimpi buruk semakin kabur.

Di tengah kebingungannya, muncul Harun, tetangga yang dianggap 'gila' oleh penduduk desa. Namun, Harun tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain—rahasia kelam tentang topeng dan kekuatan yang menyertai dunia lain. Tapi, apakah Rafael bisa mempercayai pria yang dianggap tak waras ini, atau dia justru menyerah pada kekuatan gelap yang mulai menguasainya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia di Bawah Pohon

Rafael memutuskan untuk bersembunyi. Suara Harun yang terus memanggil, “Nak? Di mana kamu?” membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Sambil menahan napas, dia berjongkok di balik pohon besar yang ada di pekarangan luas itu.

Pohon tersebut menjulang tinggi dengan batang yang sebesar pelukan lima orang dewasa, kulitnya kasar dan berlumut. Cabang-cabang pohon menjulur ke segala arah, menutupi pandangan ke langit yang mulai cerah oleh sinar pagi. Hawa di sekitar pohon terasa lembap dan dingin, seperti ada sesuatu yang sudah lama berdiam di sini. Daun-daunnya yang lebat bergoyang pelan ditiup angin, membuat bayangan gelap yang terus bergerak di tanah sekitarnya. Sekilas, tempat itu terasa lebih mirip hutan dibanding pekarangan biasa—sederet pohon besar menjulang tinggi, membentuk kanopi yang seakan menelan sinar matahari.

Di bawah pohon itu, Rafael mencoba menenangkan dirinya. Dia menggigil, bukan hanya karena udara dingin yang membelai kulitnya, tetapi juga karena ketakutan yang masih menghantui pikirannya. “Apa yang sebenarnya diinginkan pria itu?” pikirnya, masih meragukan niat Harun yang terus memanggil namanya dengan suara berat dan mendesak.

Suara Harun semakin terdengar samar-samar, namun Rafael tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya. Pandangannya menyapu tanah yang beralaskan dedaunan kering dan akar-akar pohon yang menjalar liar, membuat tempat itu semakin terasa angker. Saat Rafael menggeser kakinya, tiba-tiba dia merasakan ada sesuatu yang keras di bawahnya.

Dengan rasa penasaran yang mulai menggantikan ketakutannya, Rafael memperhatikan benda yang agak terkubur di tanah. Sebuah benda asing, dengan sedikit bagian menonjol dari tanah yang lembap. Rafael meraih benda itu, membersihkan sedikit tanah yang menutupinya dengan jari-jarinya.

Saat akhirnya dia mengeluarkan benda itu sepenuhnya, Rafael terdiam.

Di tangannya, dia memegang sebuah topeng. Topeng yang terlihat seram sekaligus misterius. Warnanya abu-abu kusam, seperti sudah termakan usia. Ukirannya sangat detail dengan bentuk wajah yang tidak lazim—matanya besar dengan celah yang gelap, bibirnya melengkung dalam senyum tipis yang aneh, tapi ada sesuatu yang membuat Rafael tertarik pada senyum itu. Ada kesan ganjil, namun juga seolah menyimpan rahasia yang belum terungkap.

Topeng itu tampak seolah berasal dari zaman kuno, tetapi ada elemen yang begitu hidup, seakan-akan siap bergerak kapan saja. Pola-pola yang diukir di sekelilingnya terlihat rumit dan misterius, seperti simbol-simbol asing yang menantang Rafael untuk memahaminya. Entah kenapa, meski tampak menyeramkan, topeng ini juga memiliki daya tarik yang kuat. Rafael merasa ada sesuatu yang memanggilnya dari balik ukiran-ukiran tersebut, sesuatu yang membuatnya ingin menyentuh dan memahami lebih dalam.

Rafael terdiam sejenak, memandangi topeng itu dengan tatapan terhipnotis. Ada sesuatu yang menggelitik rasa penasarannya. Dia tahu seharusnya dia tidak mengambil benda seperti ini, apalagi dari tempat yang begitu sunyi dan menakutkan. Tapi, entah kenapa, perasaan aneh mulai muncul di hatinya. Keinginan untuk membawa topeng itu semakin besar.

“Apa ini?” gumam Rafael, tak bisa melepaskan pandangan dari detail topeng yang aneh namun menawan. Tangan Rafael perlahan menyentuh permukaan topeng, merasakan dinginnya benda itu di kulitnya, seolah-olah ada kekuatan asing yang mengalir darinya, merambat hingga ke ujung jemarinya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa terhubung dengan topeng itu—meski rasanya janggal dan menakutkan, entah mengapa, Rafael tidak bisa melepaskannya.

Setelah beberapa saat, suara Harun tidak terdengar lagi. Rafael mengangkat kepalanya dan mendengarkan dengan seksama. Sepi. Dia menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Perlahan, dia berdiri, topeng masih digenggam erat di tangan. Rafael melangkah keluar dari balik pohon besar itu, memastikan bahwa Harun tidak ada di sekitar. Setelah memastikan aman, dia segera bergegas menuju motornya.

Setelah beberapa kilometer berjalan sambil menuntun motornya, dengan tubuh yang semakin letih dan kepala masih sedikit berdenyut, Rafael akhirnya menemukan penjual bensin eceran di pinggir jalan dan akhirnya bisa kembali pulang.

Sesampainya di rumah, kelegaan yang dia rasakan seketika hancur saat pintu terbuka dan Adrian, ayahnya, berdiri di sana dengan wajah merah padam.

“Kamu ke mana saja semalaman, Rafael?!” suara Adrian membentak, langsung menghantam telinga Rafael.

“Aku bisa jelasin, Pa—”

“Jelasin apa?! Kamu tahu gak, kamu itu bikin orang tua khawatir! Pulang pagi-pagi kayak gini, motor lecet, kamu pikir ini mainan?!” Adrian menyela dengan marah, bahkan tidak memberi kesempatan Rafael berbicara.

“Tapi Pa, aku—”

“Tidak ada tapi-tapian! Kamu selalu bikin masalah! Kamu itu gak pernah pikir panjang, cuma bisa bikin masalah!” Adrian terus menyudutkan Rafael tanpa memberi jeda. Wajahnya semakin memerah karena amarah, sementara Rafael semakin terpojok. Setiap kali dia mencoba bicara, Adrian kembali menyela dengan lebih keras, menyalahkan Rafael tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Rafael menggertakkan giginya, berusaha menahan gejolak emosi yang semakin menumpuk di dadanya. “Kenapa Papa gak nanya aku kenapa? Kenapa aku bisa gak pulang?” seru Rafael, suaranya pecah, amarah dan kekecewaan melebur menjadi satu. “Aku emang gak ada benernya di mata Papa, kan?”

Adrian terdiam sejenak, tapi bukan karena sadar. Dia malah makin marah. “Karena kamu memang salah! Kamu gak pernah dengerin Papa! Papa tegur karena kamu salah!”

Telinga Rafael berdenyut, mendengar kalimat yang sama berulang-ulang. “Terus apa Papa kira Papa gak salah?” Rafael membalas dengan suara gemetar. “Semalam aku telepon Papa! Tapi Papa gak peduli, kan? Semalam aku gak pulang karena aku pingsan di jalan!” seru Rafael dengan mata yang mulai memerah, matanya menatap tajam ke arah Adrian. “Emang Papa peduli?”

Deg! Kata-kata Rafael memukul Adrian tepat di hatinya. Adrian tercekat, kemarahannya seketika memudar, tergantikan oleh rasa bersalah yang muncul begitu cepat. Pingsan? pikir Adrian.

“Apa yang terjadi?” tanya Adrian, suaranya melembut, tapi kini terlambat. Rafael sudah terlanjur kecewa. Rasa sakit yang selama ini dia pendam akhirnya meluap.

“Gak usah sok peduli!” balas Rafael dengan nada pahit. Dia memalingkan wajah, tidak mau melihat Adrian lagi. Tanpa menunggu reaksi dari ayahnya, Rafael berjalan masuk ke kamarnya, pintu tertutup dengan keras di belakangnya.

Adrian hanya berdiri di sana, terdiam. Hatinya terasa berat, seakan-akan sesuatu yang berharga baru saja hilang dalam sekejap.

Adrian masih terdiam di ruang tamu, merasa terpukul oleh kata-kata Rafael. Pikirannya melayang, mencoba memahami bagaimana situasi bisa berubah begitu cepat dari kemarahan menjadi penyesalan yang mendalam. Dia menghela napas panjang, menundukkan kepala sambil memijat pelipisnya.

Saat itulah Minah, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumah mereka, mendekat dengan raut wajah prihatin. Minah tampaknya sudah mendengar sebagian besar pertengkaran sebelumnya. Dengan hati-hati, dia bicara, “Pak, maaf saya ngomong begini, tapi semalam kan hp bapak tiba-tiba rusak? Mungkin Rafael gak tahu itu, bukan karena bapak gak peduli.”

Adrian menoleh ke arah Minah, tatapannya kosong sejenak. Ia tahu ponselnya memang mati semalam, layar tiba-tiba tidak merespons, tapi itu tidak mengubah fakta bahwa Rafael merasa diabaikan. “Ya, Bik... ponsel saya memang rusak. Tapi sekarang saya jelasin pun, mungkin Rafael gak mau dengar,” jawab Adrian dengan suara rendah. Ada kepahitan yang jelas dalam nada bicaranya.

Minah berdiri di dekatnya, mencoba memberikan sedikit kenyamanan. “Tapi, pak, kan lebih baik Rafael tahu yang sebenarnya.”

Adrian menggeleng pelan. “Bukan soal itu, Bik. Saya salah sejak awal. Sejak dia pulang, saya langsung marah-marah tanpa kasih dia kesempatan buat ngomong. Saya terlalu terbawa emosi... lagi-lagi.”

Dia mendesah berat. Setiap kali dia melihat Rafael, rasa bersalah dan kemarahan bercampur menjadi satu. Rafael selalu mengingatkannya pada mendiang istrinya, yang tidak bisa dia selamatkan. Dan setiap kali dia menghadapi putranya, Adrian selalu merasa gagal sebagai seorang ayah.

“Kalau saya jelasin sekarang pun, mungkin nggak akan mengubah apa-apa,” lanjut Adrian. “Dia udah terlanjur kecewa sama saya.”

Minah terdiam sejenak, menatap Adrian dengan rasa prihatin yang mendalam. “Bapak harus tetap coba, Pak. Rafael butuh tahu bapak sayang sama dia, walaupun bapak gak selalu tunjukin.”

Adrian menatap ke arah kamar Rafael yang tertutup rapat, hatinya terasa berat. Dia tahu Minah benar, tapi rasa bersalah itu terus menggerogotinya. Bagaimana jika penjelasannya tidak cukup? Bagaimana jika Rafael sudah terlalu jauh terluka?

Adrian hanya bisa menghela napas panjang lagi, merasa terjebak dalam kesalahan yang sudah lama tak bisa dia perbaiki.

1
KrakenTidur
wkwkwk benjut T_T
KrakenTidur
ikut dag-dig-dug aku ;-;
KrakenTidur
tadi g isi bensin dulu, sihh
KrakenTidur
sedih 😔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!