Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Tiba-tiba Wendi masuk ke dalam ruangan Widi. Tidak sengaja Wendi melihat pemandangan Fadlan dan Widi yang sedang bercanda ria, Nia dan Wendi sangat bahagia melihatnya bahwa ada seseorang yang menjaga Widi dengan tulus. Setelah selesai membereskan barang Widi yang berada di rumah sakit, mereka langsung keluar dari ruangan. Fadlan mendorong kursi roda yang diduduki oleh Widi.
"Masya Allah Bu, semoga Fadlan bisa mendampingi hidup Widi di masa depan," bisik Wendi dengan fokus melihat keakraban Fadlan dan Widi.
"Iya Pak, Ibu juga berharapnya begitu. Untuk suka sama pacar semoga saja dia bisa menjadi suami yang baik untuk Widi." jawab Nia dengan penuh harap.
Sesampainya di rumah, Widi langsung merebahkan tubuhnya di kamar yang di bantu oleh Fadlan.
"Ya sudah, kamu istirahat saja dulu ya," ucap Fadlan seraya mengusap kepala Widi.
"Iya, makasih ya sudah mau bantuin aku," jawab Widi dengan sumringah.
"Sama-sama,"
Fadlan berjalan menuju pintu kamar Widi. Widi pun menatap kepergian Fadlan setelah mengantarnya pulang ke rumah hingga ke kamarnya, ia pun merasa bahagia setelah mengenal Fadlan.
"Baik banget kamu mas Fadlan. Jadi seperti ini rasanya di perhatikan sama kakak sendiri, meskipun aku anak tunggal tapi aku bahagia memiliki Kakak seperti kamu," batin Widi menganggap Fadlan kakaknya.
Sementara itu di luar, Fadlan pun ikut gabung dengan orang tua Widi yang tengah bersantai di ruang keluarga. Mereka pun saling bertukar cerita, sehingga dalam percakapan orang tua Widi membuat Fadlan bingung dan malu-malu.
.
.
.
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu yang cukup keras terdengar nyaring di telinga Henti dan Dela. Mereka yang sedang menikmati makanan enak yang baru di hidangkan pun merasa terganggu, terpaksa mereka menahan rasa demo di dalam perutnya.
Klenteng!
Dela membanting sendok yang ia pegang.
"Siapa sih, ganggu aja!" ketus Dela menatap pintu rumahnya.
"Siapa itu Dela? Coba kamu cek sana," perintah Henti yang sIbuk dengan menata makanannya di atas meja.
Dela langsung bangkit dari kursi yang ia duduk tadi, begitu pintu terbuka, betapa terkejutnya Dela melihat kedatangan Widi serta beberapa pria berbadan besar.
"Mau ngapain kamu ke sini?" ketus Dela sembari menatap pria badan besar itu.
Widi tidak menjawab pertanyaan Dela. Ia langsung saja menerobos masuk ke dalam rumahnya, sehingga membuat Dela merasa jengkel dengan ulah Widi. Bodyguard Widi pun mengawasi gerak-gerik Dela. ia menatap tajam ke arahnya, membuat Dela tercekat dengan tatapan sinisnya. Widi langsung duduk di sofa tanpa dipersilakan duduk oleh tuan rumah.
"Siapa itu De...La? Henti pun tercengang melihat tiba-tiba Widi sudah duduk di sofanya.
"Hei, siapa suruh kamu duduk di sofa saya!" cegah Henti dengan berkacak pinggang, Dela langsung mendekati mamahnya.
"Ada bodyguardnya, Mah!" bisik Dela ketakutan, Henti pun menoleh ke arah pria berjas hitam di balik pintu.
"Ngapain mereka ke sini, terus siapa itu bodyguard nya?" ucap Henti yang di landa kebingungan.
Widi melirik gerak-gerik Henti dan Dela yang bingung dengan bodyguard miliknya, ia tersenyum sinis melihat mereka berdua ketakutan.
"Apa begini cara kalian menyambut tamu?" sahut Widi dengan tatapan tajam.
"Ogah melayani kamu! Ngapain sih datang ke sini?" bentak Henti.
"Ehem!"
Henti dan Dela pun menciut mendengar deheman bodyguard Widi. Bodyguard Widi mendekati mereka berdua yang saling bergandengan, menahan rasa takutnya melihat pria berbadan besar.
"Ikutin apa yang di perintahkan bos Widi!" bisiknya dengan santai.
Widi tersenyum melihat reaksi Henti dan Dela yang terdiam, seperti melihat hantu. Widi memberi kode dengan cara menaikkan kedua alisnya, serta dengan tatapan ke arah map yang sudah ia sediakan di atas meja.
Dela dan Henti saling menyenggol, mereka ketakutan karna Widi membawa bodyguardnya.
"Apa ini?"
"Buka saja, jika ingin tahu!"
Henti menuruti perintah Widi. Begitu sudah terbuka, alangkah terkejutnya Henti melihat beberapa lembar foto dengan aksi kejahatannya. Dela langsung merampas foto dari tangan mamahnya, ia pun terkejut melihat dirinya di dalam foto itu.
"Apa yang kamu lakukan!" tanya Henti tercengang melihat anaknya di dalam foto.
"Widi, maafkan aku! Aku nggak sengaja melakukannya," ucap Dela menggenggam tangan Widi.
"Nggak semudah itu memaafkan kalian!" jawab Widi dengan sedikit menekan.
Dela mendongak begitu mendengar penuturan Widi. Henti pun langsung naik darah, tak terima dengan ucapan Widi.
"Apa maksud kamu!" bentak Henti
Widi berdiri dengan santai, ia mengambil amplop dari tangan Henti.
"Apa kalian mau di penjara?" tanya Widi.
Henti dan Dela pun saling bertatapan terkejut, Henti merasa Widi hanya menggertaknya saja. Dela sudah ketakutan, ia tidak ingin di penjara.
"Alah, itu kamu hanya menggertak saja. Aku gak takut di penjara!"
"Mamah!"
Widi memberi kode pada bodyguard, salah satu bodyguard pun keluar dari rumah mencari sesuatu. Henti dan Dela bingung apa yang di lakukan oleh bodyguardnya, ketika bodyguard masuk mereka sudah ketakutan.
"Mamah, polisi!"
2 pria berseragam abu-abu pun ikut masuk ke dalam, polisi mendekati Widi.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu Widi?"
Widi belum menjawab pertanyaan polisi, ia terus menatap wajah 2 orang yang pernah menghancurkan hidupnya dahulu.
"Bawa mereka ke kantor polisi!"
"Apa!"
"Mamah, aku gak mau di penjara!"
"Widi, tunggu! ua mohon jangan di penjarakan," Henti memohon ampun pada Widi.
"Iya, Widi. Aku mohon jangan di penjara, aku minta maaf. Aku tahu ini salah!"
Ibu dan anak itu pun duduk bersimpuh di hadapan Widi. Meminta maaf dengannya atas kesalahan yang pernah mereka lakukan, Dela tahu Widi tidak akan mudah memaafkan kesalahannya.
Kedua polisi tadi langsung memegang tangan Henti dan Dela untuk di bawa ke kantor polisi. Namun, mereka berontak tidak mau ikut ke kantor polisi.