Juara 2 YAAW 2024, kategori cinta manis.
Datang ke rumah sahabatnya malah membuat Jeni merasakan kekesalan yang luar biasa, karena ayah dari sahabatnya itu malah mengejar-ngejar dirinya dan meminta dirinya untuk menjadi istrinya.
"Menikahlah denganku, Jeni. Aku jamin kamu pasti akan bahagia."
"Idih! Nggak mau, Om. Jauh-jauh sana, aku masih suka yang muda!"
Akan seperti apa jadinya hubungan Jeni dan juga Josua?
Skuy pantengin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Direndahkan
Berdekatan dengan seorang pria saja belum pernah, apalagi mendapatkan perhatian dan juga mendapatkan kecupan dari seorang pria, Jeni belum pernah merasakannya.
Namun, setelah datangnya Josua ke dalam kehidupannya, bukan hanya kecupan manis yang dia dapatkan. Namun, perhatian yang mengundang kekesalan juga dia dapatkan.
Dia merasa jika Josua itu memanglah tipe pria idaman, pria itu mapan dan tentunya perhatian. Namun, pria itu bertingkah layaknya anak kecil dan sangat menyebalkan. Bahkan, pria itu terkesan memaksakan keinginannya.
"Dia itu kurang ajar sekali, berani sekali mengambil keperawanan bibirku." Jeni mengusap bibirnya seraya menatap wajahnya dari pantulan cermin.
Setelah Josua dan Juliette pulang, Jeni tidak bisa tidur. Dia malah duduk di depan meja rias, wanita itu malah membayangkan apa yang sudah terjadi kepada dirinya. Dari pertama kali bertemu sampai saat ini.
"Haish! Gue harus ngedepin dia kaya gimana coba? Gue harus ngejelasin ke dia kaya gimana lagi coba? Gue kan' belum mau nikah," ujar Jeni.
Gadis itu pada akhirnya merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, dia berusaha untuk memejamkan matanya. Dia berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu lelah.
Cukup lama mata itu terbuka, karena bayang-bayang apa yang dilakukan oleh Josua terbayang jelas di matanya. Namun, menjelang tengah malam Jeni bisa tidur juga.
Keesokan paginya.
"Sial! Gue kesiangan!" pekik Jeni.
Wanita itu bangun pada pukul tujuh pagi, sedangkan dia ada kuliah pukul sembilan pagi. Memang sih masih ada waktu dua jam lagi, tetapi tadinya dia berencana akan belanja dulu sebelum pergi kuliah.
Itu artinya dia tidak jadi belanja, tetapi harus langsung bersiap untuk pergi kuliah. Karena setelah mandi dia harus sarapan dan tentunya pergi kuliah dengan menggunakan bis.
"Akhirnya sampe kampus juga," ujar Jeni.
Waktu kini menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, tetapi wanita itu sudah sampai di kampus. Daripada telat, mending datang lebih awal pikirnya.
Jeni nampak duduk di kelas, lalu dia mengambil ponselnya dan bermain dengan ponselnya itu. Tidak lama kemudian, Julian nampak masuk dan duduk tepat di samping Jeni.
"Elu udah dateng, Jen?" tanya Julian.
Pria itu menyimpan kotak bekal berisikan roti isi tepat di hadapan Jeni, Julian juga menyimpan sebotol jus buah.
"Iya, gue udah dateng. Itu apa?" tanya Jeni berbasa-basi, karena pada kenyataannya dia bisa melihat sendiri apa yang Julian bawa.
"Gue bawain sarapan, dimakan ya?" ujar Julian.
Pria itu terlihat begitu perhatian, tapi sayangnya Jeni tidak suka dengan perhatian yang diberikan oleh Julian kepada dirinya.
"Gue udah sarapan nasi uduk, lagian gue itu bukan bule yang suka sarapan roti. Enakan nasi uduk, kalau ngga ya lontong sayur."
"Jangan gitu dong, Jen. Ini bentuk perhatian gue sama elu," ujar Julian sedikit memaksa.
"Julian, gue ngucapin terima kasih banyak atas perhatian elu. Tapi maaf, gue udah sarapan. Kalau gue terima, sayang juga tuh roti. Kaga bakal kemakan sama gue," ujar Jeni memberikan pengertian.
Namun, sepertinya Julian menyangka hal yang lain. Jeni tidak mau menerima pemberian darinya karena lebih memilih Josua, pria yang dia rasa kaya dan juga pastinya berpengalaman.
Dia memang merupakan anak orang kaya, ayahnya adalah seorang pejabat. Namun, dia masih kuliah dan belum berpenghasilan. Pastinya Jeni lebih kepincut dengan pria berduit, pikirnya.
"Oh, oke. Gue paham, elu pasti ngga bakal mau nerima pemberian dari anak ingusan kaya gue. Pasti elu lebih milih om-om yang tadi malam itu, kan?" tanya Julian disertai tuduhan.
Jeni langsung mengerutkan dahinya, dia tidak menyangka jika Julian akan mengatakan hal seperti itu. Jeni jadi merasa menjadi manusia rendahan dengan tuduhan dari Julian.
"Ngga gitu juga, gue emang udah sarapan. Tolong jangan tersinggung," ujar Jeni.
Julian tiba-tiba saja merasa begitu kesal kepada Jeni, dia bahkan langsung menatap Jeni dari ujung rambut hingga ujung kaki. Wanita itu memang miskin, tapi wajahnya begitu cantik dengan bodynya yang begitu mulus.
"Halah! Bilang aja kalau om yang malam itu kaya raya, banyak duitnya dan yang pasti elu nerima dia karena dia jago di atas ranjang, kan?" ujar Julian.
Plak!
Tanpa terasa Jeni langsung menampar pipi Julian, dia merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia merasa direndahkan sebagai seorang wanita.
"Jaga mulut elu, Julian! Gue emang miskin, tapi gue ngga bakal jual diri demi uang.'' Jeni menatap Julian dengan tatapan penuh amarah.
"Munafik!" teriak Julian yang dengan cepat pergi meninggalkan Jeni.
Jeni hanya bisa menghela napas berat melihat kepergian Julian, pria yang sudah mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat dirinya tersinggung. Namun, malah pria itu yang nampak marah terhadap dirinya.
"Dia itu kenapa? Memangnya salah gue di mana? Apa maksudnya coba bilang kaya gitu?" kesal Jeni dengan air matanya yang mulai luruh, karena dia merasa dianggap sebagai seorang jallang.