Li Fengran tidak pernah menyangka jika setelah mati, dirinya akan pergi ke dunia lain dan menjadi peserta kompetisi pemilihan ratu. Untuk melarikan diri, dia mencoba yang terbaik untuk gagal, namun perbuatannya justru menarik perhatian Raja dan Ratu Donghao dan membuatnya terlempar ke sisi Raja Donghao.
Hidup sebagai pendamping di sisi Raja, Li Fengran berhadapan dengan tiga siluman rubah yang terus mengganggunya dan menghadapi konflik istana serta Empat Wilayah.
Akankah Li Fengran mampu bertahan di istana dan membuang niatnya untuk melarikan diri? Akankah ia mengabaikan kasih sayang Raja dan memilih mengamankan dirinya sendiri?
*Cover by Pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TCQ 19: Sutra Putih Pengantar Duka
Li Fengran menyusul Nangong Zirui satu jam kemudian.
Walau Nangong Zirui tidak mencintai Ling Sui, tetapi dia tetaplah istri sahnya. Bertahun-tahun hidup bersama tidak mungkin tidak menyisakan perasaan.
Setidaknya, Nangong Zirui akan bersedih karena kehilangan seorang istri yang bisa dianggap sebagai teman.
Istana Qihua bersinar terang di tengah kegelapan malam. Auranya mulia, namun ada semacam kesuraman yang menguar tanpa disadari.
Pintu megah istana itu terbuka, dan Li Fengran cukup terkejut saat melihat Nangong Zirui duduk di lantai aula sementara tubuhnya bersandar pada meja kerjanya.
Nangong Zirui mabuk. Anggur yang ia telan hanya tersisa setengahnya dan tumpah di lantai begitu saja. Saat Li Fengran mendekatinya, pria itu cegukan dan pipinya memerah.
Tatapan matanya menyiratkan kesedihan yang ditahan. Nangong Zirui juga sesekali mengerutkan kening dan memijat pelipisnya.
“Yang Mulia, untuk apa kamu minum sebanyak itu?” tanya Li Fengran.
“Ling Sui, aku tidak membencinya. Dia berkata dia menikah denganku untuk membantuku. Dia ratu yang baik, tapi dia tidak bisa menjadi istri yang baik. Semua yang dilakukannya, tidak bisa membuatku jatuh cinta padanya,” racau Nangong Zirui.
“Kau tahu? Dia rela menyia-nyiakan masa mudanya dengan terkurung di istana ini. Dia selalu berkata akan membantuku menangani urusan, tapi dia tidak pernah sepenuhnya percaya padaku,” racaunya lagi.
“Mengapa Yang Mulia berpikir begitu?”
“Jika dia percaya padaku, dia tidak akan menyembunyikan kondisi kesehatannya yang sebenarnya dan menipuku. Aku… bukan raja bodoh, mana mungkin aku tidak tahu apa yang dia sembunyikan di belakang punggungnya.”
“Mungkin Ratu tidak ingin membebanimu.”
“Begitukah? Lalu mengapa dia tidak bicara jujur? Pada akhirnya, dia tetap pergi. Katakan, apakah aku harus sedih atau bahagia atas kebebasannya?”
Nangong Zirui tidak bisa tidak mengatakan bahwa dia sebetulnya memiliki sedikit kesan terhadap Ling Sui. Bagaimanapun, mereka telah menikah bertahun-tahun dan hidup bersama.
Walau tidak memiliki hubungan yang intens, setidaknya di mata Nangong Zirui, Ling Sui adalah seorang Ratu yang baik.
Dia tidak peduli apa kata orang di luar sana. Mereka bisa bebas mengatakan bahwa Raja membenci Ratu dan tidak ingin tidur dengannya sejak menikah.
Nangong Zirui hanya tahu dan peduli jika Ling Sui menjalani harinya tanpa harus dibebani pikiran buruk orang-orang tentang mereka berdua.
Li Fengran hanya pendatang baru yang datang dari luar. Dia tidak punya cukup pengetahuan untuk memahami bagaimana isi hati Nangong Zirui yang sebenarnya.
Setiap kali melihatnya, Li Fengran akan teringat bagaimana dia memukul wajahnya dan seperti apa ekspresi Nangong Zirui saat melihatnya kembali di Aula Linglong.
Jantungnya selalu berdegup lebih kencang, dia takut Nangong Zirui tiba-tiba perhitungan dengannya dan menghukumnya. Saat dia memaksa menemani Ling Sui dan melanggar perintah, Li Fengran waswas.
Melihat Nangong Zirui kacau seperti ini, Li Fengran tiba-tiba mengerti mengapa Ling Sui begitu bersikeras bertahan di istana yang kacau ini. Jelas sekali wanita itu tahu kalau hidupnya dalam bahaya, namun tetap memilih tinggal.
Nangong Zirui sebetulnya bukan tanpa perasaan, ia hanya tidak jatuh cinta saja. Selebihnya, perasaan Nangong Zirui untuk Ling Sui cukup untuk membuat mereka tetap bersama sebagai pasangan suami istri Raja dan Ratu Donghao secara formal.
“Jelas-jelas dia bisa memilih untuk pergi saat itu. Keluarga Ling telah mengeluarkan banyak usaha untuknya, tapi tidak membawa kejayaan tambahan. Kehormatan, pada akhirnya memudar seiring waktu.”
“Yang Mulia, kamu mabuk. Aku akan meminta Kasim Wang membawakan sup pereda mabuk.”
Jika Nangong Zirui berceloteh lebih lama lagi, dia bisa saja mengungkapkan segala beban di hatinya pada Li Fengran.
Sebagai orang baru yang masih belum menetapkan hati, Li Fengran tidak ingin dibebani dengan rahasia yang diketahui tanpa sengaja. Satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah membuat pria ini sadar kembali.
Tapi di luar dugaan, Nangong Zirui tiba-tiba berdiri dan menyegarkan tubuhnya sendiri. Rona merah di pipinya belum hilang, tapi tatapan sayu yang sedari tadi membayang berangsur-angsur berubah normal. Tubuhnya tegap dan ia sangat sadar. Li Fengran menganga.
“Aku tidak mabuk.”
Bagaimana mungkin? Sejak dia masuk, pria ini selalu meracau dan bergumam tentang Ling Sui. Bau anggur yang menyengat juga tercium di jubah naganya.
Bagaimana bisa dia tidak mabuk?
Li Fengran belum bangkit dari rasa herannya ketika Nangong Zirui tiba-tiba berkata, “Setengah guci anggur tidak akan membuatku mabuk. Aku hanya terkejut. Li Fengran, kamu bisa pergi.”
Barulah saat itu Li Fengran tahu kalau dia sudah dibodohi.
...***...
Beberapa hari kemudian, Ling Sui dimakamkan di makam kerajaan.
Sutera putih melambai di udara, membalut tiang-tiang istana dan batang-batang lampu. Peti mati Ling Sui diangkat setelah serangkaian prosesi diiringi isak tangis yang datang dari Keluarga Ling.
Mereka kehilangan wanita kebanggaan mereka, yang telah menjadi Ratu Donghao dan berdiri kukuh di harem sendirian setelah beberapa tahun.
Li Fengran dapat melihat kesedihan mendalam di wajah mereka. Menteri Ritus memimpin paling depan, puluhan pelayan menaburkan uang duka di sepanjang jalan.
Iring-iringan berjalan menuju makam kerajaan di atas Gunung Ruyi, melewati jalan utama ibukota. Rakyat mengantar kepergian ratu mereka di depan gerbang istana dengan kepala tertunduk dan sebagian menunggu di pusat kota.
Jarak dari Istana Kerajaan ke Gunung Ruyi cukup jauh dan jalannya menanjak. Li Fengran merasa tidak akan ada pengaruh besar jika dia tidak ikut.
Li Fengran menghilang di antara kerumunan saat peti mati Ling Sui diangkat ke dalam kereta dan perlahan melaju
meninggalkan istana. Dia berbalik, menyusup masuk kembali ke dalam istana seorang diri.
Pada saat ini, istana masih dalam suasana duka. Aktivitas di beberapa istana berjalan seperti biasa, namun berbeda dengan Istana Belakang. Li Fengran tahu Nangong Zirui tidak ikut mengantarkan Ling Sui ke pemakaman dan memilih berdiam diri di Istana Qihua.
Sikapnya ini hanya menegaskan kabar bahwa Raja memang membenci Ratunya terlepas dari kenyataan yang tidak mereka ketahui.
Li Fengran berbelok ke Istana Qihua. Wang Bi tampak menunggu dengan suntuk di depan pintu, menunggu perintah namun setelah beberapa saat, masih hening.
Melihat Li Fengran datang, Wang Bi hendak bicara namun wanita itu menyuruhnya diam.
Dia masuk sendiri dengan membuka pintu Istana Qihua secara perlahan. Gerakan kecilnya disadari Nangong Zirui yang tengah duduk di kursi kerjanya. Pria itu hanya mendongakkan kepala sesaat dengan enggan, kemudian kembali fokus membaca dokumen di tangannya.
Memang seorang raja yang bertanggungjawab, pikir Li Fengran. Saat semua orang berduka dan istrinya meninggal pun, Nangong Zirui tidak lupa membaca laporan kenegaraan dan menyibukkan dirinya sendiri.
Li Fengran berjalan perlahan, lalu berdiri di seberang mejanya.
“Untuk apa kamu kemari?” Nangong Zirui bertanya. “Bukankah kamu sangat dekat dengan mendiang ratu? Mengapa kamu tidak ikut mengantarnya?”
Ada kesan tidak senang dari nada bicara itu. Li Fengran tersedak ludahnya sendiri. Situasi dan sikap macam apa itu?
Tadi malam, jelas-jelas pria ini meracau dan merasa sedih atas kepergian Ling Sui yang tiba-tiba, mengapa sekarang justru bersikap seolah Ling Sui telah merebut sesuatu darinya?
Apakah sikap seorang raja memang begini?
“Yang Mulia, Pemangku Pedang tidak bertanggungjawab untuk memimpin pemakaman,” ucap Li Fengran.
“Selain itu, ada banyak orang yang mengantarnya. Sebaliknya, Yang Mulia justru sibuk sendiri. Yang Mulia, Anda benar-benar Raja yang baik.”
Terdengar helaan napas lelah. Nangong Zirui bukannya tidak mau mengantar, tetapi dia punya urusan yang lebih penting dan harus dipikirkan.
Setelah Ling Sui meninggal, para pejabat pengadilan pasti akan segera mendesaknya untuk mengangkat ratu baru.
Calon ratu sudah ditetapkan, dan dengan pengaruh para tuan besar dari empat wilayah, para menterinya yang berwajah tebal itu akan segera mendeklarasikan peresmian Shen Lihua sebagai Ratu Donghao yang baru.
“Ling Sui sudah meninggal. Setelah periode berduka selesai, akan datang tekanan yang memintaku mengangkat Shen Lihua sebagai Ratu Donghao yang baru.”
Li Fengran sekarang terkesiap dan tiba-tiba mengerti.
“Secepat itu?”
Nangong Zirui mengangguk. “Aku tidak terburu-buru mengangkat seorang ratu. Tidak sulit menghentikan para pejabat sebetulnya.”
“Lalu apa yang membuat Yang Mulia ragu?”
“Ibu Suri.”