Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Papa Romeo tak kuasa menahan air mata saat mendengar kata sah dari saksi dan beberapa undangan. Sekarang, ada orang yang lebih berhak atas Rara daripada dirinya. Dia tahu pernikahan ini mendapatkan banyak gunjingan tetangga, tapi itu bukan masalah besar, kebahagiaan Rara lah, yang lebih dia fikirkan saat ini.
Setelah semua acara selesai, semua tamu pulang, pun dengan kedua orang tua Jovan. Sedangkan Jovan sendiri, malam ini akan menginap di rumah Rara.
Jovan memperhatikan seisi kamar Rara. Kesan pertama yang dia dapat, adalah bersih dan rapi. Di sudut ruangan, ada rak tempat buku-buku. Dua tahun bekerja dengan Rara, dia tahu jika mantan sekretarisnya itu adalah wanita yang smart dan hobi membaca, wajar jika di kamarnya banyak sekali koleksi buku.
Rara duduk di meja rias, menghapus make up di wajahnya. Hari ini dia mengenakan hijab karena tak mau ribet pakai sanggul. Selain itu, sebenarnya sudah ada niatan dia untuk terus mengenakan hijab setelah ini.
Jika biasanya setiap bertemu akan langsung mengobrol panjang lebar soal kerjaan, beda dengan malam ini. Tercipta kecanggungan diantara Rara dan Jovan. Jovan bahkan bingung mau ngapain sekarang. Dia berdiri di dekat rak buku, melihat koleksi buku-buku Rara. Meski tampak seperti membaca, tapi sebenarnya dia hanya membuka satu persatu halaman tanpa membaca.
"Pak, eh maaf," Rara bingung harus bagaimana memanggil Jovan. Dia memutar duduknya menghadap ke arah Jovan. "Saya harus panggil apa mulai sekarang?"
"Terserah kamu. Senyamannya aja."
"Em.... sayang?"
"Hah!" mata Jovan langsung membulat sempurna. Dia tak menyangka jika dari banyaknya pilihan panggilan, Rara malah memilih 'sayang'. "Em.... yang lain saja."
"Karena Dista manggilnya sayang ya?" Rara tersenyum kecut. "Belum apa-apa, udah gak adil."
"Bukan begitu, Ra." Jovan meletakkan buku yang dia pegang ke tempat semula, lalu berjalan mendekati Rara, duduk di sisi ranjang.
"Lalu?"
"Ya.... ya gak enak aja kalau panggilannya sama. Gimana kalau 'mas' aja?"
"Terserah kamu." Rara kembali membalikkan badan, menghadap ke arah cermin rias.
"Ya sudah, panggil saja sayang, gak papa," Jovan mengalah daripada nanti dikira gak adil. Tapi diluar dugaan, Rara malah menggeleng sambil tersenyum.
"Aku hanya ngetes kamu aja tadi. Aku gak bener-bener pengen manggil sayang. Aku juga gak mau entar dikira niru-niru Dista. Aku... " Rara menatap Jovan dari cermin. "Aku panggil kamu abang aja ya?"
"Terserah kamu." Jovan tersenyum menatap pantulan wajah Rara di cermin. Semakin di tatap, istrinya itu terlihat semakin cantik, apalagi kalau sedang tersenyum.
"Oh iya, rencananya aku pengen berhijab. Kamu, eh Abang setuju gak?"
Sekali lagi Jovan hanya menanggapi dengan senyum. "Terserah kamu." Hari ini, dia melihat Rara begitu cantik dengan kebaya dan hijab warna senada.
Selesai membersihkan wajah, Rara ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan ganti pakaian. Kesempatan itu, Jovan gunakan untuk mengaktifkan ponsel yang sedari tadi mati. Kenapa dia matiin, karena Dista terus menerus meneleponnya tadi, padahal dia sedang fokus menghafalkan ijab kabul. Bagitu ponselnya aktif, langsung masuk banyak sekali pesan dari Dista. Dan seketika itu juga, ada panggilan masuk darinya.
Sebelum mengangkat, Jovan melihat ke arah kamar mandi. Dia tak ingin Rara melihatnya telepon dengan Dista. Bagaimanapun, ini hari pernikahan mereka, dan dia ingin menjaga hati Rara.
"Sayang, kok HP kamu gak aktif sih dari tadi?" dari suaranya, Dista terdengar sangat kesal.
"Kamu kan tahu sendiri, aku lagi akad nikah sama Rara."
Dista mengepalkan telapak tangannya mendengar nama Rara. Sial sekali, disaat dia dan Jovan belum sah, Rara malah lebih mendahuluinya.
"Awas kalau malam ini kamu nyentuh Rara! Kamu gak boleh nyentuh dia.
Jovan memijat keningnya mendengar Dista marah-marah. " Tapi itu termasuk nafkah batin yang harus aku penuhi."
"Berarti kamu selama ini bohong. Jangan-jangan kamu memang benar-benar selingkuh dengan Rara, bukan kecelakaan."
"Apaan sih, kok kamu malah nuduh kayak gitu."
"Buktinya kamu pengen ngulang lagi."
"Bukan masalah ngulang lagi, tapi_"
"Tapi nafkah," potong Dista sambil memutar kedua bola matanya malas. "Cukup beri nafkah lahir saja. Toh kalian nikah cuma karena anak, bukan cinta. Kebutuhan biologis kamu, aku yang akan memenuhi, gak usah minta sama Rara."
Jovan membuang nafas kasar sambil mengusap tengkuk.
"Kamu lagi dimana sekarang?" tanya Dista.
"Di rumah Rara."
"Di kamarnya?"
"Hem."
Hati Dista panas mendengar Jovan ada di kamar Rara. Dia sudah membayangkan yang tidak-tidak. "Kamu lagi sama Rara sekarang?"
"Dia ada di kamar mandi."
"Aku mau video call sekarang. Aku kangen." Sebenarnya Dista hanya beralasan, tujuan utama dia, ingin melihat apakah kamar Rara dihias layaknya kamar pengantin baru atau tidak. Sebagai sahabat, dia sudah sering masuk kamar Rara, jadi sudah tahu isinya.
"Gak usah, takutnya Rara tiba-tiba keluar dari kamar mandi."
"Emangnya kenapa kalau Rara keluar?" Dista malah ingin itu terjadi. Dia ingin menunjukkan pada Rara, jika meski sudah menikah dengannya, Jovan masih memprioritaskan dirinya. "Aku kangen, sayang. Please, video call sebentar. Lagian Rara sudah setuju dipoligami, jadi apa salahnya."
Jovan kembali melihat ke arah pintu kamar mandi. Tak terdengar suara gemericik air, entah apa yang dilakukan Rara di dalam. "Baiklah, tapi sebentar saja." Dia menerima panggilan video call dari Dista.
Setelah ngobrol sebentar, Dista meminta Jovan mengarahkan kamera ke sekeliling kamar Rara. Dia lega tak melihat satu pun hiasan khas malam pertama seperti bunga ataupun lilin. "Udah ya, aku gak enak kalau Rara tiba-tiba keluar."
"Sebentar." Dista justru ingin Rara melihat dia dan Jovan video call.
Ceklek
Jovan menoleh mendengar suara pintu kamar mandi dibuka. Matanya membulat melihat Rara keluar dari kamar mandi dengan menggunakan lingeri warna merah yang sangat seksi. Dia sampai lupa mematikan video call.
Posisi Jovan yang membelakangi pintu kamar mandi, membuat Dista bisa melihat dengan jelas penampilan Rara saat ini. Buru-buru dia mematikan ponsel lalu membantingnya ke kasur.
"Arrrggghhh!" Dista berteriak kencang. "Kurang ajar kamu, Ra. Kamu sengaja memakai baju haram itu untuk merayu Jovan."
astaghfirullah, rasain lu. malu banget dah kalau tubuh jg sdh dikonsumsi publik
kpok dista..
ganyian yg masuk perangkap fino..
kalo mau ngelayani pasti ngancam nyebarin video dista dan bastian..
bahaya punya koleksi video syur pribadi..
kalo kecopetan atau kerampokan kan bisa disebarin orang lain..