Jian Chen melarikan diri setelah dikepung dan dikejar oleh organisasi misterius selama berhari-hari. Meski selamat namun terdapat luka dalam yang membuatnya tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Didetik ia akan menghembuskan nafasnya, kalung kristal yang dipakainya bersinar lalu masuk kedalam tubuhnya. Jian Chen meninggal tetapi ia kembali ke masa lalu saat dia berusia 12 tahun.
Klan Jian yang sudah dibantai bersama keluarganya kini masih utuh, Jian Chen bertekad untuk menyelamatkan klannya dan memberantas organisasi yang telah membuat tewas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secrednaomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 1 — Hari Kematian
Disalah satu satu lokasi terpencil dari 12 Provinsi Benua Timur, Tanah Merah adalah tanah terkutuk yang paling terlarang dimasuki orang-orang. Di tanah ini tidak ada pepohonan yang tumbuh, hewan-hewan, atau bahkan manusia.
Bukan karena kutukan yang membuat lokasi Tanah Merah terlarang melainkan karena banyak gas beracun. Ditambah lagi tidak ada sesuatu berharga didalamnya membuat tempat tersebut tidak mungkin dihuni oleh seseorang.
Namun fakta itu terbantahkan hari ini, ditempat yang menurut orang-orang bahaya itu adalah tempat salah satu pendekar hebat tinggal.
Sayangnya, pendekar hebat itu ke Tanah Merah bukan menjadikannya rumah melainkan tempat bersembunyi dari kejaran orang jahat.
Pendekar tersebut tidak dalam kondisi baik saat memasuki Tanah Merah, jika seseorang melihatnya lebih jelas maka akan menemukan ada luka dalam yang berat di dadanya.
Pendekar itu yang tak lain adalah Jian Chen, Pendekar yang sudah diburu oleh organisasi berbahaya karena membawa benda yang misterius. Jian Chen, berlari ke Tanah Merah karena tidak ada tempat lagi yang aman dari kejaran organisasi tersebut.
Jian Chen berhenti disalah satu batu besar sambil memegang dada, ia menyandarkan punggungnya di batu tersebut dengan pandangan mata yang melihat ke langit.
‘Sepertinya, aku benar-benar tidak bisa selamat kali ini…’
Jian Chen tersenyum tipis saat merasakan luka dalamnya yang cukup parah. Tidak ada yang bisa mengobatinya disini kalaupun ada itu pasti sulit karena obat yang menyembuhkannya pasti amat langka dan mahal.
Jian Chen mendudukkan posisinya, napasnya kian memberat tetapi senyuman terukir begitu jelas.
‘Hidupku juga tidak mempunyai sesuatu yang berharga, tidak ada penyesalan kalau aku mati disini. Setidaknya aku mati untuk melindungi dunia...”
Tangan Jian Chen merogoh sesuatu dibalik jubahnya, mengambil benda misterius yang membuatnya diburu oleh organisasi tersebut. Benda itu adalah mutiara yang berwarna merah.
Jian Chen menatap Mutiara Merah tersebut sebelum menggenggamnya dengan keras hingga mutiaranya remuk dan pecah berkeping-keping.
“Gara-gara benda terkutuk ini, seharusnya aku tidak disini sekarang…” Jian Chen menghamburkan sisa-sisa mutiara itu ke tanah lalu menginjaknya dengan keras.
Seandainya bukan karena permintaan seseorang yang penting bagi Jian Chen, mungkin ia tidak akan sudi membawa Mutiara merah itu. Tetapi apalah daya sekarang semuanya sudah selesai, mutiara itu juga tidak akan dimiliki siapapun. Misinya telah sukses dengan tujuan mutiara tersebut tidak jatuh pada orang jahat.
Rasa sakit yang hebat kembali dirasakan hingga membuat Jian Chen muntah darah. Tidak berselang lama napas Jian Chen kian melemah dan matanya mulai meredup.
Merasa bahwa hanya hitungan waktu nyawanya akan hilang Jian Chen teringat masa lalunya ketika hidup dulu.
Jian Chen berasal dari Klan Jian yang berada dibawah bukit pegunungan, hidupnya tidak bisa dikatakan baik sebagai seorang pendekar karena memiliki bakat yang rendah sejak kecil dulu.
Waktu usianya remaja, Klan Jian memasukan Jian Chen kedalam akademi di Ibu Kota yang jauh dari tempat tinggalnya. Dikala 2 tahun belajar di Akademi, Jian Chen tidak menyangka bahwa Klannya bakal dibantai sampai habis.
Jian Chen sungguh ketakutan ketika mendengar hal itu terjadi karena takut dihabisi oleh seseorang di Akademi, Jian Chen memutuskan melarikan diri begitu saja mencari tempat untuk bersembunyi.
Dengan tingkat bela dirinya yang rendah Jian Chen melarikan diri ke tempat yang satu ke tempat lainnya selama bertahun-tahun.
Pengalamannya yang terus berpindah-pindah tempat inilah yang membuat pemahaman Jian Chen tentang dunia luar begitu luas. Jian Chen sadar kekuatan didunia persilatan adalah tolak ukur kehidupannya akan baik atau sengsara.
Jian Chen akhirnya memilih berlatih dengan keras sendirian namun setelah beberapa waktu ia menyadari berlatih tanpa seorang pembimbing adalah hal yang sulit.
Jika bukan karena kebetulan ia bertemu gurunya digubuk tengah hutan, ia tidak mungkin bisa bertahan didunia persilatan.
Guru Jian Chen adalah orang yang sangat misterius, ia berlatih bersamanya selama 7 tahun hingga dirinya berumur 25 tahun. Saat ketika Jian Chen sudah mencapai level tinggi didunia persilatan, gurunya tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa jejak.
“Bahkan sampai kinipun aku tidak tahu nama guruku…” Jian Chen selalu menyebut gurunya dengan sebutan ‘Guru’ jadi dia tidak tahu nama aslinya, selain itu gurunya juga tidak pernah memberitahukan namanya.
Setelah dirasa kekuatannya melebihi orang lain, Jian Chen memutuskan untuk kembali ke Klan nya yang sudah dibantai, menyisakan bangunan runtuh dan rumah-rumah yang telah kosong.
Tiba dirumahnya yang dulu, Jian Chen menemukan sesuatu rahasia didalamnya yaitu ada ruangan bawah tanah. Saat masuk, Jian Chen kemudian menemukan ada dua buah surat yang mungkin dari orang tuanya sebelum dibantai, saat ketika dibaca isinya cukup mengejutkan.
Ada dua informasi dalam surat tersebut dan salah satunya adalah tentang kalung kristal yang dipakainya, kalungitu adalah kalung yang diberikan ibunya pada Jian Chen waktu kecil dulu.
Saat pikiran itu terlintas, Jian Chen mencabut kalung kristal yang ada dilehernya dengan segenap tenaga. Dalam surat disebutkan bahwa kristal yang dipakainya memiliki kekuatan yang paling hebat.
Isi dalam surat tersebut yang tak lain menunjukkan bahwa kristal hijau yang ada dikalung Jian Chen adalah sebuah pusaka kuno yang telah hilang. Disebutkan bahwa kristal tersebut bernama ‘Kristal Penembus Waktu’.
‘Kalau diingat lagi, kristal pada kalung ini memang aneh…Saat sekarat aku pernah melihat benda ini bisa bercahaya terang...” Jian Chen pernah bertarung hidup dan mati lalu kalah dan sekarat, waktu itu kalung yang ada dilehernya bereaksi seperti bercahaya.
Sebelum ia memeriksa lebih jauh, tiba-tiba kristal yang ada dikalung Jian Chen mengeluarkan cahaya hijau terang. Jian Chen segera melemparkan kalungnya karena instingnya merasakan ada sesuatu yang berbahaya pada kristal itu.
Benar saja, sesuatu yang mengejutkan terjadi setelahnya, Kristal hijau itu yang semula ditanah bisa bergerak sendiri dan melayang, ia juga telah memisahkan diri dari kalungnya.
“Sebentar…Bagaimana bisa…” Jian Chen ingin berkata seperti itu jika tidak ada darah dimulutnya.
Jian Chen ingin merangkak mundur melihat cahaya kristalnya semakin terang namun sayangnya kristal itu justru bergerak cepat dan masuk pada tubuhnya.
Jian Chen meraba dadanya tetapi tidak merasakan ada sesuatu yang masuk seolah kristal itu masuk ketubuhnya seperti hantu yang menembus dinding.
Pada saat dia bertanya-tanya apakah kristal itu berbahaya atau tidak, semua pertanyaan itu segera terjawab beberapa detik kemudian.
Secara tiba-tiba kristal yang ada di tubuh Jian Chen bereaksi, kristal tersebut menyerap sesuatu yang tak dapat dikira Jian Chen yaitu menyerap energi hidupnya.
Jian Chen menjerit keras merasakan sakit yang amat hebat, kristal tersebut juga ternyata menghisap kultivasinya hingga menurun secara drastis. Setelah terasa mentok pada dasar kultivasi Jian Chen langsung terkapar tidak berdaya.
Disela diujung nyawanya Jian Chen hanya bisa pasrah dengan keadaanya. Dari lubuk hatinya ia berharap bisa mengubah atau tahu jawaban-jawaban atas semuanya.
Jian Chen ingin tahu siapa yang membantai Klannya dan apa alasannya, ia juga ingin tahu identitas gurunya, dan yang paling penting dari semuanya, Jian Chen ingin tahu siapa dirinya yang sebenarnya .
Tak berselang lama detik berlanjut, Jian Chen kemudian menutup mata perlahan dan menghembuskan napas terakhir.