Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.
Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.
Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 19
...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...
..."Kalau janur kuning sudah melengkung, tak ada lagi kesempatan untuk menikung."...
...—🖤—...
NAYYA terpaku saat dirinya melihat Zayyan yang tengah menggendong seorang perempuan di parkiran sebuah restoran. Matanya tidak berkedip sedikit pun, bahkan dia sampai tidak sadar kunci mobil yang dirinya pegang sudah terjatuh.
Sangat sulit dipercaya, Zayyan bisa sedekat itu dengan perempuan bahkan berani sekali menggendongnya di depan umum. Padahal pada saat dia tak sengaja menggandeng tangan lelaki itu, Zayyan marah bukan kepalang.
"Semua cowok emang sama aja. Kelihatan baik di depan doang!" desisnya penuh emosi.
Dia yang hendak memasuki resto urung, dan lebih memilih untuk kembali ke resort. Mood-nya mendadak hancur berantakan. Zayyan terlihat sangat bahagia dan berbinar-binar bersama perempuan itu, sedangkan jika bersamanya tidak demikian.
Nayya mengambil kunci mobil, lalu mengendarainya dengan kecepatan cukup tinggi. Pikiran perempuan itu kacau berantakan, hatinya apalagi tak usah ditanya pun sudah pasti remuk redam.
Nayya memukul-mukul stir mobil dan menepikan kendaraannya di tempat yang cukup sepi. Menjatuhkan kepala di sana, lalu terisak untuk meluapkan semua rasa yang menyesakan dada.
"Gue terlalu terburu-buru membuka hati, ujungnya sakit lagi. Salah orang lagi," gumamnya frustrasi.
"Seharusnya gue nggak semudah itu jatuh cinta."
Kepala Nayya mendongak kala kaca mobilnya diketuk seseorang, dia pun menurunkan kacanya lantas berujar, "Ada apa yah, Pak?"
"Ban belakang bocor, Mbak," katanya membuat Nayya mau tak mau segera turun.
Saat Nayya turun, dia tersentak karena orang tersebut malah menodongkan sebuah pisau dan membuat tubuhnya menghimpit ke badan mobil.
"Modus baru ternyata? Nggak usah intimidasi gue. Bunuh aja sekalian biar lo puas!"
"Serahkan barang-barang berharga lo!"
Nayya tertawa hambar. "Ambil sono! Nggak usah ancam gue dengan sebilah pisau. Gue nggak takut!"
"Berani sekali kau Nona!" desisnya seraya mengacungkan pisau dan akan menghunus dada Nayya.
Nayya merapatkan matanya. Sekalipun hari ini harus mati, tak apa. Setidaknya dia tidak bunuh diri, tapi dibunuh seorang pencuri. Terdengar lebih normal, dibanding menggantung diri dengan tambang.
Namun, matanya seketika terbuka lebar kala mendengar seperti ada yang baku hantam. Dia terkejut bukan kepalang, terlebih saat melihat Zayyan tengah adu jotos dengan perampok tadi.
Pandangan Nayya beralih pada Zalfa yang tengah duduk di atas motor dengan perasaan cemas sekaligus gelisah. Zalfa takut terjadi sesuatu yang buruk pada sang suami, sedangkan dirinya tak bisa membantu apa-apa, hanya doa yang bisa perempuan itu panjatkan.
"Lo ngapain malah duduk di situ, turun napa," katanya saat sudah menghampiri Zalfa.
"Nggak papa, saya di sini saja," sahut Zalfa sekenanya.
Mereka menyaksikan pergulatan Zayyan, sampai akhirnya perampok itu bisa ditumbangkan. Zayyan menghampiri Nayya dan juga Zalfa dengan napas yang masih ngos-ngosan.
"Mbak Nayya nggak papa? Ada yang luka atau yang hilang?" tanya Zayyan seraya menghapus darah segar yang keluar dari sudut bibirnya.
"Gue yang harusnya nanya kayak gitu sama lo. Lagian ngapain lo susah-susah bantuin gue!"
Zayyan tersenyum tipis. "Sama-sama, Mbak."
Nayya mendengkus kasar. "Thanks."
"Mas tangannya luka itu, diobati yah. Kita cari klinik," ujar Zalfa panik saat melihat telapak tangan sang suami yang tergores pisau cukup dalam.
Zayyan menggeleng dan tersenyum sangat manis. "Nggak papa, nanti bisa Mas obati di rumah. Kita pulang sekarang yah."
"Gimana caranya lo pulang, tangan lo luka itu. Mana bisa bawa motor. Naik mobil gue, gue anter lo pulang," putus Nayya.
"Terus motor saya gimana?"
Nayya menunjukkan tangannya, seolah meminta waktu Zayyan sebentar. Dia menghubungi seseorang, yang sekiranya bisa dimintai tolong. "Gue butuh bantuan lo, datang ke sini sekarang. Gue shareloc."
Panggilan Nayya putus secara sepihak, mengabaikan protesan orang di seberang sana yang tengah bergelung di bawah lindungan selimut.
"Sebentar lagi Syaki ke sini, motor lo biar dia yang bawa. Kita tunggu dulu di mobil gue," cetus Nayya yang dibalas anggukan.
"Tangan Mas sakit, nggak usah gendong aku," tolak Zalfa saat Zayyan hendak membawanya dalam gendongan.
Zayyan tertawa kecil dan mengacak gemas puncak kepala sang istri dengan tangan yang satunya. "Terus gimana caranya kamu pindah ke mobil, hm? Nggak papa in syaa allah aman."
Nayya membuang wajah saat melihat bagaimana manisnya Zayyan dalam berinteraksi dengan Zalfa. Tidak seperti saat bersama dengannya. Sangat amat bertolak belakang.
"Harus banget gue lihat adegan gendong-gendongan part dua?" sindir Nayya membuat alis Zayyan terangkat satu.
"Maksud, Mbak Nayya?"
"Pacar lo punya kaki, Zayyan. Nggak usah pake gendong-gendongan segala, tangan lo juga lagi luka!" sembur Nayya sebal.
"Nanti saya jelaskan yah, Mbak," tutur Zayyan lalu menggendong Zalfa dan berjalan mengekor mengikuti Nayya menuju mobil.
Nayya membukakan pintu belakang, tapi Zayyan menolak dan meminta Nayya untuk membukakan pintu samping kemudi. Dengan terpaksa Nayya mengikuti pinta Zayyan, sebab merasa kasihan melihat Zayyan yang seperti menahan sakit akibat menggendong Zalfa dalam keadaan tangan terluka.
"Tunggu di sini sebentar yah, kacanya dibuka supaya kamu bisa lihat Mas yang di luar," tutur Zayyan yang langsung Zalfa patuhi.
Zayyan menghampiri Nayya, dan berdiri berjarak di sampingnya yang tengah menyandar di bemper depan. "Zalfa itu istri saya, bukan pacar seperti yang Mbak Nayya tuduhkan."
Tawa Nayya pecah tak terbendung, lalu setelahnya dia berkata, "Kocak lo. Nggak usah ngibulin gue. Mana mungkin lo tiba-tiba nikah, padahal denger kabar deket sama perempuan aja nggak!"
"Saya serius, Mbak Nayya."
Tawa Nayya seketika terhenti, dia menatap lekat ke arah Zayyan. Tapi lelaki itu malah menunduk dalam. Mata Nayya terasa memanas tiba-tiba, tapi sebisa mungkin dia tahan. Saat ini hatinya sedang tidak baik-baik saja.
"Saya menikah satu minggu lalu. Hanya akad saja."
Nayya tak mampu membendung tangisnya, dia berusaha untuk memalingkan wajah dan menghapus cairan bening yang tidak mau berhenti turun.
"Istri saya koma selama satu bulan di rumah sakit, saat dia sadar dokter memvonisnya lumpuh. Itulah yang membuat saya mengambil keputusan cepat untuk segera menikahinya," tukas Zayyan.
Nayya menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan. Dadanya sudah teramat sesak, terlebih mendengar kata 'istri' yang keluar dari mulut Zayyan. Seolah lelaki itu ingin menegaskan, kalau dia sudah dimiliki orang.
Kaki Nayya lemas bukan kepalang, rasanya dia ingin terduduk di atas aspal dan meraung keras, melampiaskan rasa sakit yang kian menggerogoti hati.
Rasanya sangat sakit sekali.
"Are you okay, Nay?" tanya Syaki cemas kala dirinya baru sampai dan mendapati Nayya tengah menangis tersedu-sedu.
Nayya berhambur memeluk Syaki. Meluapkan segala rasa sakit. Dengan penuh perhatian Syaki mengelus punggung Nayya, berharap tindakannya bisa sedikit memberi ketenangan.
Nayya menghapus kasar air matanya dan melepaskan diri dari Syaki. "Lo bawa motor Zayyan, ikutin mobil gue dari belakang."
"Lo kenapa, Nay? Jangan bikin gue panik."
"Nggak papa, cuma mau dirampok," katanya memaksakan diri untuk tertawa kecil.
Syaki geleng-geleng dibuatnya. "Gila lo!"
...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...
love sekebon🥰