Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Bab 10
POV Author
Keesokan harinya Rahayu tidak lagi bekerja di Lamongan. Ia pun menerima tawaran si Kakek untuk menjadi perawat kebun pria tua itu.
Rahayu belum memutuskan untuk tinggal di kediaman si Kakek bersama ART disana. Rahayu masih menyayangkan masa sewa kosannya yang masih tersisa 2 bulan lamanya. Untunglah jarak rumah si Kakek pun tidak terlalu jauh karena masih bisa ia tempuh dengan berjalan kaki.
Rahayu takjub ketika melihat alamat yang di berikan si Kakek ada di depan matanya. Rumah megah dengan pagar besi tinggi menjulang dan di jaga oleh satpam di posnya menandakan betapa kaya si Kakek yang terkesan sederhana selama Rahayu mengenalnya.
Ragu-ragu Rahayu mencoba bertanya pada Pak satpam yang berjaga. Apakan benar alamat yang diberikan adalah rumah si Kakek pelanggan Lamongan.
"Permisi Pak, apa benar ini rumahnya Kakek Sugeng?"
"Iya benar. Ada keperluan apa ya Dek?"
"Ini Pak. Pak Sugeng mempekerjakan saya sebagai perawat kebunnya."
"Oh, Dek Ayu ya?"
"Loh, Bapak kenal saya?" Tanya Ayu bingung karena ia merasa baru pertama kali ini bertemu.
"Tuan besar yang kasih tahu Dek. Masuk saja, Dek Ayu sudah di tunggu Tuan di dalem."
"Oh iya. Tapi lewat mana Pak?"
"Mari saya antarkan."
Rahayu pun mengikuti langkah Pak satpam melewati samping rumah. Dan di sana, di sebuah gazebo, si Kakek duduk di temani seorang pria.
"Permisi Tuan besar, Dek Ayu nya sudah datang."
"Oh, sudah datang."
"Kalau begitu, saya permisi Tuan." Pamit Satpam tadi.
"Iya."
"Assalamualaikum, selamat sore Kek." Salam dan sapa Rahayu.
"Waalaikumsalam. Kakek kira kamu tidak jadi datang."
"Loh, Ayu telat ya Kek. Maaf sudah membuat Kakek menunggu."
"Oh, bukan itu. Hanya saja cuaca lagi mendung. Kakek kira kamu tidak akan datang."
"Jadi dong Kek. Ayu kan mau kerja, bukan mau datang berkunjung. Hehehe..."
"Ini kebunnya. Tidak besar tapi banyak tanaman hias dan bunga yang sayang kalau tidak di rawat." Kata si Kakek ketika menunjukan taman mini di samping rumahnya kepada Rahayu.
Rahayu merasa senang melihat kebun mini yang menyerupai taman itu. Banyak aneka bunga juga tanaman hias yang tersusun rapi disana. Rasanya ia akan bersenang-senang menikmati indahnya bunga sambil bekerja disana.
"Man, kamu pergi dulu ya."
"Siap Pak. Permisi Neng.." Pamit lelaki yang tadi duduk dengan si Kakek.
"Duduk sini." Ujar si Kakek kepada Rahayu.
Rahayu pun duduk di gazebo itu.
"Kamu yakin tidak ingin tinggal disini? Kakek hanya tidak ingin kamu capek bolak balik saja."
"Kosan Ayu masih ada dua bulan lagi Kek. Sayang kalau di tinggal gitu saja."
"Apa tidak bisa di minta kembali saja uangnya?"
"Memangnya bisa begitu ya Kek?"
"Ya coba saja. Atau kamu tawari ke temen kamu yang sedang cari kosan."
Rahayu tampak berpikir sejenak.
"Nanti Ayu coba tanya ke teman-teman deh."
"Iya, lebih cepat lebih baik tinggal disini. Kakek tahu kamu itu cukup sulit. Kalau tinggal disini, kamu bisa hemat waktu tidak perlu bolak balik. Makan mu juga di tanggung juga keperluan kecil lainnya. Lebih hemat toh?"
"Tapi Ayu malu Kek. Malah kesannya kok jadi ngemis." Kata Ayu sambil tertunduk, sungkan.
"Loh, kenapa mesti malu? Semua yang bekerja disini disediakan makan, juga tempat tinggal jika ingin menginap. Oh ya, kamu sudah makan? Ayo, sini ikut Kakek."
Ayu yang masih bingung hanya bisa mengikuti langkah si Kakek. Mereka berjalan memutar kebun bunga mini itu dan sampai di belakang bangunan utama. Disana juga terdapat sebuah rumah yang terpisah dari bangunan utama.
"Nah, ini dapurnya. Dan itu, rumah kecil yang bisa kamu tinggali nantinya dengan Bu Aminah." Jelas si Kakek.
Rumah terpisah itu mirip dengan perumahan kompleks tipe 60 menurut Ayu. Bisa di bilang hampir sama besarnya dengan rumah orang tuanya sebelum di renovasi dulu. Namun si Kakek menyebutnya rumah kecil. Yah, rumah itu memang terlihat kecil jika dibandingkan rumah Utama yang lebih mirip sebuah bangunan kastil, menurut Rahayu.
Pintu dapur rumah utama menghadap rumah kecil untuk memudahkan para pekerja rumah itu agar bisa bebas keluar masuk dapur jika lapar atau pun haus.
"Nah itu, kebetulan ada Bu Aminah. Bu...!"
Si Kakek memanggil seorang wanita paruh baya yang melintas dari pintu dapur hendak ke rumah kecil.
Wanita yang di panggil di Kakek tersebut segera mendekati Tuannya.
"Dalem Pak."
"Bu, tolong bawa anak ini keliling rumah dan jelaskan ya. Dia akan bekerja sebagai perawat tanaman mulai besok." Ujar si Kakek.
"Baik, Pak."
"Nah Ayu, kamu ikut Bu Aminah dulu. Tanya saja apa yang belum kamu mengerti ya."
"Iya Kek."
"Mari, Nak Ayu." Ajak Bu Aminah.
Rahayu pun mengikuti langkah Aminah memasuki pintu dapur. Sedangkan si Kakek tadi kembali ke gazebo.
"Nak Ayu mau kerja disini ya?"
"Iya Bu. Di ajak Kakek jadi tukang kebun, hehehe... Tadinya, Ayu kerja di Lamongan di prapatan sana."
"Oalah gitu. Nah ini dapur. Nak Ayu nanti bebas mau buat minum atau mau makan di sini. Tapi batas kita berkeliaran hanya bisa sampai disini saja. Melewati pintu geser itu, itu sudah masuk ruang untuk para penghuni rumah utama. Tuan besar, Tuan Agung, Ndoro Ratih, dan juga anak-anaknya. Kecuali kalau kita di panggil, kita boleh memasuki ruang dalam sana menemui mereka."
"Iya Bu. Jadi dapur ini terpisah sama ruang makan mereka ya?" Tanya Rahayu.
Karena ia bisa melihat sedikit dari balik pintu kaca itu, kalau ada sebuah ruang yang terdapat set meja makan mewah disana. Walau pun di dapur juga terdapat set meja makan untuk para pekerja.
"Iya, Nak Ayu. Makanya kita hanya bisa mondar mandir seperlunya di dapur ini saja. Apa nak Ayu juga akan tinggal disini?"
"Kakek menyarankan Ayu begitu Bu, tapi Ayu sungkan. Dan juga kosan Ayu masih sisa 2 bulan lagi. Sayang kalau di tinggal."
"Tidak apa-apa kalau mau tinggal disini Nak Ayu. Semua para pekerja disini juga di tawari demikian. Nah, ayo... ikut Ibu ke rumah kecil."
"Ada berapa banyak pekerja disini Bu?" Tanya Rahayu sambil mengikuti langkah Bu Ambinah.
"Di kediaman ini ada 9 termasuk kamu sekarang."
Ayu cukup terkejut mendengar jumlah yang di sebut. Tetapi rumah sebesar itu tetap terlihat sepi.
"Mereka semua tinggal di rumah kecil ini?" Tanya Rahayu mulai penasaran.
"Hanya saya dan Pak Dirman saja. Dirman itu anak saya. Dia menjadi supir Tuan besar sekaligus ajudannya. Lalu ada dua orang satpam yang bergantian berjaga siang dan malam. Kemudian ada dua orang pekerja wanita yang membersihkan urusan dalam rumah. Juga dua orang supir sekaligus ajudan Tuan Agung dan juga Ndoro Ratih. Sekarang ini mereka semua sedang tidak ada di tempat, begitu pula anak-anak. Saat malam hari, biasanya keluarga berkumpul semua. Dan saya bertugas untuk menyiapkan makanan mereka."
"Oh, jadi Bu Aminah yang memasak untuk semua orang disini?"
"Bisa di bilang begitu. Nah, ini kamar mu kalau ingin tinggal disini. Di ujung sana kamar Dirman. Dua kamar depan kosong, kadang hanya untuk tempat beristirahat sebentar para satpam atau ajudan yang lain. Dan ini, kamar Ibu, bersebelahan dengan kamar mu."
Banyak kamar di rumah kecil ini. Tetapi tidak ada ruang tengah. Hanya ruang tamu kecil di depan dan dapur kecil di belakang. Batin Rahayu.
"Kamu tidak perlu khawatir, di setiap kamar ada kamar mandinya sendiri-sendiri. Di belakang ada dapur kecil kalau mau makan disini. Tapi yah, yang ada hanya mie instan atau dan telur saja. Kalau mau makan nasi di dapur sana."
"Baik Bu. Ayu sudah paham. Oh ya Bu, bagaimana dengan dua pekerja bersih-bersih di dalam rumah utama? Apa mereka tidak tinggal disini?"
"Tidak Nak Ayu. Mereka sudah berkeluarga. Jadi mereka hanya bekerja dari mulai jam 6 pagi sampai jam 1 siang saja. Setelah makan siang, mereka pulang."
"Oh, begitu."
"Jadi apa Nak Ayu mau tinggal disini? Ibu seneng kalau Nak Ayu mau tinggal di rumah kecil. Jadi Ibu ada temennya."
Rahayu tampak berpikir sejenak.
"Ayu tawari kosan Ayu sama teman Ayu dulu ya Bu. Kalau ada yang mau, Ayu baru pindah kesini. Sayang uang sewanya bisa buat beli buku, hehehe....maklum anak kuliahan."
Bu Aminah tersenyum.
"Iya, tidak apa apa. Nanti kurang apa dalam kamar mu, kasih tahu saja ke Bu. Sepertinya perlu meja bejalar ya?"
"Tidak usah Bu, ini saja sudah bagus. Lebih bagus dari kosan yang Ayu tempati. Aku bisa belajar di tempat tidur atau di lantai cukup luas."
"Baiklah." Jawab Bu Aminah sambil tersenyum.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊