Aku wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan pengabdian pada seorang suami.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, aku merasa menjadi wanita paling bahagia karena di karuniai suami yang sempurna. Mas Dirga, dengan segala kelembutan dan perhatian yang selalu tercurahkan untukku, aku bisa merasakan betapa suamiku begitu mencintaiku meski sampai detik ini aku belum di beri kepercayaan untuk mengandung anaknya.
Namun pada suatu ketika, keharmonisan dalam rumah tangga kami perlahan sirna.
Mas Dirga diam-diam mencari kebahagiaan di tempat lain, dan kekecewaan membuatku tak lagi memperdulikan soal kesetiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Esok harinya saat kami sedang sarapan, aku meminta maaf pada Mas Dirga untuk sikapku tadi malam. Dengan beralasan sedang datang bulan hingga membuat mood ku berantakan, Mas Dirga mempercayai ucapanku dan memakluminya. Justru dia yang terus meminta maaf padaku.
Aku melakukan semua itu agar tak membuat Mas Dirga curiga. Jangan sampai dia berfikir kalau aku sudah mengetahui kebohongannya selama ini. Jadi bersikap seperti biasa adalah satu-satunya cara untuk menutupi segala hal yang telah aku ketahui tentang Mas Dirga di belakangku.
"Mau nambah nggak Mas.? Aku bikin banyak nasi gorengnya." Tawarku.
"Udah kenyang Dek. Buat Agam aja, tadi Mas liat dia cuma minum kopi sama ngerokok di teras."
"Karina lagi di luar kota, pasti belum sarapan si Agam." Ucap Mas Dirga panjang lebar. Sedangkan aku sudah tidak fokus sejak pertama kali mendengar Mas Dirga menyebut nama Mas Agam. Tiba-tiba ingat kalau Mas Agam yang sudah membayarkan belanjaan ku kemarin. Dan bahan-bahan yang aku pakai untuk membuat nasi goreng seafood ini berada dari uangnya.
"Ya udah, biar aku kasih ke Mas Agam aja. Sayang juga kalau nggak ada yang makan, aku juga udah kenyang." Beranjak dari meja makan sembari membawa piring bekas makanku dan Mas Dirga, aku meletakkan di wastafel untuk di cuci nanti karna saat ini harus mengantarkan nasi goreng ke tetangga sebelah.
Aku keluar rumah dengan membawa sepiring nasi goreng. Sementara itu Mas Dirga sedang berada di toilet.
Sedikit ragu, aku menghampiri Mas Agam yang tengah duduk melamun sembari menyesap rokok di tangannya.
Kasian sekali Mas Agam. Punya istri tapi tapi seperti tidak punya istri.
Aku rasa Mbak Karina sudah sangat keterlaluan. Dia mengabaikan dan tidak mengurusi suaminya.
"Jangan ngelamun Mas, nanti kemasukan." Teguranku membuat Mas Agam menoleh. Sudut bibirnya terangkat, membentuk gurat senyum tipis namun mampu memancarkan pesonanya.
"Untungnya nggak pernah kemasukan, masukin juga jarang." Sahutnya datar.
Aku sontak membulatkan mata. Entah ucapan aneh apa lagi yang keluar dari mulut Mas Agam sampai membuat otakku berfikir macam-macam.
"Efek ngelamun pagi-pagi, ngomongnya jadi ngelantur." Ku sodorkan sepiring nasi goreng di atas meja.
"Mendingan sarapan dulu Mas, biar fokus ngomongnya." Kataku dengan tawa yang tertahan.
"Siapa yang ngelantur.? Memang begitu kenyataannya." Jawabnya acuh. Mata Mas Agam sudah fokus pada nasi goreng yang aku bawa.
"Nggak sekalian sama sendoknya Bi.? Mager ngambil sendok nih." Mas Agam menatap mataku lekat.
"Ya udah makan pake tangan aja." Jawabku asal.
"Duluan Mas, Bia mau beres-beres." Baru sekali melangkah kaki, tanganku sudah di tahan olehnya. Reflek aku menariknya karna tidak mau di lihat oleh Mas Dirga.
"Mas.! Ada Mas Dirga." Tegurku ketus.
"Berarti kalo nggak ada Dirga boleh.?" Pertanyaan Mas Agam membuatku malu karna sadar sudah salah bicara saat menegurnya. Mas Agam jadi berfikir yang tidak-tidak tentangku.
"Ehh,, bukan gitu maksudnya, tetep aja nggak boleh.!" Sahutku tegas.
"Udah ah, Bia mau pulang dulu." Setengah berlari aku pergi dari rumah Mas Agam. Rasanya benar-benar malu dan membuat pikiran jadi kacau. Semoga saja Mas Agam tidak berfikir aneh-aneh padaku setelah ini.
...*****...
Ku perhatian Mas Dirga dari belakang. Suami itu baru selesai mandi dan bersiap untuk pergi sore ini. Dengan alasan ingin mengembalikan mainan milik Rehan, teman kantornya yang pergi bersamanya ke luar kota kemarin.
Aku tak banyak bertanya padanya, Mas Dirga juga tidak basa-basi untuk sekedar menawariku ikut dengannya.
Padahal saat weekend seperti ini, biasanya Mas Dirga yang paling semangat mengajakku keluar rumah. Tapi kali ini terlihat tak berniat mengajakku sama sekali. Setelah 3 hari keluar kota, harusnya hari ini di gunakan untuk menghabiskan waktu denganku.
Segera ku alihkan pandangan ketika Mas Dirga menoleh dan jalan ke arahku.
"Mas pergi dulu ya Dek. Nanti pulangnya mau di bawain apa.?" Nada bicara Mas Dirga penuh kelembutan, begitu juga dengan tatapan matanya yang teduh penuh cinta. Memang tidak ada yang berubah dari sikap dan sorot matanya yang selalu berbinar bahagia saat menatapku, tapi kini aku meragukan semua itu. Mungkin saja semua itu palsu.!! Tentu saja untuk menutupi kebusukannya di belakangku.
"Nggak usah Mas, oleh-oleh yang semalam saja belum aku sentuh." Senyum di bibir merekah bersama sesak di dada yang kian terasa. Entah sampai dimana Mas Dirga tega melakukan semua ini padaku.
"Ya udah, Mas pergi dulu ya. Cuma mau tuker paper bag sama ambil berkas doang kok, nggak lama." Setia kata yang keluar dari bibirnya begitu lembut dan manis. Orang-orang pasti tidak akan percaya kalau Mas Dirga bermain gila di belakangku.
Ku antar Mas Dirga sampai di depan rumah. Lambaian tangannya hanya ku balas dengan senyum tipis. Dada bergemuruh, sesak memenuhi dada. Jika benar kepergian Mas Dirga untuk menemui wanita itu, maka saat ini aku sedang membiarkan suamiku bertemu dengannya.
Aku berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas, jangan harap aku akan diam di rumah setelah mendapati kejanggalan ini.
Ojek online yang aku pesan sudah datang 5 menit yang lalu dan sudah ku minta untuk menunggu di depan rumah kosong. Setelah mengunci pintu, aku berlari menghampiri ojek online itu dan memintanya untuk buru-buru mengikuti mobil Mas Dirga.
"Cepetan ya Bang, ikutin mobilnya. Tapi jangan terlalu dekat." Pintaku begitu motor aku naiki mulai melaju.
"Iya Neng,," Meski dia terlihat kebingungan, tapi langsung mengiyakan saja.
Sepanjang perjalanan jantungku berdetak kencang. Mungkin setelah ini aku akan melihat fakta yang menyakitkan. Walaupun kebusukan Mas Dirga sudah tercium, bahkan terbongkar melalui foto, tapi entah kenapa aku merasa tidak sanggup untuk melihatnya secara langsung.
Mencoba untuk menguatkan hati, aku tidak boleh lemah. Kalau memang Mas Dirga benar-benar berkhianat, maka aku tak pantas menangisi pria sepertinya.
sesuai judul selimut tetangga...
kalo security yang datang kerumah Bianca... judulnya pasti rubah jadi selimut security /Smile/
klo bia membalas selingkuh dngn agam sama aja 11 12 dong