Hanung Rahayu, seorang gadis periang dengan paras menawan. Sejak kematian sang ayah, Hanung tinggal bersama Ibu tiri dan ketiga adiknya.
Ibu Jamilah, Ibu tiri Hanung dulunya adalah abdi dalem di sebuah pondok pesantren yang ada di kotanya. Ketika Bu Nyai datang melamar Hanung untuk putranya, Ibu Jamilah menyerahkan keputusan sepenuhnya di tangan Hanung.
Dengan rela Hanung menerima lamaran tersebut, tanpa tahu calonnya seperti apa. Akankah Hanung mundur dari pernikahan? Bagaimana Hanung menjalani kehidupannya kedepan?
Note: Jika ada kesamaan nama, dan setting, semuanya murni kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Hadiah
Selesai melaksanakan sholat maghrib, Hanung melanjutkan sholat istikharah 2 rakaat. Jika sholat yang ia lakukan sebelumnya meminta petunjuk atas jawaban lamaran, kini Hanung meniatkan sholatnya untuk meminta petunjuk atas keputusan yang ia ambil dengan semua keraguan yang ia miliki. Kemudian ia lanjut dengan membaca Al-Quran.
Ibu Jam yang mengerti kegundahan Hanung pun tidak mengganggu. Bahkan saat makan malam, Iwan dilarang mengetuk pintu kamar Hanung.
Hanung masih diam diatas sajadahnya setelah melaksanakan sholat isya'. Walaupun ia memiliki banyak teman, tak ada satupun teman yang bisa ia ajak berkeluh kesah saat ini karena ia tidak pernah mau membagikan masalahnya dengan mereka. Hanung terbiasa berdiam diri untuk memikirkan masalahnya dan menyelesaikannya sendiri. Sampai ia merasa lapar, barulah Hanung beranjak dari duduknya dan mengganti mukena nya.
"Adik-adik sudah tidur, Bu?" tanya Hanung pada Ibu Jam yang duduk sendiri di dapur.
"Jamal dan Nada, sudah. Iwan sepertinya masih belajar, katanya Mbak Hanung akan memberikan reward kalau dia tembus 3 besar."
"Iya, Bu. Biar Iwan tambah semangat belajar. Hanung juga ada janji dengan anak-anak yang lain, besok mau membagikan hadiah untuk yang mendapat nilai diatas 70."
"Kenapa tidak 100?"
"Yang bisa mendapatkan 100 cuma beberapa, Bu. Kasihan yang lain." Ibu Jam mengangguk.
"Memangnya Mbak Hanung mau kasih hadiah apa?"
"Hanung ada beli buku dan pensil, besok pagi-pagi Hanung akan kepasar beli snack untuk meramaikan."
"Kalau uang Mbak Hanung kurang, bisa bilang ke Ibu. Nanti pembagian bulanan Ibu tambah."
Pembagian bulanan yang dimaksud Ibu Jam adalah uang sewa sawah milik Ayah Hanung. Awal perjanjian, sewa dibayarkan setiap kali panen dengan cara bagi hasil. Tetapi kemudian Ayah Hanung meninggal, perjanjian dirubah menjadi pembayaran perbulan dengan nominal yang sama dengan bagi hasil panen rata-rata.
Hal ini Hanung ajukan karena tidak ada lagi pendapatan bulanan seperti saat Ayahnya masih hidup. Sehingga Hanung membagi biaya sewa 40:60 dengan Ibu Jam. Adapun dana pensiun, semuanya Hanung serahkan kepada Ibu Jam mengingat adik-adik nya masih memerlukan biaya yang banyak.
"Tidak, Bu. Yang sekarang ini sudah cukup, Hanung hanya sendiri sedangkan Ibu berempat. Lagipula ada juga uang dari pembayaran les yang bisa Hanung gunakan."
"Baiklah. Kalau perlu, katakan saja ya Mbak." Hanung tersenyum.
Hanung pun makan malam sendiri di dapur karena Ibu Jam masuk kekamar setelah mendengar suara rengekan Nada.
...****************...
Pagi-pagi sekali Hanung sudah siap untuk pergi kepasar. Selain mau membeli snack untuk anak-anak, Hanung juga membawa catatan belanja dari Ibu Jam yang menitip.
Sekitar 15 menit perjalanan untuk sampai di pasar. Setelah memarkir motor Hanung lebih dulu membelikan titipan Ibu Jam, baru kemudian belanjaannya sendiri. Selesai dengan belanja snack, Hanung membeli peralatan sekolah tambahan dan mampir ke lapak hijab instan. Beberapa hijabnya dirumah sudah mulai berubah warna, ia pun memilih beberapa dan membayarnya setelah meminta diskon dari penjual.
"Mbak Hanung!" sapa anak-anak yang melihat Hanung mendekat, Hanung pun menghentikan motornya.
"Mbak Hanung tidak lupa dengan janjinya kan?" tagih anak-anak.
"Memangnya nilainya sudah keluar?" Hanung menggoda.
"Tentu saja! Mbak Hanung jangan menyesal nanti, ya?"
"Kenapa Mbak Hanung jadi merasa rugi, ya?" Hanung berpura-pura berpikir.
"Benarkan? Mbak Hanung pasti menyesal nanti melihat nilai kami!" anak-anak bersorak gembira.
"Oke-oke. Sepertinya Mbak Hanung harus bersiap nanti."
"Yeay!" anak-anak yang merasa menang bersorak gembira.
Mereka pun satu-satu menyalami Hanung dan melanjutkan perjalanan mereka menuju sekolah. Hanung sendiri kembali melajukan motornya kerumah. Sampai dirumah, Hanung meletakkan belanjaannya di kamar dan membawa belanjaan Ibu Jam ke dapur untuk disimpan.
"Ibu masak apa?" tanya Hanung.
"Ini buat bubur untuk Nada. Kalau kamu mau sarapan, Ibu ada buat nasi goreng tadi."
"Terima kasih. Hanung beli serabi tadi, Bu." Hanung mengeluarkan serabi yang dibelinya.
"Ada ketannya tidak?"
"Ada, Bu. Cuma parutan kelapanya Hanung minta pisah." Ibu Jam mengambil satu serabi yang dibungkus daun pisang.
Beliau membuka tangkupan serabi dan terlihat ketan di tengah-tengah, kemudian beliau menaburkan parutan kelapa dan menyatukannya kembali. Hanung juga melakukan hal yang sama. Mereka pun menikmati serabi bersama sambil menunggu bubur untuk Nada masak.
Sekitar pukul 11 siang, anak-anak sesi pertama berdatangan. Wajah mereka berseri semua saat melihat tumpukan hadiah yang terbungkus kertas cokelat. Sesi dimulai dengan berdoa dan mengumpulkan nilai mereka.
"Hadiahnya Mbak Hanung bagi menjadi 4 kategori. 70 keatas, 80 keatas, 90 keatas dan 100. Jadi kalau hadiah yang didapat berbeda, tidak boleh.."
"Nangis!" jawab anak-anak bersemangat.
"Tidak boleh iri!" Hanung membenarkan yang justru mendapat tawa dari anak-anak.
Hanung pun membagikan hadiah sesuai dengan nilai yang didapat anak-anak. Sesuai tebakannya, nilai terendah yang didapat anak-anak adalah 75 dan tertinggi 100 sebanyak 3 anak. Anak-anak yang sudah tidak sabar pun membuka hadiah mereka dan bersorak kala melihat isi hadiah.
Walaupun hanya buku tulis, pensil, peraut dan penghapus, mereka tetap merasa senang karena hadiah itu diberikan atas hasil belajar mereka. Adapun tambahan snack yang Hanung berikan, mereka saling memamerkannya. Pembagian hadiah itu pun berulang sampai sesi terakhir di jam 7 malam. Anak-anak merasa puas dengan hadiah yang Hanung siapkan, tetapi mereka sedih kala Hanung mengabarkan kalau les diliburkan sementara sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Kata Emak, Mbak Hanung mau menikah, apa benar Mbak?" tanya Ranti anak kelas 6.
"Iya. Makanya les nya libur dulu."
"Sampai kapan?"
"Mbak Hanung juga tidak tahu. Karena nanti Mbak Hanung ikut suami."
"Jangan lama-lama, Mbak!" rengek anak-anak.
"Mbak Hanung tidak bisa janji. Maaf ya.."
Anak-anak pun menunduk. Tetapi kemudian mereka ceria kembali saat salah satu dari mereka mengatakan jika Hanung akan mengabari mereka jika sudah bisa les lagi.
"Jangan sampai ulangan kenaikan ya, Mbak?" celetuk salah satu anak.
"Kenapa?" tanya Hanung tidak mengerti.
"Kalau sampai kenaikan, nanti kami tidak mendapat hadiah lagi dari Mbak Hanung!" anak-anak yang lain pun setuju.
"Lihat nanti saja, ya?"
Setelah drama panjang, akhirnya anak-anak pulang pukul 9 malam bersama orang tua mereka yang sudah menunggu.
Hanung mengunci pintu dan membereskan meja anak-anak ke pojokan ruang tamu. Setelah semua beres, Hanung ke kamar mandi mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat isya'. Disaat yang bersamaan, ada tamu yang mengetuk pintu rumah.
"Maaf malam-malam, Jam." kata tamu yang datang, yang tak lain adalah Bu Nyai dan Umi Siti.
"Tidak apa Bu Nyai. Tapi kenapa malam sekali?"
"Menunggu Siti ini lama sekali! Seperti biasa dia itu keluar masuk rumah tidak selesai-selesai!" kesal Bu Nyai tetapi hanya ditanggapi Umi Siti dengan senyuman.
"Hanung mana?" tanya Umi Siti tanpa merasa bersalah.
"Ada dikamar, Kak. Mungkin masih sholat, soalnya anak-anak baru saja pulang."
"Apa sudah dikabarkan kalau lesnya libur dulu?" Tanya Bu Nyai.
"Sudah, Bu Nyai. Mulai besok Hanung sudah tidak ada les."
Ketiga perempuan beda usia itupun membahas kedatangan mereka. Bu Nyai mengutarakan ingin membawa Hanung sampai acara berlangsung nanti. Selain memudahkan dalam persiapan, beliau juga ingin Gus Zam terbiasa dengan kehadiran Hanung sampai pernikahan mereka tiba.
Ibu Jam meminta Bu Nyai untuk bertanya langsung kepada Hanung karena semua keputusan ada ditangannya.
padahal udah bagus lho