"May, aku takut. Aku ingin mundur, aku ingin membatalkan semua ini." Ucap Rain dengan tubuh gemetaran.
Malam ini dia berada disebuah kamar hotel presiden suit. Ya, Rain terpaksa harus melelang keperawananannya demi uang. Dia butuh banyak uang untuk biaya rumah sakit adiknya. Selain itu dia juga tutuh uang untuk biaya pengacara, ayahnya saat ini sedang meringkut ditahanan karena kasus pembunuhan.
"Jangan gila Rain. Kau harus membayar ganti rugi 2 kali lipat jika membatalkan. Masalahkan bukan selesai tapi akan makin banyak. Jangan takut, berdoalah, semoga semuanya berjalan lancar." Ucap Maya.
Berdoa? yang benar saja. Apakah seorang yang ingin berbuat maksiat pantas untuk berdoa minta dilancarkan, batin Rain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAMU TAK DIUNDANG
Berita tentang Rain yang dipecat seketika saja sudah menyebar diseluruh kantor. Mila sebagai sahabat Rain segera menghubungi gadis itu untuk mendapatkan kejelasan. Dan diluar dugaan Mila, ternyata Rain benar-benar dipecat.
Robby begitu kaget mendengar Rain dipecat ketika baru 3 hari menjabat sebagai sekretaris CEO. Apalagi gosip yang menyeruak mengatakan jika Rain tak bisa bekerja dengan baik hingga dia dipecat.
Robby yang kebetulan siang ini bertemu Sean ingin mencari kejelasan dari alasan Rain dipecat.
"Siang Pak," sapa Robby saat baru masuk ke ruangan Sean.
"Siang Pak Robby, silakan duduk."
"Ini laporan penjualan minggu ini Pak." Robby menyerahkan berkas yang dia bawa kepada Sean. Setelah mereka berdiskusi sebentar masalah penjualan, Robby memberanikan diri bertanya tentang Rain.
"Maaf Pak jika saya lancang, saya ingin tahu alasan Bapak memecat Rain?"
"Wanita itu tak pecus bekerja."
Robby jelas kaget mendengarnya. Menurutnya Rain sangat kompeten.
"Tak pecus seperti apa ya Pak? selama bekerja dengan saya, dia sangat kompeten. Dia selalu mengerjakan sesuatu dengan cepat dan teliti. Semangat kerjanya juga sangat tinggi."
Sean tersenyum kecut mendengar pujian Robbi pada Rain.
"Aku tak tahu kenapa kau begitu memujinya Rob. Yang aku tahu, selama 3 hari bekerja denganku, kerjanya sangat berantakan. Bahkan dia hampir saja membuat perusahaan rugi besar."
"Benarkah Pak? Kenapa sangat berbeda dengan Rain yang saya kenal. Baiklah saya permisi kalau begitu."
Sepeninggal Robby, Sean terus berfikir tentang Rain. Kenapa Robby begitu memuji pekerjaan. Sean kembali teringat kata-kata Rain jika ada seseorang yang ingin menjatuhkannya. Sean jadi kepikiran untuk menyelidikinya.
...******...
Rain yang sekarang berstatus sebagai pengangguran berselancar di internet untuk mencari lowongan pekerjaan. Menganggur 3 hari saja sudah sangat membosankan bagi dia. Tiap hari kerjaannya hanya rebahan dan main ponsel.
"Gimana mbak, udah dapat lowongan kerja yang sesuai?" tanya Alan yang baru keluar dari kamarnya
"Belum Al, mbak masih nyari-nyari." Jawab Rain lemah.
"Sebenarnya Mas Dewa lagi butuh manager buat cafe barunya mbak. Kalau Mbak mau Alan bisa bantu tanyain ke Mas Dewa?"
"Enggak ah Lan, mbak gak enak sama Mas Dewa. Dia sudah baik banget sama kamu, ntar kamu dikira ngelunjak lagi minta-minta kerjaan buat mbak."
"Enggak lah Mbak, orang memang dia butuh pegawai."
"Kita tunggu seminggu dulu aja Al. Kalau mbak belum dapat kerjaan juga, baru kamu tanya ke Mas Dewa."
Rain ingin mendapatkan pekerjaan karena usahanya, bukan belas kasihan orang atau hasil meminta minta.
"Terserahkan mbak, kalau gitu Al berangkat kerja dulu ya." Alan mencium punggung tangan kakaknya lalu berangkat kerja.
Saat keluar dari halaman rumah, Alan melihat sebuah mobil mewah berhenti didepan rumah kecilnya.
Terlihat seorang laki-laki berpakaian rapi keluar dari mobil itu. Sebenarnya Al ingin bertanya, Karena sudah hampir telat, Alan mengurungkan niatnya. Dia hanya mengannguk sambil tersenyum pada pria itu lalu berangkat kerja.
Tok tok tok.
"Iya bentar." Sahut Rain dari dalam rumah. Dia segera mematikan ponselnya dan berjalan menuju pintu.
Ceklek
"Ada yang ketinggalan Al?" Rain kira Alan kembali lagi. Tapi ternyata dugaanya salah, dia terkejut melihat tamu yang datang.
"Pagi Rain." Sapa tamu itu yang ternyata adalah Sean.
"Ada keperluan apa Bapak kemari?" Tanya Rain ketus.
"Kau tidak mempersilakanku masuk?" Tanya Sean yang masih berdiri di depan pintu.
Rain memutar bola matanya jengah lalu membuka pintu lebar lebar.
"Silakan." Rain Minggir dari pintu dan mempersilakan Sean memasuki rumah sederhananya. Rain sengaja tak menutup pintu karena tak ingin tetangga berfikir yang macam macam.
Sean tak langsung duduk. Dia memperhatikan ruang tamu rumah Rain. Rumah itu sangat sederhana, berbeda jauh dengan rumahnya.
"Ada apa Bapak kesini?" Sekali lagi Rain menanyakan maksud dari kedatangan Sean ke rumahanya. Menurutnya sangat tidak mungkin seorang Sean datang tanpa tujuan yang jelas.
"Kau tidak berniat membuatkanmu minum?"
Rain berdecak kesal mendengar pemintaan mantan bosnya itu.
"Saya bukan sekretaris anda, jadi saya tak perlukan membuatkan anda minum."
"Tapi saya tamu, bukankah kau harus menghormati tamu."
"Tapi anda tamu tak diundang. Saya juga tak mengharapkan anda bertamu kerumah saya."
"Saya datang kesini dengan niatan baik. Saya ingin meminta kamu bekerja lagi di perusahaan saya. Saya sudah menyelidiki semuanya, ternyata ini ulah Lisna."
Bukannya senang dengan kabar dari Sean, Rain justru tersenyum sinis. Dia memang butuh pekerjaan sekarang, tapi dia tak berniat sama sekali kembali keperusahaan itu.
"Maaf saya tak berminat lagi bekerja dengan anda."
Sean tampak terkejut dengan jawaban Rain. Dia pikir Rain akan senang bisa bekerja lagi.
"Kenapa? apa kau sudah mendapatkan pekerjaan lain? Atau kau memang sudah tak ingin lagi kerja kantoran?"
Rain mendengus kesal, mantan bos nya itu terlalu ingin tahu.
"Sepertinya saya tak perlu menjelaskan alasannya kepada Bapak."
"Jangan-jangan karena gajinya kurang? Aku bisa menaikkan gajimu. Dan kau akan langsung menjadi karyawan tetap. Apa kau mau?"
Rain tessenyum miring mendengarnya. Sepertinya ada yang salah dengan mantan bosnya ini. Diluar sana banyak yang ingin kerja diperusahaan itu. Tapi entah kenapa, dia malah memilihnya. Sampai menawarkan naik gaji segala.
Tapi Rain sudah terlajur malas berurusan dengan Sean. Penawaran apapun dari Sean sama sekali tak membuatnya bergeming.
"Maaf Pak Sean yang terhormat. Sekali lagi saya tekankan. Saya sudah tak berminat bekerja ditempat Bapak lagi."
Sean tak mengira jika Rain sekeras kepala ini. Kalau karyawan lain, sudah pasti akan kegirangan, ini malah ditolak mentah mentah.
"Astaga aku lupa, kau sudah punya pekerjaan lain yang lebih menyenangkan dengan bayaran yang banyak. Tentu saja penawaran apapun dariku sama sekali tak menarik bagimu." Sean menyeringai kecil.
Sekali lagi kata-kata Sean sungguh melukai harga dirinya. Rain paham pekerjaan apa yang dimaksud Sean.
"Lebih baik anda pulang sekarang. Saya sedang sibuk." Malas sekali kalau harus ribut dengannya.
"Sibuk? Apa kau ada klien siang ini?"
Kesabaran Rain sudah hampir habis karena Sean terus mencabarnya. Ingin sekali dia menyumpal mulut Sean dengan sandal jepitnya agar pria itu berhenti bicara sesuka hati.
"Kalau nanti malam, apa kau ada janji? Kalau tidak ada, aku ingin membokingmu. Tenang saja, aku akan membayar mahal." Ujar Sean pongah.
"Apa maksud dari kata-kata anda?" Teriak Alan yang tiba-tiba muncul.
"Alan!" Rain terkejut melihat Alan yang tiba tiba ada di ambang pintu. Rain sama sekali tak mendengar suara motor Alan, tau tau sudah didepan pintu.
Selama perjalanan menuju tempat kerja, Alan terus kepikiran tentang pria yang datang kerumahnya. Karena takut terjadi apa apa padamu Rain, Alan memutuskan untuk kembali lagi kerumah.
"Apa maksud kata-kata anda?" Alan kembali bertanya dengan tatapan setajam pisau. Dia berjalan mendekat kearah Sean.
"Bukankah kata-kataku sudah jelas. Aku ingin memboking kakakmu untuk menemaniku malam ini."
"Kurang ajar."
Bugh bugh bugh
Alan langsung memukuli Sean. Karena tak terima, Sean membalas pukulan Alan. Mereka berdua saling baku hantam.
Rain ketakutan melihat kedua pria itu berkelahi.
"Hentikan, tolong hentikan." Teriak Rain. Sayangnya, kedua pria itu sama sama tak menghiraukannya. Rain terpaksa menahan tubuh Alan agar tak kembali menyerang Sean.
"Hentikan Al, mbak mohon hentika."
Melihat tubuh Alan yang dipegangi, Sean tak lagi menyerang. Dia mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya sambil mengatur nafas yang ngos ngosan. Dia merasakan ngilu dan perih disekitaran wajahnya.
"Kurana ajar." Maki Sean sambil menatap Alan tajam.
"Kau yang kurang ajar, berani-beraninya menghina kakakku seperti itu," bentak Alan sambil menunjuk nunjuk muka Sean.
"Aku akan melaporkan kasus penganiayaan ini ke polisi. Akan kupastikan kau mendekam dipenjara menyusul ayahmu," ancam Sean.
Bisanya Nambah kesalahan mulu kerjaan loe