Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
"Ayo pulang kerumah" ucap Evan saat kakiku hendak melangkah masuk kedalam kamar.
Saat mendengar perkataannya, kakiku seketik berhenti tepat didepan pintu kamar. Aku melihat kearahnya yang juga tengah melihatku.
"Aku nggak bisa pulang, Ibuku masih sakit" sahutku dengan nada tenang.
"Aku akan membawanya kerumah sakit, dan menyuruh orang untuk menjaga nya " ucap Evan lagi.
"Kau egois" ucapku.
Mendengar perkataan itu seketika Evan bangkit dari duduknya dan berjalan kearahku dengan pandangannya yang dingin seolah-olah dia tak menyukaiku.
"Desya, aku bisa melakukan apa saja kalau kau tak nurut dengan perkataanku" tegas Evan.
Ekspresi dengan cepat berubah 100%, dia menatapku dengan tatapan tajam.
"Aku nggak peduli" tegasku masih bersikukuh.
Plakkkk.....
Satu tamparan itu mendarat di pipi kiriku, rasa perih mulai terasa. Aku menatap Evan yang masih memandangku dengan tatapan tajam.
"Bunuh saja aku" ucapku lirih.
Seakan-akan aku sudah sangat pasrah dengan apa yang akan ia lakukan kepadaku, dia sangat egois hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak dengan orang lain.
"Desya " teriak seorang wanita yang tak lain adalah ibuku.
Aku bergegas turun meninggalkan kamar itu tanpa mementingkan Evan.
"Ada apa Bu? " Tanyaku.
"Ibu sudah sehat, dan kata Ayahmu suamimu kesini untuk menjemputmu pulang kan? " tanya Ibuku sambil memegangi tanganku.
Seketika aku terdiam, yah mungkin Ayahku bicara dengan Ibuku soal kedatangan Evan kesini untuk menjemputku pulang.
"Beneran Ibu sudah sehat, aku takut kalau Ibu hanya berbohong" jawabku dengan bermanja di pangkuan Ibuku.
Dia mengusap kepalaku dengan lembut, rasanya aku sangat merindukan momen ini.
"Iyah Ibu sudah sehat, Ibu hanya merasa nggak enak dengan suamimu" ucap Ibuku.
"Baiklah kalau begitu aku akan pulang sehabis sarapan yah Bu" ucapku dengan wajah sendu.
"Iyah sayang, Ibu bukan ingin mengusirmu. Ibu hanya nggak enak dengan suamimu" .
Aku hanya menganggukkan kepalaku saja, jujur aku malas sekali untuk pulang mengingat gimana kerasnya sifat suamiku.
Dan aku sangat tahu apa yang Ibuku jelaskan, benar dia tidak mengusirku namun mereka tak enak dengan Evan apalagi dia adalah anak dari keluarga terpandang dan disegani.
"Panggil suamimu makan, Ibu sudah menyiapkan sarapan buat kalian dibantu Ayahmu" ucap Ibuku dengan senyumnya.
Akupun bangkit lalu berjalan ke kamar, ternyata Evan sudah mandi karena rambutnya yang masih basah.
"Ayo sarapan lalu pulang" ucapku lalu pergi meninggalkan Evan sendiri.
Beberapa menit kemudian kami pun menikmati sarapan yang Ibuku buat, jujur ini sangat enak sekali apalagi aku merindukan masakan Ibuku.
Tak ada percakapan apapun, semua terlihat serius menikmati makanan yang disajikan diatas meja.
Setelah makan tak lupa juga aku membereskan semua piring kotor lalu mencucinya, sementara Ibuku memasukkan semua makanan yang masih tersisa di kulkas.
"Sya, Ini dibawa" ucap Ibuku yang memberikanku sebuah kotak dengan pita di atasnya.
"Apa ini Bu? " Tanyaku penasaran.
"Kue kesukaan mu" jawab Ibuku.
Seketika aku merasa senang sekali, aku langsung memeluk Ibuku dengan erat.
"Makasih Bu" Ucapku dengan lembut.
Ibuku mengelus sekali lagi pucuk kepalaku dengan lembut, dia menyelipkan helaian rambutku di bagian telingaku.
"Ini juga untuk Ibu" ucapku pelan.
aku mengeluarkan uang untuk diberikan kepada Ibuku, mengingat aku yang tak pernah datang kerumah Ibuku apalagi sampai memberikannya sesuatu seperti bingkisan dll.
"Nggak usah kamu simpan saja" ucap Ibuku menolak.
Namun, aku terus memaksanya karena aku merasa tak enak apalagi kami baru bertemu lagi. Aku paksa berkali-kali akhirnya Ibuku menerima uang itu.
"Banyak sekali ini Nak" kata Ibuku seperti berat menerima uang itu.
"Nggak apa-apa Bu, itu untuk keperluan Ibu dan Ayah" ucapku.
Selepas dari itu aku pun bersiap-siap seperti mandi, memakai baju, dan juga memakai make-up.
Terlihat juga Evan yang tengah memasukkan semua pakaianku kedalam koper milikku dan juga barang lainnya seperti alat make-up ku setelah aku selesai memakainya.
Kami turun dengan Evan yang membawa koper milikku, sementara kedua orang tuaku sudah menunggu dibawah.
"Bu, Desya pulang yah. Jaga kesehatan Ibu dan Ayah" ucapku memeluk Ibuku serta Ayahku secara bergantian.
Evan hanya mengangguk kepada kedua orang tuaku, dan kamipun keluar menuju halaman rumah.
"Hati-hati Nona" ucap beberapa pria kepercayaan Ayahku.
Aku mengangguk pelan kepada mereka, dan juga melambaikan tangan kepada kedua orang tuaku.
Mobil pun dilajukan dengan kecepatan sedang, aku masih bisa melihat jelas wajah kedua orang tuaku dari dalam mobil dan begitu mobil sudah berjalan meninggalkan rumah ku, wajah itu pun sudah tak terlihat.
Rasanya aku sangat berat bila meninggalkan Ibuku, padahal baru saja aku bertemu dengan mereka. Sekarang aku sudah berpisah lagi dengan mereka.
Beberapa menit perjalanan yang sangat membosankan, apalagi hanya melihat beberapa kendaraan yang melintas dijalan besar dan banyaknya gedung yang menjulang tinggi.
Kotak yang diberikan oleh Ibuku masih ku pegang dengan erat ditanganku, aku penasaran dengan isinya dan juga aku ingin sekali menikmati kue ini.
Kubuka kotak itu dengan pelan, pemandangan yang membuat mataku berbinar karena melihat kue kesukaanku tertata rapih.
Aku mengambil kue itu lalu memakannya, sementara Evan terlihat sesekali melirik ku lalu melihat lagi kedepan.
"Mau? " tanyaku.
Dia menggelengkan kepalanya, baguslah aku merasa lega karena semua ini menjadi milikku.
Sengaja aku tak habiskan karena yang lain aku simpan untuk dirumah nanti.
Kututup kembali kotak itu dengan rapat, sialnya tak ada air minum.
Aku menghela nafasku secara kasar, tak apalah yang penting aku masih bisa makan kue itu.
Singkat cerita kami telah sampai, pintu gerbang segera dibuka lebar. Mobil kami pun masuk kebagian halaman yang luas.
Semua orang menyambut kami, dua orang membukakan pintu mobil. Aku segera turun masih dengan memegang kotak itu.
Sementara satu orang membuka bagasi mobil dan mengambil koper ku lalu membawanya masuk kedalam rumah.
”Sial, aku harus kembali lagi kerumah neraka ini” batin ku kesal.
"Nyonya!! " teriak Riri dan juga beberapa pelayan lainnya.
Aku merasa terdesak saat mereka memelukku dengan seerat mungkin.
"Kami merindukan anda Nyonya" ucap Riri lagi.
"Dimana pelayan baru itu? " Tanyaku, karena aku sama sekali tak melihat pelayan baru itu bersama dengan mereka.
"Mungkin di belakang Nyonya" sahut pelayan lainnya.
"Dia itu suka memarahin pelayan lainnya Nyonya" bisik Riri yang membuatku terdiam seketika.
"Biar aku yang urus nanti, aku mau istirahat dulu" ucapku.
Riri mengangguk, akupun berjalan menaiki anak tangga untuk segera menuju kamar.
Aku masuk, kotak itu aku letakkan diatas meja tepatnya di samping ranjang ku.
"Dia akan membawa Ibu kerumah sakit, tapi dia sama sekali nggak membawanya langsung pulang. Apa dia memberikan uang kepada Ibu untuk biaya rumah sakit apa gimana sih" ucapku bertanya-tanya kepada diri sendiri.