Raka Chandra Wijaya, merasa bersalah dengan apa yang saat ini dia lakukan terhadap istrinya. Dia memiliki anak dengan wanita lain, karena kesalahan satu malam yang dilakukannya. Seharusnya, dia jujur dari awal pada Yuna Dafhina Aryadi agar wanita yang sangat dicintainya itu tidak pergi. Sayangnya, Raka terlambat mengatakan kebenarannya pada sang istri. Alhasil, Yuna pergi meninggalkan dirinya sembari meninggalkan surat perceraian mereka. Tapi, Raka tidak menyerah dia ingin kembali pada sang istri apapun yang terjadi. Apakah Raka berhasil mendapatkan cinta Yuna kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A-yen94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~25~
Suara tamparan terdengar begitu nyaring di depan kamar Yuna. Ya, dia telah menampar pipi sang suami, Raka bergeming tidak ingin melawan apa yang sedang istrinya lakukan. Dia hanya memegangi pipinya yang sedikit perih saja, sembari menatap nanar wajah sang istri.
"Mas, kamu pikir dengan kamu mengabaikan Yudha, aku bisa kembali lagi bersamamu hah? Apa yang kamu pikirkan sih? Yudha masih kecil, dia masih anak-anak tidak bisa kamu abaikan dia seperti itu," sungut Yuna.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan Sayang?"
Yuna, menghela napasnya
"Aku enggak tahu, itu terserah kamu. Tapi, jangan melakukan hal seperti itu. Yang salah itu kamu, sama Livia. Yudha hanyalah korban keegoisan kalian. Aku malas sebenarnya mengatakan ini, tapi Yudha enggak bersalah. Dia buah hati kamu Mas, jangan begitu."
Raka menarik kedua tangan sang istri, dan meraih pinggangnya. Dia memeluk tubuh mungil istrinya tersebut. Yuna meronta-ronta, sayangnya tenaganya tidak cukup. Sehingga, dia pasrah dan membiarkan Raka memeluknya.
"Lepaskan aku!"
"Sayang, jangan begini. Dua minggu sudah kamu meninggalkan aku, kamu enggak tahu betapa hancurnya aku saat kamu pergi? Sekarang kita sudah bertemu, tolonglah jangan begini lagi. Aku sedih, dan sangat kehilangan kamu." bisik Raka.
Yuna memandangi wajah sang suami, dia tahu ini benar-benar bodoh. Bisa-bisanya dia mau saja pasrah dipeluk oleh Raka. Jelas-jelas, dia sedang marah pada pria itu. Raka pun kini menundukan wajahnya, kedua matanya memandangi wajah sang istri. Raka dengan lembut meraih dagu Yuna, membiarkan jari-jarinya menyusuri pipi sang istri yang kini bertemu merah. Lalu, dia mengangkat dagu istrinya tersebut, dan hendak menempelkan bibirnya pada bibir sang istri. Sayangnya, Yuna mendorong tubuhnya dan berlari menuju kamarnya.
Namun, bukannya dia menyerah Raka justru mengikuti Yuna dari belakang. Ternyata istrinya itu pergi ke wastafel di kamarnya. Wanita cantik itu memuntahkan semua isi dalam perutnya.
"Sayang, kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Raka panik, sembari membantu istrinya untuk mengeluarkan cairan tubuhnya.
"Ehm, Mas mual rasanya Kayaknya aku masuk angin,"rengek Yuna.
Raka mengangguk "Baiklah, keluarkan dulu saja semuanya, setelah itu kita periksa ke dokter ya."
"Iya Mas."
Entah bagaimana ceritanya, Yuna bisa luluh begitu saja dengan suaminya. Padahal, dia sedang marah pada Raka. Aneh sekali, hanya karena dia muntah-muntah seperti ini, dia jadi manja pada pria itu. Bahkan, dia mencegah Raka pergi, setelah dirasa cukup mengeluarkan seluruh cairan bening tubuhnya itu.
"Kita ke dokter ya?"Tanya Raka dengan nada lembut.
Yuna menatap wajah suaminya, "Iya Mas. Kamu enggak akan pergi lagi seperti waktu itu, kan?" rengeknya.
Raka mengangguk "Mas janji enggak akan ninggalin kamu lagi."
"Kalau ada panggilan masuk dari Livia kamu akan ninggalin aku lagi enggak?"
"Enggak Sayang, ngapain Mas ninggalin kamu demi dia. Waktu itu Mas ninggalin kamu karena Yudha. Dia sedang rewel, dan meminta aku makan bersama mereka. Maaf, udah enggak jujur sama kamu."jawab Raka.
Yuna mengangguk, dan memeluk tubuh suaminya.
"Mas, Yudha sendirian dong di rumah?"
Raka mengangguk mengiyakan
"Kamu enggak khawatir ninggalin Yudha?" Tanya Yuna sekali lagi.
Raka menggeleng, "Enggak Sayang, Yudha kan sama Mama dan Papa. Mereka menjaga Yudha dengan baik, kamu tenang aja," serunya.
***
"Yudha kangen Tante Yuna, bisa nggak Nenek sama kakek anterin Yudha ke Tante Yuna?" tanyanya penasaran.
Marlina, dan Chandra saling memandang "Ehm, Nak bagaimana kamu bisa kenal dengan Tante Yuna?"
"Aduh, bagaimana ini? Yudha keceplosan," batinnya.
"Yudha, Oma tanya sama kamu. Memangnya kamu akrab sama Tante Yuna? Kok tiba-tiba meminta kami mengantarkan kamu ke tempatnya?"
Yudha mengulum bibirnya, dia kemudian menundukan wajahnya. Takut untuk menatap wajah nenek tercintanya itu. Dia takut, neneknya itu akan terus mengulik lebih lanjut tentang hubungannya dengan Yuna.
"Yudha salah bicara tadi, Yudha cuma kepikiran Tante Yuna itu cantik banget. Bahkan, lebih cantik daripada Mama. Dan, sepertinya Tante Yuna bukan orang yang jahat seperti yang Mama katakan." katanya.
"Tante Yuna tidak jahat, Oma tahu dengan pasti. Dia lembut penuh kasih sayang, kamu pasti akan menyukainya. Sudah ya, tidurlah sudah malam. Oma mengantuk sayang, jadi kamu harus nurut ya!" perintah Marlina.
Yudha mengangguk, dan mulai memejamkan matanya.
"Mama Yuna, Yudha kangen,"batin Yudha.
***
"Tidak jadi cerai? Maksudnya kamu apa sih sayang? Kamu beneran waktu itu mau ninggalin aku?"
Yuna mengangguk, "Ya batal, nanti anak aku enggak punya ayah lagi. Aku pikir-pikir emang seharusnya enggak cerai. Kalau aku dan kalu pisah, dia akan besar kepala. Ya bener, aku maunya cerai sama Mas, tapi aku rasa ini enggak boleh terjadi."
"Kita rujuk, kan?" Tanya Raka sembari mengusap lembut surai hitam sang istri.
Kini keduanya berbaring di ranjang king size apartemen Raka. Semenjak dokter mengatakan kalau Yuna sedang hamil, dia dan Raka lebih memilih Rujuk kembali. Keduanya memang masih saling cinta, meskipun Darren mengatainya bodoh, tapi Yuna tidak peduli. Dia hanya takut anaknya ini lahir tanpa sosok ayah, sehingga dia mau kembali dengan Raka. Dan, perceraian itu hanyalah keinginannya sepihak saja. Bukan keinginan Raka.
"Mas, kalau di depan Yudh jangan memanggilku Sayang. Panggil saja Mama."
Raka melepaskan kacamatanya, dan memeluk tubuh sang istri dari belakang.
"Tidur yuk, Papa capek nih." bisik Raka.
Yuna merasa geli, saat Raka berbisik pada telinganya. Dia benar-benar tidak kuat jika berhadapan dengan suaminya tersebut. Padahal, mereka menikah sudah hampir enam tahunan. Tapi, Yuna masih merasa malu jika berhadapan seperti ini.
"Kita sudah lama menikah, tapi kenapa kamu ini begitu malu dengan posisi begini?"
Yuna mengangguk "Ya salahkan wajah Mas yang tampan itu, ditambah kalau berbicara kenapa harus berbisik dengan nada menggodaku seperti itu?"cerocos Yuna.
Raka terkekeh "Kamu ini lucu sekali, masa iya harus protes sama Tuhan? Dikasih wajah begini, Alhamdulillah Mas sangat bersyukur. Makanya kamu mau sama Mas kan, berkat wajah ini." canda nya.
Yuna memanyunkan bibirnya, dia kemudian memeluk suaminya manja.
"Aku hanya memberi Mas satu kesempatan ini saja. Kalau Mas selingkuh lagi, aku tidak mau balikan lagi." tuntut Yuna.
"Yang selingkuh siapa?Mas enggak pernah main sama wanita lain. Livia sekalipun, Mas enggak tahu tiba-tiba saja dia—"
Yuna menempelkan jari telunjuknya pada bibir sang suami, dia meminta Raka untuk tidak melanjutkan perkataannya.
"Jangan bahas wanita lain, aku enggak suka," Pinta Yuna sembari membalikkan tubuhnya, dan menutupinya dengan selimut.
"Maafkan Mas Sayang, Mas salah. Ya ampun, barusan kita balikan loh. Lah malah marahan lagi."
Yuna menutupi telinganya dengan menggunakan kedua tangannya. Sementara itu Raka terus membujuk sang istri, tapi sayang Yuna tidak mau mendengarkan perkataannya. Akankah mereka marahan lagi, atau justru sebaliknya.
Bersambung