Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Bab 18
POV Author
Waktu terus bergulir, hari demi hari Rahayu tetap beraktivitas seperti biasanya. Kuliah dan bekerja sesuai waktunya. Dan berkunjung ke rumah orang tuanya di akhir pekan bila memungkinkan untuknya.
Rahayu memutuskan untuk menerima ajak orang tuanya untuk datang di setiap akhir pekan. Bukan karena Rahayu ingin menjalin hubungan baik seperti dulu, melainkan ia hanya ingin menggali informasi dari sana.
Rahayu tidak ingin lagi larut dalam pikiran yang tidak dapat memberikan jawaban untuknya. Karena itu, ia berusaha dekat dengan orang tuanya meski hanya semu semata.
"Ah...!" Gumam Rahayu.
Di depannya ada Arumi yang menatapnya tajam. Mereka memang beda jurusan namun terkadang bertemu di saat tak terduga di area kampus.
"Sini kau!" Kata Arumi, kasar.
Arumi menyambar lengan Rahayu dan menariknya secara paksa. Rahayu pun terseret namun ia diam saja dan mengikuti langkah kemana Arumi akan membawanya.
Bugh!
"Ughh..!"
Rahayu kesakitan setelah Arumi mendorong dirinya ke dinding bangunan dengan kasar. Perlahan ia pun mencoba melepaskan cengkeraman tangan Arumi dari bahunya.
"Apa?!" Tanya Rahayu dengan wajah kesal.
"Jangan datang lagi ke rumah!" Sergah Arumi.
"Kenapa? Kamu tidak suka?!"
"Aku tahu kamu punya niat tertentu!"
"Bicara apa sih kamu? Itu rumah orang tuaku. Salah, aku datang menemui mereka?! Salah, kalau aku makan bersama mereka?! Atau jangan-jangan justru ada hal yang ingin kamu tutupi?!"
"Aku tidak tahu apa alasan mu. Yang jelas kamu tidak boleh menyakiti Ayah dan Ibu!"
"Wah, lihat ini! Fasih sekali kamu memanggil mereka Ayah dan Ibu. Sudah mendalami peran rupanya!"
"Bukankah kau dengar sendiri waktu itu? Ayah bilang sudah menganggap ku layaknya anaknya sendiri. Jadi wajar kan, aku pun begitu?!"
"Jika kamu sangat ingin posisiku, bagaimana kalau kita bertukar tempat? Biar aku yang menjadi anak yang kehilangan orang tuanya. Biar aku yang tinggal sendirian. Toh sekarang pun sama. Jadi dimana dulu kamu tinggal?"
Deg,
Wajah Arumi yang tadinya galak berubah tegang.
Tidak mungkin kan Rahayu sudah mengetahui semuanya? Batin Arumi bertanya-tanya.
Arumi mencoba berpikir keras untuk menjawab Rahayu. Ia tidak boleh gegabah asal menjawab karena hal itu mempertaruhkan kenyamanannya sekarang.
"Buat apa? Aku sudah menjual rumah orang tuaku, dan uangnya sudah buat beli mobil Ayah juga membangun usaha serta merenovasi rumah. Diam saja kau di tempat mu sekarang. Itu lebih baik dan lebih cocok untukmu."
Dalam senyum getirnya Rahayu sangat marah dan kesal. Ia tidak ingin semua kebahagian yang sudah ia lalui selama ini sirna oleh gadis menjengkelkan seperti Arumi, pikirnya.
"Lalu buat apa kamu melarang ku bertemu orang tuaku sendiri? Aneh!"
Arumi mengepalkan tangannya tetapi tidak bisa berkata apa-apa.
"Ada apa ini?"
Tiba-tiba saja ada Arka yang melintas di lorong sepi tempat mereka berbicara.
"Kak Arka! Tidak ada apa-apa Kak. Aku cuma nasehat dia supaya tidak membuat Ayah dan Ibu bersedih."
Lihat, pandai sekali dia berbicara. Batin Rahayu.
Arka menatap Rahayu seolah-olah ingin memastikan ucapan Arumi.
"Apa saya terlihat akan berbuat seperti itu? Saya yakin Mas bisa menilai saya."
"Hah?! Apa?! Mas??" Kata Arumi cukup terkejut mendengar Rahayu menyebut Arka dengan sebutan Mas.
Arumi memandang Arka seolah-olah meminta penjelasan. Namun Arka tidak merespon rasa ingin tahu Arumi dan bersikap tenang seperti biasanya.
"Saya permisi, saya harus segera pulang karena masih banyak yang harus saya kerjakan." Pamit Rahayu dan langsung melangkahkan kakinya.
"Eh...,tunggu!"
"Biar saja." Ujar Arka menahan Arumi agar tidak menahan Rahayu lagi.
Arka tahu Rahayu memang memiliki pekerjaan dan gadis itu sedang membagi waktunya untuk bisa menyelesaikan semua urusannya. Meski tidak banyak bersuara, Arka selalu mengamati Rahayu jika ia melihat gadis itu di rumahnya.
Tidak ada sisi negatif selama Arka mengamati Rahayu, apalagi sang Kakek begitu memuji gadis itu sehingga menarik perhatian Arka untuk mencari tahu tentang.
Namun Arumi tampak kesal Arka terlihat tidak membenci Rahayu seperti yang ia harapkan. Ia melipat tangan di depan dada dan melihat ke arah lain dengan wajah masam di tekuk seribu.
"Apa dia membuat masalah?" Tanya Arka kepada Arumi setelah Rahayu menjauh.
"Tentu saja. Kalau tidak, buat apa aku menasehatinya." Kilah Arumi. "Tapi, kenapa dia memanggil Kakak dengan sebutan 'Mas'?"
"Dia pasti berpikir, kamu saja memanggil ku dengan sebutan Kakak. Mungkin dia lebih merasa nyaman dengan memanggil begitu karena tahu aku lebih tua darinya." Jawab Arka.
Arka belum ingin memberi tahu Arumi kalau Rahayu bekerja di rumahnya. Arka masih ingin mengamati lebih jauh hubungan mereka berdua.
Karena Rahayu masih belum menceritakan sepenuhnya, apa yang pernah ia tanyanya pada malam itu.
"Aku mau pulang duluan. Kamu hati-hati ya." Ujar dan pamit Arka.
"Loh, padahal aku mau ngajak Kak Arka ke Mall."
"Lain kali saja. Aku sedang ada urusan sedikit."
"Tapi..."
"Daaaah...."
Arka berlalu dan tidak merespon lagi Arumi. Ia ingin mengejar Rahayu dan berencana untuk berbicara lagi hari ini.
Arka segera menuju parkiran dan mengendarai motor gedenya. Dari kejauhan ia dapat melihat Rahayu sedang berjalan kaki dengan santainya.
Walau hanya berjarak 800 meter antar kampus dan rumahnya, tetapi bagi Arka itu cukup jauh jika di tempuh dengan hanya berjalan kaki.
BREM... BREM...
Arka membuntuti Rahayu di sampingnya sehingga membuat gadis itu menoleh. Rahayu tentu sudah hafal bentuk, warna dan model motor Arka karena sering dilihatnya di parkiran garasi rumah majikannya.
"Naik." Ujar Arka ketika Rahayu menoleh padanya.
Rahayu sendiri menoleh ke belakang dan ke samping kirinya. Tidak ada siapapun selain dirinya disana.
"Saya jalan saja Mas, tidak jauh kok." Tolak halus Rahayu.
Di sekitar mereka masih ada beberapa anak kampus yang melintas. Apalagi Arka adalah sosok yang populer di kampusnya, sehingga Rahayu tidak ingin memancing rumor di kampusnya.
"Aku ada perlu sama kamu. Ayo, naik."
Serba salah untuk menolak. Rahayu merasa tidak nyaman. Tapi Arka adalah anak dan cucu dari majikannya.
"Tapi Mas..."
"Sudah naik saja."
Rahayu sungkan, naik motor gede tentu sulit baginya jika tidak berpegangan. Tapi karena ucapan Arka adalah perintah baginya, mau tidak mau pun ia mencoba menebalkan muka dan menaiki motor tersebut.
"Permisi... Mas." Ucap Rahayu ragu-ragu, lalu berpegang pada bahu Arka dan mulai mencoba menaiki motor jenis Ducati tersebut.
Sangat sulit bagi Rahayu, namun ia berhasil juga naik motor tersebut. Tentu hal tersebut mengalihkan perhatian anak kampus yang melintasi mereka.
Rahayu merasa malu sehingga ia menunduk. Tidak hanya malu, kini jantungnya berdebar-debar karena duduk sangat dekat hingga tak berjarak terhadap seorang laki-laki yang bukan saudaranya untuk pertama kalinya, apalagi dia adalah Arka, yang juga merupakan tuannya.
"Pegangan." Ujar Arka.
"Kita mau kemana Mas?"
"Pegangan saja, nanti nyesel." Ujar Arka.
"Tidak apa Mas, begini saja." Jawab Rahayu.
Dan ketika Arka mulai menjalankan kendaraannya, Rahayu terkejut, nyaris saja jatuh ke belakang kalau ia tidak refleks memeluk Arka.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊