Seorang gadis yang terpaksa menikah dengan ayah dari sahabatnya sendiri karena sebuah kesalahpahaman. Apakah dirinya dapat menjalani kehidupannya seperti biasanya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dasar wanita gila
Pov Azalea
Setelah dari toilet, aku dan Dina memutuskan untuk pergi ke kantin. Namun, suasana kantin begitu ramai dan sepertinya tak ada tempat yang bisa kita tempati. Akhirnya kita berdua berniat untuk urung ke kantin. Tapi, tiba-tiba ada yang memanggil nama kita sehingga kita tak jadi pergi dari kantin.
"Woi, Zaa, Din, sini." Panggil Aldo di salah satu bangku. Terlihat Aldo bersama Alex dan Gery.
"Din, gabung mereka aja yuk, lagian aku udah laper banget nih." Aku yang merasa sudah begitu lapar pun akhirnya berniat mengajak Dina untuk bergabung dengan mereka.
"Ayok lah, sama kalau lapar mah." Jawab Dina menyetujui ajakanku.
Kita berdua pun akhirnya bergabung dengan kakak senior itu. Tapi, sebelum itu kita memesan makanan terlebih dahulu.
"Gak papa nih ka, kita gabung disini?" Aku pun bertanya pada mereka.
"Ya gak papa dong, neng. Bebas aja di sini mah, santuiii. Ya gak bro?" Jawab Gery sambil menyenggol lengan Aldo dengan sikunya.
"Iya ka Gery mah bilangnya gak papa, beda cerita kalau si ondel-ondel yang bilang." Ucap Dina menyahuti ka Gery.
"Iya, apalagi tuh, di sini ada ka Alex." Sambung Dina.
Kita semua pun kompak melirik ka Alex. Yang dilirik malah diam saja. Datar aja mukanya.
Tak lama pesanan kita datang. Aku dan Dina pun langsung melahap makanan itu. Saking laparnya sih aku sampai lupa gak nawarin siapa-siapa.
*Hm,, apa adanya nih cewek." Batin Alex
"Buset dah, neng. Gak makan berapa hari sih? pelan-pelan bae." Ucap ka Gery padaku. Dina pun melirikku, tapi aku pura-pura tak mengetahuinya.
"Pelan-pelan aja sih Zaa, gak ada yang mau minta juga." Ucap Dina padaku.
"Hehe, maaf, laper banget sih." Jawabku nyengir.
"Hati-hati sama Amel, dia orangnya nekat." Tiba-tiba ka Alex membuka suara.
Aku melirik ka Alex dan menghentikan aktivitas mengunyahku.
"Emang bener dia tunangan ka Alex?" Tanyaku
"Ngadi-ngadi dia mah. Gak usah didenger mak lampir itu." Ucap ka Aldo
"Gays, ayo cabut." Ucap ka Alex mengajak ka Aldo dan ka Gery.
"Kita duluan ya." Ucap ka Aldo pada kita berdua.
"Biye biye neng neng manis." Ka Gery melambaikan tangan.
Aku pun mangguk-mangguk dan melanjutkan aktivitas makanku. Aku gak terlalu mempermasalahkan sikap ka Alex yang begitu dingin.
"Hahhh,, Alhamdulillah kenyang juga." Ucapku yang menandaskan makanan tanpa sisa.
"Kamu beneran kelaparan ya, Zaa?" Tanya Dina.
"Banget, Din." Jawabku singkat.
Tak sengaja di sana aku melihat Amel dan teman-temannya. Terlihat dia menatapku tajam. Sepertinya dia sedang kebakaran jenggot. Aku sih abai aja. Lagian aku kan gak mengganggu dia. Kalau urusan ka Alex sih sepertinya gak ada yang perlu dipermasalahkan. Toh kita kan gak sedekat dan seakrab itu. Dasarnya aja itu si ondel-ondel yang syirik dan membesar-besarkan masalah.
Tiba-tiba Dina menyenggol lenganku.
"Zaa, liatin apa sih?" Tanya Dina.
"Tuh." Jawabku singkat dengan memberikan melirikkan mataku ke arah Amel.
"Dia ngapain liatin kamu terus? Matanya seperti mau keluar gitu, Zaa. hihi." Ucap Dina sambil cengengesan.
Terlihat Amel berjalan menghampiri kita.
Brak
"Heh,, gue udah peringatin elu ya buat jangan deket-deket sama Alex. Lu bener-bener bebal ya ternyata." Ucap Amel padaku dengan menggebrak meja.
Seketika seisi ruangan kantin pun melihat ke arah kita.
*Duh, bakal jadi artis lagi nih aku.* Batinku.
"Siapa yang deket-deket. Kita cuma ikut gabung duduk aja karna tempat udah terisi penuh. Lagian ka Alex dan kawan-kawannya yang ngajak tadi buat gabung. Lalu, masalahmu apa?" Jawabku dengan santai.
"Eh elu beneran gak ngerti bahasa gue ya. Lu kan bisa nolak. Bod*h amat sih." Ucap Amel.
Eh malah menghina aku kan dia.
"hmmm." Jawabku singkat dengan hanya berdeham.
Emosi Amel pun mulai terpancing. Dia berjalan ke meja sebelah dan mengambil mangkok bakso milik orang meja sebelah lalu kembali ke mejaku lagi.
"Hei, apa yang kau lakukan? Itu makananku." Ucap seseorang yang makanannya diambil Amel.
Aku yang tak siap dengan serangan Amel pun tak bisa menghindar.
Pyuhh,,,
Kuah yang masih sedikit panas itu pun mendarat di mukaku. Seketika wajahku memerah dan kepanasan. Sepertinya kuah tersebut pedas.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu seperti wanita yang tak berpendidikan. Dasar wanita sinting. Tingkahmu seperti setan aja. Setelah ini, jangan harap kamu bisa seenaknya saja setelah ini. Kamu gak tau sedang berhadapan dengan siapa." Ucap Dina yang juga kaget dengan apa yang dilakukan Amel.
"Iihhh,, jadi takut deh, justru kalian yang bakal gue depak dari sini. Dasar, cuma anak beasiswa aja belagu." Ucap Amel terlihat sombong.
*Dasar wanita gila.* Batinku.
Dirasa-rasa mukaku semakin panas, aku langsung pergi meninggalkan meja dan pergi ke toilet. Aku gak peduli dengan Amel.
"Din, tolong bayarin dulu." Ya, makanan memang belum ku bayar.
Sesampainya di toilet, aku langsung membasuh mukaku yang terasa sangat panas.
"Hah, untung gak melepuh. Awas saja kau ondel-ondel, semakin aku diam malah semakin melunjak. Tunggu aja pembalasanku." Ucapku yang sedang melihat pantulan wajahku di cermin.
Aku sebelumnya sudah mencari tahu siapa Amel dan keluarganya. Ternyata dia hanya anak dari bawahan Ayah, Pak Wirya yang menjabat sebagai manajer keuangan. Dari kabar yang aku terima. Pak Wirya melakukan korupsi di perusahaan Ayah. Amel adalah anak satu-satunya dari Pak Wirya. Amel juga selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Apapun yang dia mau harus keturutan. Pantas saja sikapnya seenaknya saja. Aku akan menjadikan itu senjata suatu saat nanti.
Tak lama Dina datang menghampiriku di toilet.
"Ya ampun, Zaa. Mukamu merah sekali. Apa itu panas?" Dina terlihat khawatir denganku.
"Nanti juga mereda, Din." Ucapku yakin sih.
"Ayo kita beli salep atau apa kek. Takutnya melepuh. Nanti kalau papa tau gimana? Aku yang pasti akan kena marah karena gak bisa jaga mamaku ini. Bajumu juga basah begitu." Dia benar-benar terlihat khawatir, aku pun tersenyum dan mencubit pipi Dina.
"Aku gak papa sayang." Aku pun langsung mengajak Dina untuk keluar dari toilet, ku lihat dia cemberut karena pipinya tadi ku cubit.
Singkat waktu kegiatan hari ini pun selesai.
Aku dan Dina memutuskan pergi ke mall untuk berbelanja. Aku pun tak lupa mengabari dan meminta ijin pada suamiku yang cool itu. Yah walau udah Om Om dan umur kita terpaut jauh tapi mas Damian masih terlihat muda dan gagah.
Setelah diberi ijin dan ternyata mas Damian akan menyusulku ke mall. Aku dan Dina langsung tarik gas.
Setelah sampai di mall. Aku mengajak Dina ke tempat dimana aku dan papanya janjian.
"Papa mau kesini, Zaa?" Tanya Dina.
"Iya, katanya mau nyusul, mungkin sebentar lagi sampai." Ucapku pada Dina.
Dan benar saja, suamiku itu tak lama pun datang juga. Dengan senyum khasnya, aku pun meraih tangan dan mencium punggung tangannya.
"Udah lama sayang?" Tanya suamiku.
"Baru juga, iya kan Din."
"Iya, pa. Baru banget kok." Jawab Dina manggut-manggut.
"Eh sayang, baju kamu kenapa kok sepertinya basah?" Suamiku pun menyentuh bajuku. "Nah kan, basah, mana sedikit lengket begitu."
Kan, kan. Suamiku jadi tahu kan. Aku mau jawab apa nih?
"Nih pa, ada yang nyiram bakso kuah ke mama tadi. Aku kesel tau pa." Ucap Dina pada papanya.
"Apa itu benar sayang? Ada yang mau menjelaskan?" Tanya suamiku.
Hhuhh
Aku pun mangguk-mangguk aja tanpa mau menjelaskan. Biarkan Dina aja sekalian yang menjelaskan nantinya. Dan akhirnya pun Dina menjelaskan semuanya sedari awal.
Suamiku pun terlihat mangguk-mangguk.
"Jadi, karena Alex ya?" Tanya suamiku dengan sedikit berfikir.
"Sepertinya nanti akan seru." Sambung suamiku.
Aku yang tak mengerti apa maksud perkataan suamiku pun hanya mengerutkan dahi. Dina pun sepertinya juga sama sepertiku.
"Ayok, kita cari makan dulu aja." Suamiku pun mengajak kita makan dahulu.
Setelah makan kita lanjut berbalanja. Sebelum makan tadi, suamiku mengajakku dan Dina ke sebuah acara besok malam. Entah itu acara apa, aku dan Dina hanya ngikut aja. Mungkin acara sesama pengusaha mungkin.
Kita menuju kesebuah butik. Baru juga masuk Dina ijin mau ke toilet dulu. Akhirnya aku dan suamiku masuk ke butik duluan.
Seorang pelayan butik menghampiri kita.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayanan itu.
"Carikan gaun untuk istri saya." Pinta mas Damian.
Pelayan pun mengangguk dan mencarikan gaun yang sekiranya cocok untukku.
"Ehh, ternyata cewek kampungan ini simpanan Om Om. Pasti semua yang didapat hasil ngangk*ng. Cewek murah*n. Pantes aja gak tau malu banget."
Aku yang sepertinya mengenali suara tersebut langsung membalikkan badan guna melihat dimana si pemilik suara berada.
Tak ada angin tak ada ujan, tiba-tiba si ondel-ondel menghampiri kita. Sungguh sempit sekali dunia ini.
"Tolong jaga ucapanmu, nona." Ucap suamiku dengan sedikit menahan emosinya.
"Om, Om, apa sih hebatnya cewek kampungan gini. Mendingan aku kemana-mana."
Eh, dia bilang apa tadi? Apa gak dengan sengaja dia mempromosikan dirinya ke suamiku?
"Sepertinya saya tak perlu menjawabnya, Anda sendiri terlihat lebih murah, nona. Dan, sebaiknya Anda menjaga batasan Anda. " Ucap suamiku.
Amel pun pergi begitu aja dengan mendengkus kesal. Sepertinya dia tertampar dengan ucapan suamiku.
"Jadi, apakah itu tadi yang bernama Amel?" Suamiku bertanya dan aku pun mengangguk.
Sebenarnya aku sedikit heran, kenapa suamiku terlihat merencanakan sesuatu.
Tauk lah, gelap. haha
Tak lama Dina pun datang dan kita bertiga melanjutkan kegiatan berbelanja.