NovelToon NovelToon
Jejak Naga Langit

Jejak Naga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:601
Nilai: 5
Nama Author: HaiiStory

"Ada rahasia yang lebih dalam dari kegelapan malam, dan ada kisah yang lebih tua dari waktu itu sendiri."

Jejak Naga Langit adalah kisah tentang pencarian identitas yang dijalin dengan benang-benang mistisisme Tiongkok kuno, di mana batas antara mimpi dan kenyataan menjadi sehalus embun pagi. Sebuah cerita yang mengundang pembaca untuk menyesap setiap detail dengan perlahan, seperti secangkir teh yang kompleks - pahit di awal, manis di akhir, dengan lapisan-lapisan rasa di antaranya yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup sabar untuk menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pantulan yang Tak Terduga

Untuk sesaat yang terasa seperti keabadian, tidak ada yang bergerak. Mei menatap versi alternatif dirinya yang berdiri di ambang pintu kedai teh, mengamati bagaimana sisik-sisik naga di lengan gadis itu berkilau dalam cahaya bulan kembar. Ada sesuatu yang menggetarkan dalam melihat diri sendiri yang berbeda—seperti menatap ke dalam cermin yang memantulkan bukan hanya bayangan, tapi juga kemungkinan.

"Kau tidak seharusnya ada di sini," Wei An akhirnya berkata, suaranya bergetar. "Batas antara realitas..."

"Sudah terlalu tipis?" versi lain Mei menyelesaikan kalimatnya, tersenyum dengan cara yang terasa asing namun familiar. "Bukankah itu justru yang kita inginkan?"

Mei—yang asli—menggenggam kedua Cermin lebih erat, merasakan getaran aneh dari keduanya. "Kau tahu tentang rencana ini?"

Versi alternatifnya melangkah keluar dari kedai teh, dan saat dia melakukannya, Mei menyadari sesuatu yang mengejutkan. Sisik-sisik di lengan gadis itu tidak hanya berkilau—mereka bergerak, seperti ombak kecil di permukaan danau.

"Tentu saja aku tahu," dia menjawab, suaranya membawa nada yang mengingatkan Mei pada dentang lonceng Paviliun. "Karena dalam realitasku, rencana ini sudah berhasil... dan gagal... ribuan kali."

Madam Lian mengambil langkah maju, matanya terpaku pada sosok yang baru muncul. "Apa maksudmu?"

"Maksudnya," Mei tiba-tiba memahami, "waktu tidak hanya mengalir berbeda di Paviliun Bulan Kembar. Waktu berulang."

Wei An mengeluarkan gulungan tuanya, membukanya dengan tangan yang sedikit gemetar. "Seperti air yang terus mengalir dalam siklus yang sama," dia bergumam, matanya yang retak menelusuri karakter-karakter kuno di gulungan. "Dari awan menjadi hujan, dari hujan kembali ke laut..."

"Dan setiap kali siklus itu berulang," versi alternatif Mei melanjutkan, "ada yang berubah. Kadang sedikit, kadang banyak... tapi selalu ada yang berbeda."

Master Song mengetuk tanah dengan tongkatnya, menciptakan riak energi yang membuat karakter-karakter teh di tanah bergetar. "Tapi kali ini... ada yang berbeda, bukan? Sesuatu yang fundamental telah berubah."

Versi alternatif Mei mengangguk, langkahnya yang anggun mengingatkan mereka pada cara naga bergerak. "Ya. Karena kali ini..." dia menatap Mei dengan mata yang sama persis namun berbeda, "kau memiliki kedua Cermin."

Liu Xian, yang sedari tadi diam, mendongak ke arah bulan kembar. "Dan Cermin kedua... bukan hanya untuk melihat kemungkinan yang berbeda, kan?"

"Tidak," Mei menjawab, pemahaman mulai membanjiri benaknya seperti teh yang dituang ke dalam cangkir kosong. "Cermin kedua adalah untuk... melihat pengulangan."

"Tepat," versi alternatifnya tersenyum. "Cermin pertama memperlihatkan semua kemungkinan yang ada dalam satu waktu. Tapi Cermin kedua..."

"...memperlihatkan semua pengulangan dari satu kemungkinan," Wei An menyelesaikan, matanya melebar dalam pemahaman. "Itulah mengapa karakternya selalu berubah setiap kali kita melihatnya."

Mei mengangkat Cermin kedua, mengamati bagaimana permukaannya kini memantulkan bukan hanya cahaya bulan, tapi juga bayangan-bayangan dari waktu yang berbeda—seperti film yang diputar tumpang tindih.

"Dan dalam setiap pengulangan," dia berkata pelan, "ada detail kecil yang berubah. Seperti... seperti seseorang yang mencoba menulis ulang cerita yang sama, mencari ending yang berbeda."

"Tapi siapa?" Master Song bertanya. "Siapa yang memiliki kekuatan untuk mengulang waktu seperti itu?"

Versi alternatif Mei melangkah lebih dekat ke arah kedai teh dalam celah waktu, tangannya menyentuh dinding kayunya dengan lembut. "Bukan siapa," dia mengoreksi. "Tapi apa."

"Paviliun itu sendiri," Madam Lian tiba-tiba berkata, suaranya dipenuhi pemahaman. "Tempat itu... hidup."

"Dalam artian tertentu," versi alternatif Mei mengangguk. "Seperti teh yang berubah rasanya tergantung siapa yang menyeduhnya, Paviliun itu juga berubah sesuai dengan siapa yang memasukinya."

Wei An membuka gulungannya lebih lebar, menunjukkan diagram rumit yang belum pernah Mei lihat sebelumnya. "Dan setiap perubahan kecil... setiap variasi dalam cara teh diseduh..."

"...menciptakan gelombang yang mempengaruhi seluruh realitas," Liu Xian melanjutkan. "Seperti riak di permukaan danau yang akhirnya mencapai tepi."

Tiba-tiba, dentang lonceng berubah lagi. Kali ini, nadanya membawa sesuatu yang berbeda—sebuah peringatan, tapi juga... undangan?

"Waktunya hampir tiba," versi alternatif Mei berkata, matanya terpaku pada bulan kembar yang mulai bergerak menjauh. "Kau harus membuat keputusan sekarang."

Mei menatap kedua Cermin di tangannya, kemudian ke arah teh yang membentuk karakter-karakter di tanah. Ada sesuatu yang mulai terbentuk dalam benaknya—sebuah pemahaman yang datang bukan dari pengetahuan, tapi dari intuisi yang dalam.

"Cermin ketiga," dia berkata pelan. "Itu bukan untuk melihat masa depan atau masa lalu, kan?"

Versi alternatifnya tersenyum—senyum yang membuat sisik-sisik di lengannya berkilau lebih terang. "Tidak. Cermin ketiga adalah untuk..."

Tapi sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Dari dalam kedai teh dalam celah waktu, terdengar suara yang membuat semua membeku—suara yang seharusnya tidak mungkin ada.

Suara tawa Mei kecil, dari hari pertama dia menginjakkan kaki di kedai teh Madam Lian.

"Bagaimana..." Mei berbisik, tapi versi alternatifnya mengangkat tangan, meminta mereka untuk mendengarkan.

Dan dalam tawa anak kecil itu, mereka mendengar sesuatu yang mengubah segalanya—sebuah melodi yang terdengar persis seperti dentang lonceng Paviliun Bulan Kembar.

"Sekarang kau mengerti?" versi alternatif Mei bertanya lembut. "Mengapa harus kau? Mengapa harus saat ini?"

Mei mengangguk perlahan, air mata mulai menggenang di matanya saat pemahaman membanjiri dirinya. "Karena aku... aku sudah ada di sana sejak awal."

"Ya," versi alternatifnya membenarkan. "Dalam setiap pengulangan, dalam setiap kemungkinan... selalu ada seorang gadis kecil yang masuk ke kedai teh, mencium aroma yang akan mengubah hidupnya selamanya."

Wei An menatap kedua versi Mei bergantian, pemahaman mulai muncul di wajahnya yang lelah. "Dan setiap kali itu terjadi..."

"...sedikit demi sedikit," Master Song melanjutkan, "dunia bergerak lebih dekat ke arah penyatuan."

Madam Lian mengambil langkah maju, matanya berkaca-kaca. "Jadi selama ini... setiap cangkir teh yang kusajikan..."

"Adalah bagian dari rencana yang lebih besar," Liu Xian menyelesaikan. "Rencana yang bahkan kau sendiri tidak sadari."

Versi alternatif Mei mengangguk, kemudian berbalik ke arah kedai teh. "Tapi sekarang," dia berkata, "saatnya untuk langkah berikutnya."

"Dan apa itu?" Mei bertanya, meski dalam hati dia sudah tahu jawabannya.

Versi alternatifnya berbalik, senyumnya kini membawa kesedihan yang dalam. "Kau harus membiarkan aku pergi."

"Apa?"

"Keberadaanku di sini... adalah anomali," dia menjelaskan lembut. "Selama aku ada, Cermin ketiga tidak akan pernah muncul."

Mei merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. "Tapi... bagaimana aku bisa yakin bahwa aku melakukan hal yang benar? Bahwa aku tidak akan..."

"Gagal?" versi alternatifnya tersenyum. "Kau tidak akan tahu. Tidak ada yang tahu. Itulah inti dari semua ini—kepercayaan bahwa setiap cangkir teh yang diseduh dengan cinta akan membawa kita satu langkah lebih dekat ke penyatuan."

Dentang lonceng berubah lagi, kali ini lebih mendesak dari sebelumnya.

"Sudah waktunya," versi alternatif Mei berkata, mulai melangkah mundur ke arah kedai teh. "Dan Mei?"

"Ya?"

"Jangan lupa untuk tersenyum saat menyeduh teh. Itu mengubah rasanya lebih dari yang kau kira."

Dengan itu, dia melangkah masuk ke dalam kedai teh, dan celah waktu mulai menutup. Tapi sebelum sepenuhnya menghilang, Mei melihat sekilas ke dalam—dan apa yang dia lihat membuat air matanya akhirnya jatuh.

Di dalam kedai teh itu, duduk di sudut yang paling jauh, adalah sosok yang sangat dia rindukan.

Ibunya, dalam wujud manusianya, sedang meniup teh panas dengan lembut.

Dan di sampingnya, seorang gadis kecil dengan simbol naga di punggungnya tertawa bahagia.

Saat celah waktu akhirnya tertutup sepenuhnya, Mei merasakan Cermin kedua di tangannya mulai berubah. Permukaannya yang selalu berganti kini menetap pada satu karakter—karakter yang dia kenali sebagai 'awal'.

"Sepertinya," Wei An berkata pelan, "kita baru saja menyaksikan akhir dari satu cerita..."

"Dan awal dari cerita yang lain," Mei menyelesaikan, menggenggam kedua Cermin dengan keyakinan baru.

Karena sekarang dia tahu—setiap cangkir teh yang dia seduh bukan hanya membawanya lebih dekat ke tujuannya.

Setiap cangkir adalah tujuan itu sendiri.

Dan di suatu tempat, di waktu yang berbeda, seorang gadis kecil sedang melangkah masuk ke sebuah kedai teh, tidak menyadari bahwa langkah pertamanya itu akan mengubah tidak hanya satu dunia...

...tapi semua dunia yang pernah ada.

1
muhammad haryadi
Makasih kak
Pisces gemini
semangat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!