Akay, pemuda yang kadang bermulut pedas, terjebak dalam pernikahan dengan Aylin, gadis badung yang keras kepala, setelah menabrak neneknya. Itu adalah permintaan terakhir sang nenek—dan mereka harus menandatangani perjanjian gila. Jika Akay menceraikan Aylin, ia harus membayar denda seratus miliar. Tapi jika Aylin yang meminta cerai, seluruh harta warisan neneknya akan jatuh ke tangan Akay!
Trauma dengan pengkhianatan ayahnya, Aylin menolak mengakui Akay sebagai suaminya. Setelah neneknya tiada, ia kabur. Tapi takdir mempertemukan mereka kembali di kota. Aylin menawarkan kesepakatan: hidup masing-masing meski tetap menikah.
Tapi apakah Akay akan setuju begitu saja? Atau justru ia punya cara lain untuk mengendalikan istri bandelnya yang suka tawuran dan balapan liar ini?
Apa yang akan terjadi saat perasaan yang dulu tak dianggap mulai tumbuh? Apakah pernikahan mereka hanya sekadar perjanjian, atau akan berubah menjadi sesuatu yang tak pernah mereka duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Mencari Kehangatan
Akay tak menjawab. Ia malah menunduk sedikit, wajahnya semakin dekat dengan Aylin.
Aylin yang sadar akan situasi itu langsung panik dan menutup wajahnya dengan tangan. "Jangan macam-macam, Akay!"
Akay tertawa melihat reaksinya. "Nggak macam-macam, kok." Ia menarik tangan Aylin yang menutupi wajahnya dan menatapnya dalam. "Tapi, kamu manis banget kalau lagi panik gini."
Wajah Aylin langsung panas. "AKAY!!"
Tawa Akay semakin menjadi, puas melihat istrinya yang kini semakin gelagapan. Dengan santai, ia kembali ke posisi tidur semula dan menarik selimut. "Udah, tidur sana. Aku juga mau tidur."
Aylin masih menatapnya penuh waspada, tapi akhirnya ia mendengus kesal dan membalikkan badan, memunggungi Akay.
Namun, beberapa saat kemudian, ia bisa mendengar suara tawa kecil dari pria itu.
Aylin mendesis pelan. "Dasar laki-laki menyebalkan!"
Akay hanya tersenyum sebelum akhirnya benar-benar memejamkan mata.
***
Dini hari menjelang, Akay setengah sadar terbangun ketika merasakan sesuatu bergerak di sampingnya. Ia mengerjapkan mata, menyesuaikan diri dengan kegelapan kamar, lalu tersenyum samar saat menyadari siapa yang beringsut mendekatinya.
Aylin.
Gadis itu, masih tertidur lelap, tanpa sadar bergerak mencari posisi yang lebih nyaman. Perlahan, tubuhnya semakin merapat ke Akay, tangannya melingkar di pinggang pria itu, lalu wajahnya menggeser hingga mendekati dada Akay.
Akay menahan napas sejenak, lalu tanpa pikir panjang, ia mengangkat lengannya, membiarkan kepala Aylin beristirahat di sana. Bukannya menjauh, istrinya justru semakin menempel, satu kakinya kini naik ke tubuh Akay, seperti sedang mencari kehangatan.
Akay tertawa kecil, meski suaranya nyaris tak terdengar. "Dasar, kalau tidur aja nempel begini..." gumamnya pelan, tak ingin membangunkan gadis itu.
Tangannya refleks bergerak, membetulkan selimut yang sedikit bergeser, memastikan istrinya tetap hangat. Ia menatap wajah Aylin dalam diam—napas gadis itu teratur, bibirnya sedikit mengerucut, tampak begitu damai.
Entah sejak kapan, tetapi Akay merasa ada sesuatu yang menghangat di dalam dadanya.
Dengan lembut, ia menyentuh pucuk kepala istrinya, mengusap rambutnya perlahan. "Kamu itu kadang bikin kesal, tapi tetap aja gemesin," bisiknya, sebelum akhirnya memejamkan mata lagi, membiarkan istrinya tetap memeluknya sepanjang malam.
***
Aylin menggeliat pelan saat sinar matahari mulai menyelinap melalui celah tirai. Matanya masih setengah tertutup, tubuhnya terasa begitu nyaman dan hangat. Namun, saat kesadarannya semakin pulih, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh.
Tunggu…
Kenapa kasurnya terasa lebih kokoh?
Dan kenapa ada sesuatu yang hangat di bawah tubuhnya?
Perlahan, Aylin membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang yang naik turun dengan tenang di bawahnya. Ia mengerjap, lalu menundukkan kepala dan—
"AAAAA!!!"
Teriakannya hampir memekakkan telinga, membuat Akay yang masih setengah tidur mengerang pelan.
"Nggh… ribut banget sih, pagi-pagi," gumam Akay serak, suaranya masih mengantuk.
Namun, Aylin tak bisa memedulikan itu. Matanya melebar panik saat menyadari posisinya. Kepalanya bertumpu di lengan Akay, tangannya melingkar di pinggang pria itu, dan lebih parah lagi—kakinya menimpa tubuh Akay!
Tapi yang lebih mengejutkan adalah…
"A-APA INI?! Kenapa ada yang berdenyut-denyut?!"
Seketika, Aylin melompat menjauh, wajahnya merah padam bak kepiting rebus.
Akay yang kini mulai sadar sepenuhnya hanya menguap santai, lalu menatap Aylin dengan ekspresi malas. "Kamu yang tidur di aku semalaman, terus sekarang teriak-teriak nggak jelas?"
Aylin menunjuknya dengan wajah horor. "K-Kamu sadar pas aku… aku…"
Akay mengangkat sebelah alis, lalu menyeringai jail. "Tidur nyenyak sambil meluk aku? Oh, sadar banget."
Aylin merasakan kepalanya berdenyut akibat terlalu banyak informasi yang masuk. "ASTAGA! AKU MAU MATI!!!" Ia buru-buru menarik selimut dan menutupi wajahnya yang terbakar malu.
Akay tertawa puas, lalu meregangkan tubuhnya. "Gimana? Tidur di pelukan suami enak, 'kan?"
"DIAM, DASAR MESUM!" Aylin melempar bantal ke wajah Akay, yang hanya menangkisnya dengan tawa lebar.
Namun, Aylin tak bisa membohongi hatinya. Semalam ia tidur begitu nyenyak—lebih nyenyak dari yang pernah ia rasakan selama ini. Sejak ayahnya pergi meninggalkan ibunya demi wanita lain, sejak kepergian ibunya yang disusul oleh neneknya, tidur bagi Aylin tak pernah benar-benar terasa nyaman. Selalu ada perasaan hampa, sepi yang menusuk di setiap malam. Tapi dua malam ini, dengan Akay di sisinya, kehangatan itu kembali, membuatnya merasa aman tanpa ia sadari.
"Kalau besok mau pelukan lagi, tinggal bilang, Ayang~" godanya lagi.
Aylin mengerang frustasi. "AKAAAAY!!"
Aylin masih bergelung di dalam selimut, berusaha mengatur napas dan menenangkan detak jantungnya yang seolah sedang lomba marathon. Sementara itu, Akay bangkit dengan malas, meregangkan tubuhnya dengan gerakan santai yang malah semakin membuat Aylin jengkel.
"Jangan bilang kamu suka, makanya nggak mau lepas," ledek Akay sambil melirik Aylin yang masih bersembunyi di balik selimut.
Aylin mengintip sedikit, menatapnya tajam. "Siapa juga yang suka?! Aku cuma… TERJEBAK dalam situasi konyol ini!"
Akay mengangguk dramatis. "Oh, jadi kamu terjebak dalam pelukanku yang nyaman?"
"AKAY!" Aylin nyaris melempar jam weker ke arahnya, tapi buru-buru menghentikan niatnya setelah sadar itu adalah jam kesayangannya.
Akay terkekeh kecil, lalu turun dari ranjang dengan santai. "Ayo bangun, istriku yang malu-malu tapi mau. Aku anterin kamu ke sekolah."
Aylin terdiam sejenak, lalu menyingkap selimut dengan ekspresi tajam. "Nggak usah anterin!"
"Kenapa? Takut ketahuan kalau kamu sudah punya suami setampan ini?" Akay menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.
Aylin mendengus. "Jelas! Aku nggak mau dikeluarin dari sekolah hanya karena masalah ini!"
Akay mengangkat bahu dengan santai. "Ya sudah, nggak usah sekolah."
Aylin membelalak. "Mana bisa gitu?!"
Akay mendekat, lalu menatapnya dengan ekspresi jail. "Bisa dong. Jadi ibu rumah tangga aja, setiap pagi aku bangunin, kamu masakin sarapan, terus nyambut aku pulang kerja—"
"STOP!!!" Aylin buru-buru menutup telinganya. "Aku nggak mau dengar omong kosongmu lagi!"
Akay hanya tertawa puas melihat ekspresi panik istrinya. "Ya udah, kalau gitu cepat mandi dan siap-siap. Aku nggak bakal pergi sampai lihat kamu berangkat dengan selamat."
Aylin mendengus kesal, tapi tetap beranjak dari tempat tidur sambil mengomel dalam hati. "Dasar suami menyebalkan!"
Akay hanya tersenyum lebar. "Dan kamu istri yang lucu."
Aylin semakin sebal, tapi entah kenapa pipinya ikut memanas mendengar kata-kata itu.
Belum sempat Aylin menikmati pujian itu lebih lama, Akay sudah menambahkan dengan nada santai, "Tapi ya… tetap aja kamu masih bocil bau kencur yang keras kepala."
Seketika, wajah Aylin yang sempat memerah karena malu langsung berubah drastis. Ia melotot ke arah suaminya dengan ekspresi tak percaya. "AKAY!!"
Akay terkekeh melihat reaksinya. "Apa? Aku cuma bilang yang sebenarnya."
Aylin mendekat dengan tangan mengepal, tampak seperti ingin menghajar suaminya. "Kamu tuh ya… bisa nggak sih satu hari aja nggak ngejek aku?! Baru aja aku berpikir kamu lumayan, eh… langsung jatuhin lagi!"
Akay mengangkat bahu santai. "Ya, kalau aku terlalu baik, nanti kamu jadi kelewat nyaman. Nanti malah jatuh cinta beneran sama aku, 'kan bahaya."
Aylin terdiam sejenak, lalu menyipitkan mata penuh curiga. "Memangnya kenapa kalau aku jatuh cinta sama kamu?"
Akay menatapnya lama, lalu tersenyum jail. "Ya, aku sih nggak keberatan. Malah bagus, jadi kamu makin lengket sama aku. Tapi kalau kamu sudah cinta, terus posesif dan ngelarang cewek lain deketin aku, kasihan Mira dan cewek-cewek yang lain. Mereka pasti patah hati."
Seketika wajah Aylin berubah cemberut. "Huh! Siapa juga yang bakal posesif sama kamu?!"
Akay tertawa kecil. "Iya, iya. Tapi kenapa mukamu keliatan sebel gitu kalau aku nyebut nama Mira?"
...🌟...
..."Bahagiaku sederhana, cukup melihatmu di sisiku dan baik-baik saja."...
..."Tanpa kusadari, segala hal tentangmu membuatku enggan jauh darimu. Kau berhasil memunculkan sisi lain diriku yang tak orang lain tahu. Kau, warna baru di hidupku."...
..."Nana 17 Oktober"...
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Akay merasa dijebak nenek ros menikahi cucunya...
Darah Akay sudah mendidih si Jordi ngajak balapan lagi sama Aylin...benar² cari mati kamu Jordi..ayo Akay bilang saja ke semua teman² Aylin kalo kalian sudah menikah
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍