Satu lagi karya dari Miu Sensei 🌻
It's just a Sweet Romance Novel. Dipadu dengan fantasi dan nuansa magis.
Kaya, Pria tampan bernama lengkap Pandita Wakaya dari dunia magis dikutuk menjadi seekor Kucing menyeramkan guna mencari Gadis yang memiliki kekuatan Istimewa untuk dijadikan tumbal demi menyelamatkan kekasihnya.
Gadis itu, Alice Celestia Dalian. Panggil dia, Dalian. Kekuatan misterius apa yang dimiliki gadis berambut hitam panjang dengan wajah super jutek ini?
Yuk, ikutin kisah pertengkaran mereka berdua 🤗
🌻🌻🌻
"Selamat datang, gadis berambut hitam."
"Panggil aku, Kaya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis itu Mencemaskan Sahabatnya
Setelah latihan selesai, Dalian berjalan dengan langkah lelah menuju gerbang sekolah. Senyumnya sudah hilang, tergantikan oleh perasaan yang sedikit cemas. Dia mencari-cari keberadaan Chelsey di sekitar lapangan, tapi tak ada tanda-tanda sahabatnya itu.
Dalian mengeluarkan ponselnya. Matanya sedikit menyipit karena cahaya matahari sore yang menyengat. Dia menekan nomor Chelsey dengan cepat dan menunggu beberapa detik sebelum suara telfon terdengar di ujung sana.
"Hallo?" Suara Chelsey terdengar agak datar, tidak seperti biasanya yang penuh semangat.
"Chelsey, lo udah pulang?" tanya Dalian dengan cemas.
"Iya, gue udah pulang," jawab Chelsey singkat. "Ada apa?"
Dalian menggigit bibirnya, merasa aneh mendengar nada suara Chelsey yang terdengar agak dingin. "Lo kenapa? Kok nggak di lapangan tadi? Gue nyariin lo."
"Ada banyak hal yang harus gue pikirin," jawab Chelsey pelan, seolah enggan melanjutkan percakapan lebih jauh.
Dalian merasa hatinya seperti tercekik. Dia tahu ada sesuatu yang salah, dan instingnya mengatakan kalau itu berhubungan dengan dirinya, atau lebih tepatnya, dengan kedekatannya dengan Karel.
"Chelsey, gue minta maaf. Kalau gue ada yang bikin lo kecewa... gue nggak berniat begitu," ujar Dalian, suaranya terdengar cemas.
Namun, sebelum Chelsey bisa memberikan jawaban, suara di seberang telepon itu terdiam sejenak. Dalian bisa mendengar napas yang berat, seperti ada sesuatu yang membebani sahabatnya itu.
"Dalian, lo nggak usah khawatir. Gue cuma... perlu waktu sendiri," ujar Chelsey, kali ini suaranya lebih lembut, tapi tetap ada keraguan yang tak bisa disembunyikan.
Dalian merasa berat di dadanya. "Gue nggak mau lo ngerasa jauh dari gue, Chelsey. Kalau ada apa-apa, kita bicarain. Gue beneran pengen bantu."
"Baiklah. Nanti kita obrolin," jawab Chelsey, lalu menutup teleponnya dengan cepat.
Dalian menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa Chelsey merasa terluka, dan itu membuat hatinya semakin berat. Ia melangkah keluar dari gerbang sekolah, berniat menuju rumah Chelsey untuk memastikan semuanya baik-baik saja.
"Mau kemana?" suara Karel menghentikan langkahnya dari balik pagar.
Dalian menatap Karel dengan tatapan lelah. Dia sudah cukup lelah dengan semua drama yang terjadi belakangan ini. "Karel, gue mohon... Jangan ikut. Gue mau pergi ke rumah Chelsey. Gue butuh waktu buat ngobrol sama dia," ucap Dalian dengan suara yang penuh harap, seolah meminta Karel untuk memahami.
Karel terdiam sejenak, menatap Dalian dengan intensitas yang sulit dipahami. Dia tampak bingung sejenak, kemudian mengangguk pelan, meski wajahnya tetap menunjukkan kekhawatiran.
"Oke, gue ngerti," jawabnya akhirnya.
Dalian merasa sedikit lega. "Makasih, Karel. Juga, sebenernya gue mau ngomong penting sama elo, tapi kali ini... biarin gue fokus dulu sama Chelsey. Dia lagi butuh temen."
Dalian hendak beranjak lagi, tapi sebuah tangan tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya.
"Tunggu, Dalian."
"Astaga, Rio?" Dalian kaget.
Rio menatap Karel sejenak, lalu bicara. "Apa cowok culun ini pacar lo?" tanya Rio berniat meminta penjelasan langsung.
Tentu saja Dalian bingung, "Ha? Maksud lo apa?"
"Ah, ternyata kalian nggak pacaran. Gue lega dengernya."
"Trus mau lo apa, Rio?"
"Dalian, daripada elo terus bimbang, gue ingin memastikan sesuatu kalo gue ingin ngajak lo balikan."
"Apa-apaan sih elo? Niat banget ngajak balikan. Udahlah Rio, urusan cinta udah nggak penting buat gue. Ada yang lebih penting yang harus gue urus."
"Kalo gitu, kasih gue kepastian. Bilang ke gue kalo si cupu itu bukan pacar lo baru gue biarin elo pergi."
Karel menatap dengan intensitas serius.
"Apa-apaan sih?!" bentak Dalian. Ia mencoba melepaskan diri, tapi genggaman Rio makin kuat.
"Rio, lepasin! Sakit!" serunya panik.
"Nggak!"
Karel maju, "Lepasin tangan lo."
Rio menjawab, "Suruh dia ngomong aja yang jelas. Gue tunggu pengakuannya."
"Jangan dengerin dia, Dalian. Gue akan lepas tangan dia dengan paksa kalo gue mau." kata Karel.
"Udah stop kalian berdua!" Dalian membentak, akhirnya tak tahan. Ia menarik napas panjang, menatap keduanya satu per satu. “Oke. Gue akan selesaikan ini sekarang. Tapi lepasin tangan gue dulu, Rio.”
Rio akhirnya melepasnya, menunggu. Begitu pula Karel. Ia juga ingin mendengar pengakuan Dalian.
“Dengerin baik-baik. Tapi gue minta satu hal. Kalian harus terima dan hormatin keputusan gue. Ngerti?!"
Keduanya hanya diam.
"Pertama, gue nggak cinta sama lo Rio. Dan nggak akan ada kata 'balikan'. Jadi, tolong... berhenti gangguin gue. Kalau lo masih maksa, gue bakal berhenti bantu anak-anak latihan basket."
"Kedua, Gue dan Karel..." gadis itu menatap sejenak ke Karel. Ada sedikit benih cinta tumbuh tapi ia kembali teringat Chelsey. Chelsey menyukai Karel.
"Gue nggak suka sama dia. Apalagi cinta."
Karel tak percaya Dalian mengucapkan itu, apalagi ucapan itu terdengar serius dan dingin. Seharusnya, Dalian bisa pura-pura tapi nyatanya gadis itu mengatakannya tanpa ragu. Terasa nyata.
"Jadi kalian berdua." Dalian menunjuk, "Jangan lagi gangguin hidup gue! Hidup gue udah cukup ribet apalagi harus ngurusin cinta."
Karel menatap Dalian dengan syok.
Dalian berjalan pergi dengan langkah mantap, sementara Karel tetap berdiri di sana, mengamati Dalian dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dalian bisa merasakan perasaan aneh yang masih tertinggal di udara, namun dia berusaha untuk tidak memikirkan itu lebih lama. Fokusnya sekarang hanya satu: memastikan Chelsey baik-baik saja.
"Elo udah denger kan pengakuan Dalian, jadi jangan berani-berani gangguin dia lagi," tandas Karel.
"Dasar cupu!" Rio berdecak kesal dan melangkah pergi.
Sesampainya di rumah Chelsey, Dalian merasa cemas. Tak ada yang lebih penting baginya selain memperbaiki hubungan dengan sahabatnya. Ia menekan bel dengan harapan, dan tak lama kemudian, Chelsey membuka pintu dengan wajah lelah.
"Chelsey..." ucap Dalian pelan. "Gue nggak pernah niat nyakitin lo. Lo sahabat gue, dan gue nggak mau kehilangan lo."
Chelsey menunduk sejenak. "Gue cuma... butuh waktu. Gue juga bisa ngerasa capek dan terluka, Dalian."
"Gue ngerti," balas Dalian. "Dan gue janji bakal lebih ada buat lo."
Suasana mulai melunak. Dalian menatap sahabatnya dengan tulus. "Malam ini, gue mau di sini. Kita lakuin hal-hal yang dulu bikin kita seneng."
Chelsey tersenyum tipis. "Lo serius?"
"Yap. Bahkan kita bisa dance with lazy song punyanya Kak Bruno mars," Dalian menggerakkan alisnya centil.
"Yoh, lets go!" seru Chelsey
...~I Swear I don't feel like doing anything~...
Mereka akhirnya menghabiskan malam itu dengan melanjutkan menonton film komedi, tertawa, dan saling bercerita. Meski sempat canggung, suasana perlahan mencair. Tawa mereka kembali terdengar, seperti dulu.
"Gue kangen momen kayak gini," ujar Dalian di sela tawa.
"Gue juga," jawab Chelsey singkat. "Jadi, kita mau ngapain dulu? Film? Atau main game? Gue masih punya beberapa makanan ringan yang gue simpan," tawar Chelsey sambil memeriksa lemari makanannya.
Dalian tertawa kecil, menyadari betapa mereka berdua sering kali melakukan hal-hal sederhana ini bersama. "Film aja, deh. Kita harus nonton sesuatu yang lucu. Gue butuh tertawa sekarang," jawabnya dengan semangat.
Kita pulang ke dunia manusia dulu ya. Biar Dalian tenang 😌
🐱✨💨
🌸🧚♀️🌙💫
😳💥😂😤
😠🌪️🚶♀️🌼
🍎🌳🌌🤯
🌀❓🌬️
😶🌫️🌠🕯️
👭🫂💬💔
🛡️🎭🌈
⏳🪄🔮