Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Rumput Air
Pagi hari Elise disambut oleh suara Carla yang membangunkan mereka agar bergegas bangun. Lupakan sarapan atau yang lainnya mereka disuruh bergegas turun begitu mata mereka terbuka walaupun dengan mata terkantuk-kantuk. Mata mereka masih mengantuk mendengarkan Carla yang berteriak seperti komandan militer yang memberi perintah pada di pasukannya untuk tidak membuang waktu. Mereka harus segera berkumpul di depan panti. Satu dua anak masih menguap lebar, hendak protes dengan Carla yang membuat mereka terbangun di pagi buta. Bahkan matahari belum muncul. Angin dingin berhembus membuat tubuh menggigil. Carla telah mengumpulkan beberapa anak didepan panti.
"Kita akan mencari rumput di pinggir sungai. Karena perjalanan yang cukup jauh kita harus berangkat pagi-pagi. Aku juga sudah mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan dibelakangku." terlihat sekeranjang makanan dan beberapa peralatan seperti pisau, dan beberapa sabit serta cangkul dibelakang Carla.
"Tapi untuk apa?" Rein masih ingin tidur di kasur. Tubuhnya masih lelah sejak kemarin kurang istirahat.
"Bukankah Kalian membutuhkan sebuah keranjang? Dan tentu saja kita bisa membuat banyak barang selain keranjang. Karenanya kita harus mencari bahannya dan memilinnya. Itu semua dari rumput yang biasanya ada di sungai. Jadi ayo bergegas."
Tanpa membuang banyak waktu Carla menyalakan obor dan membagikannya kepada anak-anak yang lain satu persatu dan membuat barisan. Carla segera memimpin jalan tanpa penjelasan lebih lanjut dengan sesekali matanya memeriksa anak-anak apakah ada yang tertinggal atau tersesat. Akhirnya Carla memutuskan untuk berada dibarisan paling belakang daripada nanti ada anak yang tersesat. Memberikan petunjuk arah dari barisan paling belakang.
Anak-anak lainnya tidak bisa protes dengan kegiatan ini. Karena mereka tahu kegiatan ini mungkin akan menyenangkan dan juga bisa membantu Rein,Elise, dan Luca dalam menghasilkan uang. Carla benar, membutuhkan waktu satu jam untuk tiba ditempat yang dituju. Beberapa anak terlihat kelelahan berjalan sejauh ini dipagi hari hanya dengan bermodalkan obor ditangan dengan cuaca yang masih dingin. Mereka bergerak dengan perlahan. Dan terus bergerak hingga akhirnya tiba ditujuan.
"Kita sampai. Mari kita istirahat sejenak untuk mengisi tenaga sebelum kita bekerja. Elise ayo bagikan sandwich." Carla menunjuk keranjang makanan yang dibawanya.
"Baik." Elise membagikan sandwich satu persatu.
"Terima kasih Elise." ucap salah seorang anak. Elise mengangguk. Akhirnya dirinya mendapatkan bagiannya juga. Duduk diantara Rein dan Luca yang tampak menikmati sandwich ditangan. Elise berfikir jika mungkin Carla tidak tidur demi menyiapkan sandwich ini semalam dan kini Carla masih harus membantu mereka mencari rumput itu. Waktu istirahat habis, mereka berkumpul bersama Carla yang sudah memegang pisau ditangan dan membagikan sabit ke beberapa anak yang paling besar.
"Kalian dengar! Peraturan pertama, kalian tidak boleh pergi ke tengah sungai. Kita hanya akan menyisir dipinggir sungai. Mengerti?" tanya Carla dengan suara lantang layaknya kapten yang memimpin pasukan perang.
"Mengerti!!" jawab anak-anak serempak.
"Kedua!! Kalian tidak boleh berkeliaran dan pergi tanpa izinku. Kita hanya akan berada disini sampai jam makan siang dan kembali sebelum sore. Mengerti!!" tanya Carla sekali lagi.
"Mengerti!!" jawab mereka sekali lagi.
"Baiklah, kita akan mencabut tanaman yang bernama Rumput Air. Aku akan menunjukan Cara mencabutnya. Sebentar." Carla mulai berjalan di pinggir Sungai yang airnya hanya semata kakinya. Mencabut tanaman itu hingga ke akarnya dan membawanya kembali ke daratan.
"Setelah dicabut kita akan memotongnya bagian akar dan daun dengan bersih. Kita hanya akan mengambil batang panjangnya saja. Kalian mengerti!!" tanya Carla sekali lagi.
"Mengerti!!" jawab mereka untuk ketiga kalinya.
"Baiklah. Ayo kita bekerja." Carla pun membagi anak-anak menjadi dua kelompok. Satu untuk yang mencabut tanaman, kedua untuk yang membersihkan hingga hanya menyisakan batangnya saja dan ketiga yang mengangkutnya.
Dengan cekatan tim yang di bagi pun mulai bekerja dengan cekatan. Clarissa memimpin bagian pemotongan, Rein memimpin bagian pengangkutan dan Luca memimpin bagian pencabutan tanaman diikuti oleh beberapa anak-anak lainnya.
"Apakah tanaman ini boleh diambil begitu saja? Bagaimana jika mereka punah karena kita cabut hingga habis nanti." tanya Luca khawatir.
"Tenang Luca. Tanaman ini biasa disebut hama bagi para warga karena mereka layaknya rumput yang terus tumbuh walaupun sudah dicabut. Membuat sungai penuh oleh tanaman ini. Menyerap air dari sungai hingga membuat air bisa mengering jika tidak dicabut secara rutin." jelas Carla. Luca mengangguk, dirinya paling paham jika mengenai rerumputan yang sering meresahkan dirinya apalagi jika jenis rumput ini disebut hama. Pastilah sangat meresahkan.
"Jadi kita bisa mengambil sebanyak-banyaknya?" tanya anak yang lain.
"Tentu, kita bisa membuatnya menjadi berbagai hal. Seperti sendal yang biasa kalian gunakan. Itu juga dari rumput ini." anak yang lain tertawa senang. Mereka mulai berfikir untuk bisa mendapatkan sendal baru karena sendal yang lama sudah mulai kekecilan.
"Selain itu apa lagi?" tanya yang lainnya ikutan bertanya.
"Mmm Bisa dibikin topi, tas, bahkan karpet dan banyak lagi." jelas Carla. Tangannya dengan cekatan menarik batang-batang rumput air dengan semangat menghiraukan rasa kantuk yang menghampiri.
"Bagaimana jika kita jual juga?" tanya Elise.
"Bisa saja. Biasanya ada banyak yang mau membelinya. Baik hanya tangkai keringnya ataupun dalam bentuk barang." Carla mengelap peluh yang membanjiri wajahnya. Matahari mulai menyinari mereka secara perlahan. Pagi hari datang dengan begitu menghangatkan.
"Bagaimana kita bisa membuat topinya?"
"Bagaimana cara memilinnya?"
dan masih banyak lagi. Mereka terus bertanya dan bertanya dengan semangat sementara Carla menjawab dengan tangan yang bekerja. Mereka riang gembira melupakan jika mereka marah-marah saat dibangunkan pagi-pagi buta.
matahari mulai meninggi diatas awan. Cahayanya membuat cuaca semakin panas. Mereka beristirahat sejenak dengan tumpukan Rumput air yang menggunung. Elise juga kelelahan dengan pekerjaannya. Walaupun hanya duduk dan memotong tetapi tetap saja rasanya tubuhnya sakit semua.
"Ayo kita bergegas pulang. Masing-masing membawa satu ikat." jelas Carla membuat anak-anak bangkit dari rumput.
"Ayo berbaris dan kembali pulang." anak-anak mulai mengambil satu persatu rumput air dan berjalan berbaris meninggalkan beberapa ikat untuk dibawa Carla sekaligus. Carla memimpin jalan dibelakang memperhatikan agar mereka tidak salah jalan atau tersesat hingga tiba di panti.
Matahari sudah bersinar terik, jalan yang mereka lewati pagi tadi jadi terasa berbeda hanya karena sinar matahari pagi ini. Karena tadi pagi Elise masih mengantuk jadi Elise tidak terlalu memperhatikan begitupun anak lainnya. Ternyata berjalan dari arah sungai yang dekat dengan hutan Murbo tetapi berjalan sedikit ke arah Selatan. Kemudian mereka akan tiba di pintu gerbang benteng desa Carugon.
"Pagi Carla, darimana kau bersama anak-anak pagi-pagi sekali." sapa salah satu prajurit yang sedang bertugas.
"Kami baru saja kembali dari sungai Hans. Mencari ini." Carla menunjuk tumpukan rumput air ditangannya.
"Baiklah hati-hatilah Carla."
"Terima kasih Hans." Carla pun berjalan menjauhi pintu benteng meninggalkan wajah Hans tersipu malu melihat Carla.
"Bukankah dia prajurit yang berjaga dipasar?" bisik Rein kepada Elise.
"Iya betul. Sepertinya dia menyukai Carla." jawab Elise.
"terlihat sekali diwajahnya seperti orang bodoh." cibir Rein geli. Dirinya tidak akan menunjukan wajah bodoh seperti itu sampai kapanpun.
"Tapi prajurit itu keren sekali. Sungguh beruntungnya Carla." puji Elise malu-malu.
"Apa bagusnya prajurit itu huh!" ejek Rein tidak terima. Dirinya lebih dari kata keren jika dibandingkan dengan prajurit itu.
"Sudahlah kenapa kalian selalu bertengkar jika berdua sebentar saja. Apakah ada sengat diantara kepala kalian yang akan menyentrum jika berdekatan sebentar saja?" tanya Luca heran. Mereka kembali meneruskan perjalanan ke panti tanpa perdebatan lainnya.