Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KE HOTEL
Arunakha mendorong tubuh ku ke tembok dengan kasar, aku tidak siap melawan. Hanya bisa menepis itupun tidak berarti. Dia kini mengambil jarak, menatap wajah ku dengan dingin.
Aku masih bisa bernafas lega karena jarak kami tidak begitu dekat.
"Aku mau keluar, berhentilah membuat masalah, aku capek." kata ku mencoba lepas dari kungkungannya.
"Kau sudah berani membangkang, kalau suami suruh ganti baju, kau harus ganti. Itu artinya penampilanmu bermasalah, kecuali kau sengaja mengobral tubuh.."
"Kapan aku punya suami? Aku merasa single, tidak usah sibuk berkomentar. Aku cuma b4bu disini."
"Kau diam atau ...."
"Atau apa, kau akan pukul aku? Bisanya menghina saja, dasar keluarga toxic." ucap ku tanpa bisa menahan air mata.
Arunakha mengendorkan pegangannya, ia memelukku tanpa berkata-kata. Haruskah aku mendiamkan tindakannya, kemudian membalas pelukannya?
Aku sakit hati atas kelakuannya selama ini. Masih banyak laki-laki di luaran sana yang bisa aku dapatkan. Dia yang tidak setia dan sel*ngkuh, tidak ada maaf bagi laki-laki yang tidak bisa dipercaya.
"Lepaskan aku, jangan berharap aku baik padamu." ucapku ketus.
"Kenapa kau tidak nurut seperti Belinda? Istri itu harus menurut dan setia. Kalau suami selingkuh itu sudah kodrat."
"Aku bukan istri penurut, sifat ku jelek dan aku tidak merasa kau suamiku. Aku tetap menuntut cerai."
"Aku tidak mau menceraikanmu sekarang, bukan karena aku suka padamu aku cuma kasihan. Badanmu baru berisi, baru bisa makan enak semenjak kau disini...."
"Tidak perlu kasihan padaku, aku bisa hidup mandiri. Aku akan membuat surat cerai dan kau tinggal tanda tangani."
Tiba-tiba Arunakha memeluk ku dengan kencang, membuat aku kehilangan akal sehat. Bib*rnya cepat mel*mat bib*rku. Aku gemetaran, dada ku berdebar-debar tidak karuan.
"Kriiinggg....Kriiiggg...."
Aksi Arunakha yang b*rutal terhenti ketika hape ku berdering. Merasa bersyukur ada yang menyelamatkan diriku.
Aku mengambil hapeku menuju sofa. Nafas masih tidak teratur saat Arunakha mendekatiku.
[Hallo..ada apa Dion]
[Kau tidak ke pasar, aku menunggumu dari tadi]
[Besok aku ke pasar]
[Kau marah padaku?]
[Tidak ada yang membuat aku marah, kau jangan berpikir yang bukan-bukan]
Hubungan telepon ku terputus ketika Arunakha merebut hapeku. Tangannya dengan ringan melempar hapeku ke atas ranjang.
"Tidak ada sopannya!" teriak ku kesel.
"Kau berpikir diri kau sopan? ini hampir jam dua pagi, kau menerima telepon dari Dion, kau punya otak gak?!"
"Kalian berdua s4mpah! Mungkin orang rendahan seperti kalian tidak punya adab. Manusia yang hidupnya di pasar, kotor, bau dan receh4n."
Aku terdiam. Dia benar, tadi aku tidak tahu kalau sudah larut malam. Arunakha mengeluarkan semua unek-uneknya. Dia sangat marah.
"Berarti aku cocok berteman dengan Dion, sama-sama dari lingkungan terbuang."
"Coba saja kalau kau berani pergi berdua dengannya, aku teb4s leher kau. Aku tidak main-main."
"Coba saja teb4s, aku laporin ke polisi."
"Jangan aku diajarin tentang hukum, aku empat tahun di bangku kuliah. Hanya saja aku tidak mau gembar gembor."
"Ya sudah, aku sudah mengantuk. Kau tidur di ranjang aku tidur di sofa seperti biasanya." ucap ku mendadak menguap.
Pantas mata rasanya panas dan berair, rupanya menahan kantuk. Harusnya aku sudah tidur nyenyak.
"Aku yang tidur di sofa, sekali-kali jau tidur di ranjang."
"Aku tidak bisa tidur di kasur empuk, sudah biasa tidur sembarangan."
"Nurut sekali-kali, tidak selamanya sikap kaku mu benar." ucap Arunakha seraya merebahkan tubuhnya di sofa.
Aku naik ke ranjang, malas mendengar ocehannya. Mata juga ngantuk sekali.
****
Perlahan aku turun dari ranjang dengan tubuh lemas. Mata masih terasa berat. Aku menoleh ke sofa, Arunakha sudah bangun rupanya. Tumben rajin bangun pagi. Bathinku.
Aku masuk kamar mandi. Baru saja air hangat dari shower membasahi tubuhku, suara gedoran di pintu membuat jantung ku mau loncat.
"Hee b4bu cepat keluar, kau kira jam berapa ini. Dasar pem4la4s!" teriaknya lantang.
"Baik bu." sahutku.
Aku mandi kilat dan berusaha cepat-cepat mengakhiri. Mertua tidak pernah bikin adem selalu heboh dan kasar. Biarin dia hidup nyaman setelah tiga bulan aku akan membuka matanya, bahwa yang mereka hina selama ini adalah orang kaya yang berkasta tinggi.
Seperti biasa aku pakai daster dan sepatu boots untuk mengirim barang ke hotel. Tapi tidak lusuh seperti dulu, aku sengaja beli daster kekinian dari batik. Terlihat mewah dan cetar. Aku juga memakai kaca mata hitam, kalau yang ini pak Alit yang memberikan, biasa dari tamu.
"Lagaknya seperti bos, n0rak! Harusnya sadar diri, disini cuma numpang, gimana kalau hotel komplain, mau tanggung jawab?"
Mertua kembali menyemprotku saat keluar dari kamar. Niat banget dia marah. Dia menghadangku bersama Arunakha. Laki-laki itu diam saja melihatku dari bawah ke atas. Menurutnya aneh kali dandananku.
"Maaf buu..." ucap ku melewatinya.
"Sarapan dulu..." ajak suamiku.
"Nanti aku sarapan di hotel." sahutku.
"Hahaha...siapa ngasi kau sarapan di hotel, dasar halu. kecuali kau s*lingkuh dengan pak Alit."
"Ibuu..." tegur suamiku. Mungkin dia tidak enak hati mendengar ucapan ibunya.
Aku sudah kebal dan tetap melangkah menuju mobil. Terserah penilaiannya padaku. Kata orang nasib bisa dirubah asal mau merubahnya. Berarti aku juga bisa merubah jalan hidupku sesuai karmaku.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Biasanya peganganku Lamborghini, kini mobil box. Pertamanya aneh lama-lama biasa juga. Demi mencari lelaki untuk dinikahi aku tahan menderita.
Sebelum masuk area hotel aku menepi di pinggir jalan untuk memakai topi eagle dan masker. Aku tidak ingin orang hotel mengenaĺku.
"Tumben telat?" tanya pak Alit tersenyum.
"Tadi malam tidak bisa tidur, hujannya deras banget, maaf pak." kataku membuka pintu belakang.
Dua orang karyawan training membantu pak Alit mengeluarkan barang sesuai order. Aku sudah memisahkan barang untuk setiap hotel.
"Berarti belum breakfast dong."
"Aku tadi sudah pesan a la carte di resto, ntar kalau waitress datang suruh ke dalam saja pak." ucapku lalu masuk ke office.
Pak Alit ternyata mengikutiku, dia memberi beberapa minuman kaleng. Aku tau pekerjaan pak Alit sangat basah, para suplier biasanya memberi bonus supaya terus di pakai hotel.
"Aku mau bawa ke kost untuk teman." ucap ku bohong.
"Sampai kapan nona akan begini. Tidak kangen sama mama papa."
"Itung-itung training. Paling sampai dua bulan lagi atau kurang. Ternyata capek sekali kerja ginian." ucapku.
Pak Alit tertawa melihat mimik wajahku yang cemberut. Waitress datang membawa pesananku. Makanan yang aku pesan sangat menggugah selera.
"Silahkan nona."
****
"Trimakasih."
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤