Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semua Bantuan Tak Ada Yang Gratis
Setelah para tikus dan pengkhianat dibawa ke ruang bawah tanah, Duchess Jasmine menghela napas lega, meskipun wajahnya tetap tenang. Ia kemudian memanggil Lianne, pelayan kepercayaannya, untuk membawa barang-barang yang telah ia persiapkan dari kediaman D’Orland ke hadapannya.
Barang-barang itu berupa dekorasi pesta penyambutan, ornamen-ornamen mewah, serta perlengkapan lainnya yang biasa digunakan keluarga D’Orland untuk menyelenggarakan acara formal. Semua masih terbungkus rapi dan tampak baru.
Duchess Jasmine berdiri di hadapan Harold, kepala pelayan yang masih tampak sibuk dengan pikirannya sendiri setelah kejadian sebelumnya. “Paman Harold,” kata Jasmine dengan nada tenang namun penuh makna, “Barang-barang ini adalah koleksi untuk pesta penyambutan yang biasa kami gunakan di D’Orland. Aku yakin ini akan sangat cocok untuk menyambut Duke Louise Clair.”
Harold memandang barang-barang tersebut dengan mata berbinar. Ornamen yang cantik dan berkualitas tinggi itu membuatnya terkagum. “Ini luar biasa, Yang Mulia. Barang-barang ini sangat indah. Saya berterima kasih atas kemurahan hati Anda untuk menghadirkan semua ini ke kediaman ini.”
Namun, senyum kecil di bibir Duchess Jasmine memberi isyarat bahwa ada hal lain yang ingin ia sampaikan. “Paman Harold,” lanjutnya dengan nada datar, “jangan salah sangka. Aku tidak memberikan ini secara cuma-cuma.”
Harold terkejut. “Ma.. Maksud Anda, Yang Mulia?”
Dengan elegan, Duchess Jasmine menyerahkan dokumen catatan pembelian barang-barang itu kepada Harold. “Ini semua adalah barang yang kubeli dengan uangku sendiri, paman. Jadi, jika kediaman ini ingin menggunakannya, harus ada kompensasi yang jelas. Tidak ada lagi kemurahan hati tanpa balasan dari pihakku.”
Harold membuka dokumen tersebut dengan tangan sedikit gemetar. Ia membaca setiap rincian catatan pembelian, dan angka-angka di sana membuatnya semakin tercengang. “Yang Mulia,” katanya, sedikit ragu, “apakah ini berarti kami harus membayar barang-barang ini? Bukankah biasanya, yang mulia selalu memberikan segalanya secara cuma-cuma untuk keperluan Duke Louise.”
Duchess Jasmine mengangkat alis, senyumnya sinis. “Oh, paman Harold, kau pikir aku akan terus-terusan melakukan itu untuk tuan bajinganmu itu? Selama ini, semua yang kuberikan ke kediaman ini adalah hasil pembelian dari uang yang diberikan oleh Tuanmu itu sebagai bagian dari kewajibannya yang tak seberapa itu. Namun, apa balasannya yang kudapat? Hinaan, cacian, bahkan siksaan, fitnahan, penghianatan, dan perlakuan tidak pantas. Apakah itu sebanding dengan ketulusan dan kebaikanku selama ini? Tentu saja tidak.”
Harold terdiam, merasa tidak nyaman dengan kebenaran yang disampaikan Duchess Jasmine. Memang benar, segala barang-barang dan kebutuhan dari tuannya sang Duke Louise merupakan hadiah atau pemberian dari Duchess Jasmine, sedangkan ketika Harold menceritakan itu semua pun, sang Duke tak percaya bahkan mengolok sang Duchess. Kediaman ini telah terlalu lama menganggap kebaikannya sebagai sesuatu yang bisa dimanfaatkan tanpa konsekuensi.
Ia menyadari bahwa wanita yang berdiri di hadapannya bukan lagi Duchess yang selalu pasrah dan menerima keadaan. Ia kini menjadi seseorang yang tahu bagaimana mempertahankan haknya.
“Aku tidak peduli jika Duke Louise atau siapa pun di sini menganggapku perhitungan sekarang,” lanjut Jasmine dengan nada penuh keyakinan. “Aku telah memutuskan, mulai hari ini, setiap uang yang kukeluarkan harus kembali utuh padaku. Jika mereka ingin menggunakan sesuatu yang kubeli dengan uangku sendiri, mereka harus membayar harga yang sesuai. Kalau bisa tambahkan sedikit, untuk ongkos jalan. Jadi jika kau masih mau ini, catatlah dan ambil barangnya.”
Harold akhirnya mengangguk dengan berat hati. “Baik, Yang Mulia. Saya akan memastikan semuanya dicatat dan dibayarkan sesuai permintaan Anda.”
Jasmine mengangguk puas. “Bagus. Mulai sekarang, paman juga harus lebih teliti dengan pengeluaran di kediaman ini. Aku tidak ingin ada lagi kebocoran anggaran seperti yang dilakukan oleh para pengkhianat sebelumnya.”
Setelah memastikan Harold memahami posisinya, Jasmine berbalik kepada Lianne. “Panggil Dolly dan Flo. Mereka akan bertugas mendekorasi kediaman ini. Dan, paman Harold,” Jasmine menoleh kembali, “karena tidak ada lagi Nania, aku rasa kau membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya untuk menyiapkan semuanya, bukan?”
Harold mengangguk. “Ya, Yang Mulia. Dengan keadaan sekarang, saya tidak punya siapa pun yang kompeten untuk mengatur dekorasi.”
Jasmine tersenyum puas. “Bagus. Dolly dan Flo adalah pelayan profesional dari D’Orland. Mereka tahu persis apa yang harus dilakukan. Tapi ingat, paman, jasa mereka tidak gratis. Mereka bekerja denganku, dan setiap uang yang mereka hasilkan adalah milik mereka sendiri.”
“Baiklah, Yang Mulia,” Harold setuju dengan suara pelan. “Saya percaya pada pilihan Anda, Yang Mulia”
“Bagus,” kata Jasmine. “Dolly dan Flo, pastikan dekorasinya seindah mungkin. Aku ingin kediaman ini terlihat megah dan tak bercela.”
Setelah memberikan instruksi, Jasmine menatap Harold dengan pandangan tajam. “Sekarang, ayo kita periksa bahan makanan di dapur. Aku yakin stok di sana juga sama buruknya dengan keadaan gudang lainnya.”
Duchess Jasmine berjalan anggun menuju dapur, diikuti oleh Harold yang tampak gelisah. Sesampainya di sana, Jasmine langsung meminta agar pintu gudang persediaan dibuka. Seorang pelayan dengan cepat membuka pintu tersebut, dan aroma tak sedap segera menyebar di udara. Jasmine menutup hidungnya dengan saputangan, sementara Harold terkejut melihat isi gudang.
“Paman Harold, lihat ini,” kata Jasmine sambil menunjuk tumpukan karung gandum yang berjamur. “Ini bahan makanan yang akan kau gunakan untuk pesta penyambutan? Gandum busuk, sayuran layu, bahkan daging asin yang sudah berbau tengik. Bagaimana kau bisa membiarkan ini terjadi?”
Harold hanya bisa menatap isi gudang dengan wajah penuh rasa malu. “Saya… saya tidak tahu, Yang Mulia. Semua ini seharusnya diawasi oleh Grace.”
Jasmine tertawa dingin. “Ah, Grace ya, apakah paman terkejut? semua ini hanya membuktikan bahwa pelayan dari wanita simpanan tuanmu itu tidak kompeten dan hanya tahu mencuri uang majikannya bukan? Coba kita lihat, em pertama Juliet, kemudian ada Nania dan sekarang ada Grace. Aku heran apakah semua pelayan dan pengawal kediaman Duke louise ini semua nya bobrok dan tak tahu malu?”
"aaah senangnya melihat Harold terlihat terkejut dengan semua bukti yang ada, jika di masa lalu, aku yang dijadikan kambing hitam oleh semua pelayan wanita jalang itu. Bahkan aku tak melakukan perbuatan itu pun kena getahnya, sekarang aku telah membalikkan keadaan satu persatu," ucap Duchess Jasmine dalam hati tertawa senang.
Harold tidak bisa membantah. Ia tahu Jasmine benar. “Apa yang harus kita lakukan sekarang, Yang Mulia? Acara penyambutan tidak mungkin berhasil dengan bahan seperti ini.”
Jasmine menatapnya dengan pandangan tajam. “Paman Harold, apakah kau butuh bantuanku?”
Harold ragu-ragu sebelum menjawab, “Jika Yang Mulia bersedia membantu, tentu saja saya sangat berterima kasih.”
“Tapi ingat,” Jasmine menambahkan dengan senyuman licik, “bantuan ini tidak gratis. Semua yang kuberikan harus dibayar sesuai harga pasar.”
Harold mengangguk dengan berat hati. “Baiklah, Yang Mulia. Saya akan memastikan semuanya tercatat.”
Jasmine berjalan mengelilingi gudang, memeriksa setiap sudut dengan teliti. “Paula, Rachel,” panggilnya, “Kalian bantu aku membuat daftar bahan makanan yang harus dibeli. Aku tidak mau acara ini gagal hanya karena persediaan yang buruk.”
“Baik, Yang Mulia,” jawab Paula dan Rachel serempak.
Sambil berjalan keluar dari gudang, Jasmine berhenti di depan Harold dan menatapnya dengan pandangan penuh arti. “Paman Harold, aku harap ini menjadi pelajaran bagimu. Jangan pernah lagi mempercayakan sesuatu yang penting kepada orang-orang yang tidak kompeten. Mulai sekarang, jika kau butuh bantuan, datanglah padaku. Tapi ingat, semuanya ada harganya.”
Harold mengangguk dengan wajah penuh rasa bersalah. Dalam hatinya, ia berjanji untuk lebih berhati-hati di masa depan. Sementara itu, Jasmine merasa puas melihat perubahan sikap kepala pelayan ini.
---
🔊 Hi semua! Jangan lupa untuk memberikan dukungan untuk karya baru Author!
Link nya aku taruh di bawah "Pesan Author" Klik aja nanti disana.
Jangan lupa tinggalkan like dan komentar kalian ya, nanti Author akan kasih bonus update.
Semoga kalian suka dengan karya Author yang baru. Dan terus dukung karyaku yang lain! Terima kasih banyak!