NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bad Choices Made

Setelah melihat mobil Yudha sudah berjalan pergi, Riana buru-buru mengambil ponselnya di meja. Tangannya gemetar saat mengetik nomor Ade, dan begitu panggilannya tersambung, ia langsung mengeluarkan amarahnya.

"BAJINGAN KAU ADE! Kau sadar apa yang sudah kau lakukan hah?!"

Di seberang telepon, Ade menghela napas. "Aku hanya menunjukkan bagaimana sifat aslimu pada suamimu. Sayangnya aku sangat sadar dengan apa yang kulakukan,"

"Kau baru saja menghancurkan hidupku! Kau membuatku kehilangan segalanya," Riana menjerit, matanya menajam. "Bukankah kau menginginkan Tari? Kenapa kau malah berbalik menyerangku,"

"Aku sudah banyak memikirkan nya, aku memang menginginkan Tari. Tapi kalau untuk mendapatkan dia aku harus membuatnya hancur seperti dulu, aku rasa aku tidak akan sanggup bernafas lagi kali ini."

Riana terdiam lalu mencengkeram ponselnya lebih erat. "Aku akan memastikan kau menyesal, dengan hanya menyingkirkan anak itu adalah belas kasihan dariku. Sekarang kau akan melihat bagaimana sifat sebenarnya yang kumiliki,"

Ade mengernyit. "Sudah cukup Riana!, apalagi yang akan kau rencanakan kali ini?,"

Riana menggigit bibir bawahnya, sorot matanya terlihat dingin.. "Kau akan lihat sendiri,"

Sambungan telepon langsung terputus.

Riana melemparkan ponselnya ke dinding, membuat benda itu pecah berantakan. Dadanya terasa sesak, amarah yang dirasakan nya sudah menggerogoti rasa kemanusiaan nya yang tertinggal.

"Lebih baik aku mati dari pada aku harus kehilanganmu Yudha, dan aku akan membawa sahabatku tersayang yang sangat kau cintai itu" desisnya penuh amarah.

.

.

.

.

Sely baru saja tiba di rumah sehabis menghabiskan waktu bersama temannya di salah satu pusat perbelanjaan terbesar tak begitu jauh dari rumahnya. Dengan beberapa kantong belanjaan di tangannya. Wajahnya tampak penuh semangat saat ia meletakkan barang-barang itu di meja ruang tamu.

“Cucuku pasti laki-laki! Aku membelinya nggak terlalu cepat kan?,” gumamnya senang sambil mengeluarkan satu per satu barang yang ia beli.

"Nggaklah, kan aku sedang menyicil perlengkapan cucuku. Masih banyak sekali yang harus aku beli," Gumam nya sendiri.

Ada pakaian bayi berwarna biru, selimut kecil dengan motif mobil-mobilan, serta sepasang sepatu mungil. Sely tersenyum merekah, membayangkan betapa lucunya cucunya nanti mengenakan semua ini.

Setelah merapikan belanjaannya, ia segera mengambil ponsel dan menelepon Tari. Sudah cukup lama ia tidak berbicara dengan menantunya itu, tetapi sayangnya panggilan itu tak juga terhubung. Tari tidak juga mengangkatnya.

“Hmm ada apa dengan anak ini, kenapa tidak diangkat?” gumamnya heran. Ia mencoba menelepon sekali lagi, tetapi tetap tidak ada jawaban.

Merasa khawatir, akhirnya ia beralih menelepon Yudha. Beruntung, kali ini panggilannya langsung diangkat.

"Halo, Bu?" suara Yudha terdengar sedikit serak di seberang telepon.

"Yudha kamu lagi di mana? Kenapa Ibu nggak bisa menghubungi Tari?" tanya Sely langsung.

Yudha terdiam sejenak, sebelum menjawab. "Aku lagi di luar, Tapi Tari baik-baik saja Bu. Mungkin dia sedang tidur."

Sely mengernyit, wajah nya terlihat khawatir. "Oh gitu, tapi Yud ada apa dengan suaramu, kau lagi sakit?,"

Yudha menarik napas dalam, mencoba mengatur nada bicaranya. "Nggak Bu aku sehat aja. Tapi ada yang harus aku bilang. Aku bingung mengatakan nya, tapi aku akan menceraikanmu Riana."

Ibu Sely membelalakkan mata. "Apa? Kalian akan bercerai?"

"Aku akan menjelaskan nya nanti, aku lagi dijalan mau kerumah."

Sely terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata putranya. Ia sudah tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat.

Sely menghela napas panjang. "Baiklah, Ibu tunggu di rumah. hati-hati di jalan ya," ujarnya akhirnya.

"Iya, Bu," jawab Yudha singkat sebelum sambungan telepon terputus.

Sely meletakkan ponselnya di meja, lalu duduk di sofa dengan tatapan kosong lalu tak lama senyum miring muncul di wajahnya.

Ia menoleh ke arah perlengkapan bayi yang ia beli. Dengan lembut, ia mengusap kain selimut kecil itu. "Cucuku harus tumbuh dalam keluarga yang penuh cinta… Syukurlah Yudha sudah mengetahui sifat busuk wanita itu."

Perlahan, ia berdiri dan mulai merapikan belanjaannya. Setelah itu, ia melangkah ke dapur, menyiapkan teh hangat sambil menunggu kepulangan Yudha.

.

.

.

.

Suara mesin mobil terdengar dari luar. Sely segera berjalan ke pintu dan membukanya, mendapati Yudha yang baru saja keluar dari mobil dengan ekspresi wajah yang kalut.

Saat pria itu mendekat, Sely bisa melihat jelas kondisinya putranya saat ini. Matanya sedikit sembab dan ada luka memar di punggung tangannya.

Sely mengernyit, hatinya mencelos. "Ya Tuhan Yudha… Apa yang terjadi dengan tanganmu."

Yudha menghela napas lalu melangkah masuk dan duduk di sofa. "Bu, ini soal Riana."

Sely ikut duduk di sampingnya, menatap putranya dengan sorot mata sendu. "Ceritakan pada Ibu. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Yudha menarik napas dalam, lalu mulai menceritakan semuanya—tentang pengkhianatan Riana, tentang apa yang telah dia lakukan pada Tari di masa lalu, dan tentang bagaimana dia mengetahui semua itu.

Saat Yudha selesai bercerita, Sely terdiam cukup lama. Wajahnya menegang, tangannya terkepal di atas pangkuannya.

"Astaga… Ibu nggak menyangka Yudha,"

"Apalagi aku Bu, aku kira Riana adalah wanita yang paling baik yang pernah ku kenal. Ternyata malah sebaliknya."

Kening Sely berkerut. "Ibu sudah punya firasat dari dulu soal Riana, tapi Ibu mencoba menerimanya karena kau sendiri yang bersikeras memilihnya. Tapi akhirnya kejahatannya terbongkar. Astaga Yudha… Riana membunuh anak yang belum lahir, bahkan ini untuk kedua kalinya."

Yudha menundukkan kepalanya, ia mengusap wajah nya kasar. "Sekarang aku sudah tau, aku tidak akan pernah membiarkannya mendekati Tari lagi."

Sely menghela napas, lalu meraih tangan Yudha dan menggenggamnya erat. "Kau sudah mengambil keputusan yang tepat Yudha. Sekarang yang paling penting adalah anakmu dan juga Tari, Ibu akan turut membantu menjaganya."

"Terimakasih Bu dan juga maaf. Seharusnya dulu aku mendengarkan ucapanmu,"

Sely tersenyum tipis, menepuk tangan putranya. "Nggak papa Yud, sudah tugas Ibu selalu menasehati dan menjagamu." Lalu ia mengambil teh yang diletakkan nya di atas meja dan menyerahkan nya pada Yudha.

Yudha tersenyum kecil dan mengambil cangkir yang disodorkan ibunya. Ia menyeruput teh hangat itu, menghembuskan napas karena merasa sedikit tenang.

.

.

.

.

Tari berdiri di dekat jendela, tatapannya kosong. Angin malam yang menerobos celah jendela terasa dingin di kulitnya, tidak membuatnya menghentikan lamunan nya.

DING DONG!

Bunyi bel apartemen tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Tari mengerjap, menoleh ke arah pintu dengan kening berkerut.

Siapa yang datang di tengah malam seperti ini? Apa Yudha?

Dengan langkah perlahan, ia berjalan menuju pintu. Sesaat, ia ragu untuk membukanya. Tapi kemudian, ia menarik napas dalam, meraih gagang pintu, dan perlahan membukanya.

Saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu, matanya langsung membelalak.

"Ade?"

Ade berdiri dengan paper bag di kedua tangannya, tatapan nya terlihat sendu. "Apa kau sudah makan?," Ade tersenyum hingga matanya menyipit, beberapa bulir air mata pun jatuh membasahi pipinya.

Tari terdiam melihatnya, lalu mereka bertatapan lama tanpa ada sedikitpun sepatah kata dari keduanya.

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!