Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling Sindir
"Tetap aja ngga baik, Frey. Kalau sampai Pak San.."
Kepala Freya langsung menoleh dan sukses membuat Banu langsung menghentikan ucapannya. Hampir saja dia keceplosan menyebut nama Santo. Jangan sampai gadis itu tahu kalau dirinya masih berusaha menikahkannya dengan Santo. Freya sendiri tidak fokus dengan kata-kata Banu. Dia terus memanggil Mina dan meminta gadis itu segera keluar dari kamar mandi.
Akhirnya pintu kamar mandi terbuka. Mina melenggang keluar dengan santainya dengan ponsel di tangannya. Freya langsung menerobos masuk. Dia harus mandi ala tentara karena waktu yang diberikan Devan semakin mendekati limit.
Tak sampai sepuluh menit, gadis itu sudah selesai mandi. Freya bergegas menuju kamarnya, memakai pakaian kerjanya dengan tergesa. Dia hanya memulas wajahnya dengan bedak saja dan memasukkan alat kosmetiknya ke dalam tas. Sambil memakai sepatunya, gadis itu berpamitan. Dia pergi tanpa mencicipi sarapan yang dibuatnya.
Di meja makan, Banu dan Mina sedang menikmati nasi goreng buatan Freya. Banu sampai menambah karena rasa nasi goreng buatan keponakannya itu sangat enak.
"Si Freya ngga pulang semalam, Pa," ujar Mina.
"Iya. Dia bilang nginap di rumah Bosnya."
"Aku bilang juga apa. Pasti dia jadi selimut hidup atasannya. Mending buru-buru dibawa pulang sama Pak Santo. Takutnya dia keburu hamil, nanti Pak Santo malah ngga mau nikahi dia."
"Astaghfirullah. Kamu jangan nakut-nakuti Papa dong."
"Buat jaga-jaga aja, Pak."
"Nanti kalau dia udah mendapatkan pekerjaan buat kamu, baru minta Pak Santo jemput dia."
Kepala Mina hanya mengangguk saja. Dia sudah tidak sabar untuk segera mendapatkan pekerjaan. Kalau Freya yang tidak punya pengalaman saja sudah bisa mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris wakil CEO, apalagi dirinya yang sudah punya pengalaman kerja walau baru setahun. Senyum mengembang di wajah Mina, membayangkan dirinya mendapatkan berbagai fasilitas ketika bekerja nanti.
Pukul setengah tujuh tepat Freya sampai di kediaman Devan. Pria itu sudah berdiri menunggunya di depan teras sambil melihat jam di pergelangan tangannya. Freya melepas helmnya lalu bergegas mendekati pria itu.
"Kamu terlambat sepuluh detik!"
"Maaf, Pak. Tadi lama di kamar mandinya."
"Masuk!"
Freya mengikuti langkah Devan. Keduanya segera menuju lantai dua. Ega sudah menunggunya di sana. Rupanya pria itu juga tidak pulang semalam. Dalam waktu singkat Freya sudah berkutat dengan pekerjaannya lagi. Jarinya bergerak lincah di atas keyboard laptop. Empat puluh menit kemudian, pekerjaannya selesai.
"Selesai, Pak!"
"Bagus. Simpan filenya. Kita siap-siap ke kantor sekarang."
"Mas Devan dipanggil Ibu, sarapan dulu katanya," ujar asisten rumah tangganya yang baru saja sampai.
"Saya sarapan di kantor aja."
KRIUK
Semua mata langsung melihat pada Freya begitu mendengar suara alam dari perut gadis itu. Hanya cengiran saja yang dilemparkan oleh Freya. Perutnya memang lapar karena tadi tak sempat sarapan.
"Mending sarapan aja dulu, Bos. Kasihan tuh sekretarisnya udah lapar. Nanti kalau dia salatri terus pingsan gimana?"
Devan hanya berdecak saja. Akhirnya pria itu memutuskan sarapan di rumah saja. Dia mengajak Ega dan Freya turun ke bawah. Di ruang makan, Rafael dan Anne sudah menunggu. Devan menarik kursi di sebelah Mamanya. Sementara Freya yang merasa canggung hanya diam saja.
"Ayo duduk," ajak Anne.
"Terima kasih, Bu."
Ega menarik sebuah kursi untuk Freya. Dengan perasaan kikuk, gadis itu menundukkan dirinya di kursi. Aneka hidangan sudah tersedia di meja makan. Ada makanan berat dan juga roti serta buah-buahan. Freya bingung sendiri mau makan apa. Ega menyenggol lengan Freya meminta gadis itu segera mengambil makanan.
"Jangan malu-malu, kamu mau makan apa?" tawar Anne yang tahu kalau Freya merasa canggung.
Wanita itu mendekatkan beberapa piring lauk pada Freya. Gadis itu kemudian mengambil satu sendok nasi. Jumlahnya sangat sedikit dan Freya yakin sekali kalau perutnya tidak akan kenyang. Tapi dia malu kalau harus makan banyak di depan Anne dan Rafael. Bukan karena harus menjaga image, tapi hanya malu saja kalau ketahuan porsi makannya besar.
Melihat nasi yang diambil Freya begitu sedikit, Devan mengambil sendok nasi lalu menambahkan dua sendok nasi lagi ke piring Freya, membuat gadis itu membulatkan matanya.
"Ini kebanyakan Pak," protes Freya.
"Ngga usah sok jaim. Biasanya kamu juga makan porsi kuli. Makan yang banyak, nanti kamu pingsan gara-gara kurang makan."
Sungguh ingin rasanya Freya masuk ke dalam perut bumi untuk menyembunyikan dirinya. Apalagi Anne dan Rafael kompak melihat padanya. Sementara Devan nampak santai setelah berhasil membuat harga diri sekretarisnya berserakan.
Melihat tak ada pergerakan dari Freya, Devan menambahkan ayam, tumisan sayur dan lauk lainnya ke dalam piring gadis itu. Anne hanya tersenyum saja melihat anak bungsunya melakukan itu semua. Ini pertama kalinya dia melihat Devan begitu perhatian pada seorang wanita. Bahkan pada tunangannya dulu, Devan tidak pernah seperti ini.
Dengan menyingkirkan rasa malunya, Freya mulai menyantap makanannya. Selama makan, Rafael banyak bertanya tentang proposal yang mereka revisi semalam. Pria itu juga meminta Devan mengawasi langsung pembangunan mall tersebut.
Saking asiknya menyimak pembicaraan Rafael dan Devan, tak terasa nasi beserta lauk di piring di Freya akhirnya tandas juga. Devan melirik isi piring Freya yang sudah bersih, licin tak bersisa. Seketika muncul kejahilan pria itu.
"Katanya kebanyakan, tapi habis juga," sindir Devan.
"Mubazir Pak, sayang kalau buang-buang makanan. Di luar sana masih banyak orang yang kelaparan," jawab Freya diplomatis.
"Ngeles aja kaya bajaj. Porsi makan kamu emang seperti tadi."
"Saya memang butuh banyak makanan buat isi tenaga. Karena bekerja dengan Bapak itu sangat menguras energi dan emosi."
"Hahahaha.."
Sontak terdengar suara tawa Rafael dan Ega. Seketika Freya sadar kalau kini dirinya sedang bersama orang tua Devan. Kata-kata julid pria itu membuat Freya lupa dengan keadaan sekitar. Yang ada dalam pikirannya hanyalah membalas ucapan Devan saja.
"Maafkan anak saya, ya. Mulutnya itu memang pedas," ujar Anne sambil tersenyum.
"Ngga apa-apa, Bu. Sebenarnya saya sudah kebal dengan ucapan Pak Devan. Ya anggap aja kaya radio butut. Justru kalau Pak Devan diam dan bersikap ramah, saya malah takut. Takut kalau Pak Devan ketempelan setan gagu."
"Hahaha.."
Kembali terdengar suara tawa Rafael. Ini kali kedua dirinya bertemu dengan Freya dan dia sudah menyukai gadis itu. Ega juga nampak puas sekali melihat Freya yang berhasil membalas Devan. Sepertinya kali ini atasannya itu sudah menemukan lawan yang seimbang.
"Ayo berangkat!"
Tak ingin berlama-lama mendengar ucapan Freya yang selalu membuat kepalanya berasap, Devan segera bangun dari duduknya. Freya segera berpamitan pada Anne dan Rafael. Pasangan suami istri itu terhenyak ketika Freya mencium punggung tangan mereka. Anne mengusap puncak kepala Freya. Melihat gadis itu, Anne kembali merindukan ingin memiliki anak perempuan. Setelah melahirkan Devan, Rafael tidak mengijinkan Anne hamil lagi karena istrinya mengalami pendarahan hebat pasca persalinan.
Freya segera masuk ke dalam mobil. Seperi biasa, dia duduk di samping Ega yang mengemudikan mobil. Devan duduk di belakang sambil membaca beberapa berkas di tangannya. Sesekali Freya mencuri lihat pada Devan melalui kaca spion. Ada hal yang ingin ditanyakan gadis itu.
"Hmm.. Pak, kalau di kantor masih ada lowongan ngga?" tanya Freya hati-hati.
"Lowongan buat siapa?" tanya Ega.
"Buat sepupu saya, Pak. Dia kemarin datang dan bilang lagi cari kerjaan. Siapa tahu ada lowongan buat dia."
"Ada," jawab Devan tanpa melepaskan pandangannya dari berkas di tangannya.
"Beneran, Pak? Boleh kan sepupu saya ngelamar?"
"Ya boleh aja."
"Bagian apa, Pak?"
"Cleaning service."
***
Wkwkwk.. Mina disuruh jadi cleaning service
susulin mas Devan...