Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
note: cari cowo bucin mampus? langsung baca aja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Warning : Mengandung adegan ++, skip bila tidak nyaman
...****************...
Pesta meriah Anthea telah berakhir, ia sudah berada di kamarnya dan selesai membersihkan diri dibantu Bi Mela yang selalu mengikutinya kemanapun. Pelayan pribadinya itu pamit undur diri setelah selesai mengurusi Anthea malam ini.
Cklek.
Pintu kamarnya yang dibuka tiba-tiba membuat gadis yang hanya memakai gaun satin tidur itu menoleh, mendapati Altair yang langsung masuk dan duduk di sofa kamarnya.
“Aku ingin istirahat,” ujar Anthea, laki-laki yang mengenakan piama tidur itu biasanya memang mengganggunya setiap malam Anthea menginap di istana.
Altair menatapnya dengan menaikkan alis, belum ia berucap ketukan pintu kamar Anthea dari luar mendahului.
“Ada apa?” Tanya Anthea mendapati pelayan istana.
“Saya membawakan apa yang diminta Pangeran, Tuan Putri.” Ujar pelayan itu sopan. Sama sekali tak terkejut mendapati Pangeran nya berada di kamar Anthea. Hal lumrah yang selalu dilakukan Altair.
Anthea melirik nampan yang pelayan itu bawa, lalu mempersilahkan nya masuk. Pelayan wanita itu meletakkan isi nampan yang ia bawa ke meja di hadapan Altair duduk. Lalu pamit keluar dari kamar Anthea.
“Alkohol?” Tanya Anthea saat melihat ada dua botol alkohol yang baru saja diletakkan pelayan tadi, dengan dua gelas kosong.
“Bukankah Anthea yang memintanya tadi?” Tanya Altair, mengingatkan keinginan gadis itu di pesta tadi.
“Ah, sepertinya aku tidak akan mencobanya sekarang.” Rasanya ia hanya ingin istirahat dengan baik sekarang.
“Ya sudah, tidurlah. Aku akan menumpang minum di sini,” ujar Altair, ia mulai menuangkan wine nya dan meneguknya.
Tadinya Anthea memang ingin melangkah ke tempat tidurnya, namun tak dapat di pungkiri ia juga penasaran. Ia sering melihat Ares dan Altair minum, jika sedang ada masalah atau pun sekadar ingin menikmati.
Pada akhirnya, gadis itu beralih duduk di hadapan Altair, “aku ingin mencobanya,” ujar Anthea.
Altair tersenyum kecil, ia memahami rasa penasaran gadis itu. Menuangkan wine di gelas yang kosong, Altair menyodorkannya pada Anthea.
“Minumlah perlahan,” ujarnya.
Anthea mulai menegak wine itu secara perlahan, seperti ucapan Altair. Rasa manis namun pahit secara bersamaan menyapu lidahnya. Anthea menghabiskan setengah gelas itu.
“Rasanya, cukup aneh.” Komentar Anthea dengan wajah sedikit tak mengenakkan, “tapi, tidak buruk juga,” lanjutnya.
“Itu wajar karena Anthea baru mencobanya,”
Anthea kembali meminum wine nya, tenggorokannya kini mulai terasa jelas bergesekan dengan anggur merah itu, sampai satu gelas itu tandas. Anthea hanya merasa minuman ini memberi efek yang membuat rasa kantuknya tadi menghilang.
Altair sendiri membiarkan Anthea menikmati minumannya sementara ia mengelus punggung tangan Anthea di genggamannya. Entah kapan Altair beralih ke sebelah gadis itu.
Meletakkan gelasnya, tatapan Anthea teralih pada satu botol yang masih tersegel di meja, “Apa ini juga wine?”
Altair menggeleng, “Itu whiskey,”
“Boleh aku mencobanya juga?” Tanya Anthea menatap Altair.
Lelaki itu terdiam sejenak, sebenarnya segelas wine sudah cukup banyak untuk gadis itu. Tapi, Altair tetap membuka botol dan menuangkannya ke gelas Anthea.
Lebih baik gadis itu menuntaskan penasaran nya bersama Altair sekarang, dari pada ia malah minum sendirian.
“Ini salah satu hadiah ulang tahun untukmu dari perdana menteri,” ujar Altair menyodorkan gelasnya.
“Pahit sekali,” ujar Anthea baru meneguknya.
Altair sudah dapat menebak reaksi gadis itu, mengingat kadar alkohol whiskey yang jauh di tas wine.
Beberapa waktu berlalu, dan Anthea mulai menyadari bahwa Altair belum banyak menyentuh gelasnya. Berbeda dengan Anthea yang beberapa kali kembali meneguk minuman pahitnya.
“Kau tidak mencoba whiskey dari perdana menteri?”
Bukannya menjawab, Altair malah menarik gadis itu ke pangkuannya. Setelahnya, ia justru mencium dan menjiIat jejak-jejak whiskey di bibir Anthea.
“Aku sudah mencobanya,” bisik Altair tepat di telinga gadis itu.
Anthea mengerjapkan matanya beberapa kali, setelahnya menatap lurus manik biru Altair di depannya saat ini. Ia rasa dirinya masih sadar, mungkin.
Melihat itu, Altair tersenyum miring. Sesuai dugaannya, cukup segelas wine dan whiskey yang Anthea teguk, sudah membuat gadis itu melayang.
Jika dalam keadaan sadar, Anthea pasti sudah protes akan tindakannya barusan.
Dengan gemas, Altair menciumi pipi gadis kecilnya. Lelaki itu bertanya-tanya, mengapa Anthea sekarang terlihat begitu menggemaskan?
Untuk beberapa saat, keheningan menyelimuti mereka.
Tangan Anthea yang bermain di piama laki-laki itu, dan Altair yang menikmati kecantikan tunangannya, wajah gadis itu sedikit memerah.
Tangan besar Altair mengusap wajah cantik itu. Mulai dari dagu, mata, hidung, hingga bibir merah pucat Anthea.
Merasakan tatapan lekat dari sang tunangan, netra Anthea se akan tertarik untuk membalas tatapan tersebut. Perlahan, tangan mungil Anthea beralih pada tangan Altair yang menganggur, menjelajahi tangan berurat itu dengan jemari lentiknya.
Gadis itu di ambang kesadarannya. Hanya saja, kegiatan yang ia lakukan kemungkinan besar berkat segelas wine dan whiskey yang beberapa saat lalu ia minum.
Meski tidak memberikan banyak ekspresi, Altair tersenyum kecil melihat Anthea yang terus menyentuhnya.
Tanpa menunggu waktu lama, lelaki itu menarik kepala Anthea dan menyatukan bibir mereka. Tak hanya kecupan, benar-benar definisi ciuman yang sebenarnya.
“Emmh..” Anthea mencengkram lengan baju satin laki-laki itu, ikut memiringkan wajahnya hanyut dalam permainan bibir Altair.
Di sela kegiatannya, Altair tersenyum kemenangan mendapati respon positif dari sang kekasih.
Setelah beberapa saat, Altair menjauhkan wajahnya. Tangannya mengusap pipi Anthea lembut, wajah gadis itu terlihat memerah dengan nafas yang tak beraturan.
“Sepertinya, aku tidak akan menahan diri lagi, Anthea..” Altair menatap sayu.
Lelaki mengangkat tubuh Anthea ala bridal, menuntun tangan gadis itu agar menyatu di lehernya.
Keluar dari kamar Anthea, Altair menyusuri lorong istana yang sepi karena hari telah larut, tak lama Altair berhenti di depan kamarnya sendiri, membuka pintu dengan siku dan menguncinya rapat dengan satu tangan.
Sesampainya di ranjang Altair yang luas, ia menurunkan Anthea perlahan. Gadis itu hanya menatapnya.
Setelahnya, Altair kembali mempertemukan bibir mereka. Tangan Anthea yang bermain pelan di lehernya membuat Altair semakin menggebu-gebu.
Ciumannya turun ke leher putih jenjang Anthea, menggigit kecil hingga ber bekas di sana. Setelah puas, ia menatap sayu sang tunangan.
“Altair..” gumam Anthea dengan wajah gadis itu yang juga terlihat begitu menginginkannya.
Altair tersenyum miring, kamarnya yang telah beraroma afrodisiak membuat gairah keduanya meningkat. Altair telah mempersiapkan semuanya untuk malam ini.
“Anthea-ku..” Gumam Altair mengusap wajah itu lembut penuh puja.
Malam itu, ia benar-benar menggagahi Anthea. Menjadi yang pertama dan satu-satunya untuk gadis itu. Keduanya saling memuja dan kamar Altair menjadi saksi bisunya.
Cup
Altair memejamkan mata mengecup lama pelipis gadis itu, Anthea sudah tertidur kelelahan karena ulahnya.
“Kita akan bersama selamanya, Anthea.” Gumam Altair sebelum memeluk gadis itu erat, ikut menyusulnya ke alam mimpi.
***
Afrodisiak \= zat per*ngsang pada zaman kuno.
Altair gercep><