Elyana Mireille Castella, seorang wanita berusia 24 tahun, menikah dengan Davin Alexander Griffith, CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Namun, pernikahan mereka jauh dari kata bahagia. Sifat Davin yang dingin dan acuh tak acuh membuat Elyana merasa lelah dan kehilangan harapan, hingga akhirnya memutuskan untuk mengajukan perceraian.
Setelah berpisah, Elyana dikejutkan oleh kabar tragis tentang kematian Davin. Berita itu menghancurkan hatinya dan membuatnya dipenuhi penyesalan.
Namun, suatu hari, Elyana terbangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu—ke saat sebelum perceraian terjadi. Kini, ia dihadapkan pada kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan mereka dan mengubah takdir.
Apakah ini hanya sebuah kebetulan, atau takdir yang memberi Elyana kesempatan untuk menebus kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firaslfn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Pertemuan yang Mengubah Segalanya
Langit malam itu gelap tanpa bintang, seolah menyimpan rahasia besar yang hendak terungkap. Elyana duduk di ruang kerja, mencoba menyusun strategi untuk menghadapi Ryo Kasahara. Namun, pikirannya terusik oleh rasa gelisah yang tak beralasan.
Tiba-tiba, lampu di ruangan berpendar aneh, seperti ada sesuatu yang mengintervensi waktu. Elyana berdiri, mencoba mencari sumbernya. Saat itulah seorang pria muncul di hadapannya. Pria itu memiliki wajah yang tegas dan tajam, dengan sorot mata yang penuh dengan pengetahuan—seperti seseorang yang telah melihat terlalu banyak.
"Elyana Mireille Castella," pria itu memanggil namanya dengan nada yang tenang namun tegas.
Elyana mundur selangkah, mencoba menenangkan dirinya. "Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?"
Pria itu tersenyum samar. "Aku bukan dari masa ini. Namaku Alaric, dan aku datang dari masa depan."
Kata-kata itu membuat Elyana terdiam. Ia tahu ia telah diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya, tetapi ini adalah pertama kalinya ia bertemu seseorang yang juga mengklaim terkait dengan waktu.
"Masa depan?" tanyanya dengan nada skeptis.
Alaric mengangguk. "Aku datang untuk memperingatkan mu. Pilihan yang akan kamu buat tidak hanya memengaruhi hubunganmu dengan Davin, tetapi juga takdir banyak orang di sekitarmu."
Elyana mengernyit. "Apa maksudmu? Aku hanya mencoba memperbaiki hubungan kami."
"Itu yang kamu pikirkan," kata Alaric, matanya menatap tajam ke arah Elyana. "Tapi masa depan tidak seindah yang kamu bayangkan. Jika kamu terus mengandalkan perasaanmu tanpa memperhitungkan risiko, kamu akan kehilangan segalanya—lagi."
Kata-kata Alaric menusuk hati Elyana. Ia merasa tersudut, tetapi juga penasaran. "Kenapa aku harus percaya padamu?"
Alaric mengulurkan sebuah benda kecil—jam saku yang identik dengan milik Elyana. "Karena aku adalah salah satu dari mereka yang hancur akibat keputusanmu."
Elyana terkejut. "Apa maksudmu?"
"Aku tidak bisa memberitahumu semuanya sekarang," jawab Alaric. "Tapi ingat ini, Elyana: Ryo Kasahara bukan ancaman utama. Ada sesuatu yang lebih besar, dan itu terhubung dengan keluarga Griffith."
Elyana terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Percaya pada nalurimu, tetapi jangan abaikan logika," jawab Alaric. "Dan yang terpenting, jangan pernah menganggap Davin sebagai kelemahanmu. Dia adalah kekuatanmu, jika kamu tahu bagaimana cara mempercayainya."
Sebelum Elyana sempat bertanya lebih jauh, Alaric menghilang begitu saja, meninggalkan Elyana dalam kebingungan dan ketegangan.
Malam itu, Elyana tidak bisa tidur. Kata-kata Alaric terus terngiang di benaknya. Siapa sebenarnya Alaric? Dan apa maksudnya bahwa ada ancaman lebih besar?
Satu hal yang pasti—pertemuan itu mengubah cara Elyana memandang perjuangannya. Ia sadar bahwa ada banyak hal yang belum ia ketahui, dan waktu adalah sesuatu yang lebih rumit daripada yang ia bayangkan.
Elyana berbisik pada dirinya sendiri, "Aku tidak akan gagal lagi. Aku harus melindungi Davin dan masa depan kami, apa pun risikonya."
Di tempat lain, Davin merasa gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia berdiri di balkon, menatap langit malam, seolah merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi. Meski ia tidak tahu apa, nalurinya mengatakan bahwa Elyana sedang menghadapi sesuatu yang besar.
Mereka berdua tidak menyadari bahwa malam itu adalah awal dari babak baru dalam hidup mereka—sebuah babak yang akan menguji cinta, keberanian, dan kepercayaan mereka lebih dari sebelumnya.
Elyana tidak bisa mengalihkan pikirannya dari sosok Alaric dan pesan-pesan yang dia tinggalkan. Kata-katanya terus bergaung di kepala: "Ada sesuatu yang lebih besar, dan itu terhubung dengan keluarga Griffith."
Malam semakin larut, tapi Elyana tidak bisa tidur. Ia membuka laptopnya, mencoba mencari petunjuk atau informasi yang mungkin bisa menjelaskan ancaman yang dimaksud oleh Alaric. Sebuah dokumen lama milik Davin yang pernah ia simpan menarik perhatiannya. Dokumen itu adalah laporan bisnis tentang proyek lama keluarga Griffith, yang katanya dibatalkan tanpa alasan jelas.
Tangan Elyana gemetar saat ia membaca baris demi baris laporan tersebut. Ada nama-nama yang muncul berulang kali, termasuk satu nama yang ia kenali: Ryo Kasahara. Proyek itu tampaknya melibatkan kerja sama besar antara keluarga Griffith dan perusahaan Kasahara, namun berakhir dengan skandal dan kerugian besar.
"Apa hubungan ini dengan ancaman yang dimaksud Alaric?" pikir Elyana.
Ketukan di pintu membuyarkan konsentrasinya. Ia melihat jam—sudah hampir tengah malam. Siapa yang datang pada jam seperti ini? Dengan hati-hati, Elyana berjalan ke pintu dan membukanya sedikit.
Davin berdiri di sana, mengenakan piyama sederhana, namun dengan ekspresi gelisah di wajahnya. "Kamu belum tidur?" tanyanya dengan nada datar, meski ada kekhawatiran tersirat di matanya.
Elyana terkejut melihatnya. "Tidak. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan."
Davin menatapnya selama beberapa detik, lalu berkata, "Aku tidak bisa tidur. Ada hal yang ingin aku bicarakan."
Elyana membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. "Ada apa?"
Davin masuk ke ruangan dengan langkah mantap, namun matanya menunjukkan sedikit keraguan. Ia memandang Elyana seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya, ia berkata, "Aku merasa ada yang tidak beres. Entah apa itu, tapi firasatku mengatakan sesuatu akan terjadi. Apakah kamu menyembunyikan sesuatu dariku?"
Elyana terdiam. Ia ingin menceritakan tentang Alaric, tapi ia tidak yakin apakah Davin akan mempercayainya. Akhirnya, ia memilih berkata, "Tidak ada yang aku sembunyikan. Tapi aku memang sedang mencoba mencari tahu sesuatu tentang Ryo Kasahara. Ada banyak hal yang tidak aku mengerti."
Davin mendekat, matanya tajam menatap Elyana. "Kalau begitu, biar aku bantu. Apa pun itu, kita hadapi bersama."
Kata-kata itu mengejutkan Elyana. Ia tidak menyangka Davin akan menawarkan bantuan, mengingat sikap dinginnya selama ini. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini—tatapan Davin menunjukkan ketulusan yang jarang ia lihat sebelumnya.
Elyana menghela napas dalam-dalam dan berkata, "Baiklah. Tapi janji, jangan marah."
Davin mengangguk. "Aku janji."
Elyana mulai menceritakan semuanya, dari pertemuannya dengan Alaric hingga peringatan tentang ancaman yang lebih besar. Davin mendengarkan dengan seksama, ekspresinya berubah-ubah antara bingung, tidak percaya, dan akhirnya serius.
"Jadi, kamu bilang ada orang dari masa depan yang memperingatkan mu tentang keluargaku?" tanya Davin, mencoba mencerna semuanya.
"Ya," jawab Elyana dengan tegas. "Aku tahu ini terdengar gila, tapi aku percaya dia. Dan aku yakin ada sesuatu yang salah dengan proyek lama keluargamu yang melibatkan Ryo Kasahara."
Davin terdiam, pikirannya terlihat sibuk. Akhirnya, ia berkata, "Kalau apa yang kamu katakan benar, maka kita harus bergerak cepat. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti keluargaku, apalagi kamu."
Kata-kata itu membuat Elyana tersentuh. Meski situasi ini sulit dipahami, ia merasa tidak sendirian. Untuk pertama kalinya, ia melihat Davin sebagai sekutu, bukan sekadar pasangan yang dingin dan sulit dijangkau.
Malam itu, mereka memutuskan untuk bekerja sama. Meski banyak pertanyaan yang belum terjawab, satu hal menjadi jelas—ancaman ini lebih besar dari yang mereka bayangkan, dan hanya dengan kepercayaan serta keberanian mereka bisa menghadapinya.
Namun, di balik bayangan gelap malam, seseorang mengawasi mereka. Mata tajamnya menatap rumah Elyana dengan penuh kebencian. "Kita lihat seberapa jauh kalian bisa bertahan," gumam suara itu, penuh dendam.
...****************...