Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Kejahilan Sang Gadis.
Raeba,Rain, Leader,dan Aya. Melakukan perjalanan menuju Kota Yute. Setelah mereka berpamitan dengan Zagra Narous dan teman-temannya yang berada di markas tersebut.
Semalam, sekembalinya dari rumah Batu Raeba dan Aya membawa anak-anak ke markas Zagra Narous, menitipkan di tempat tersebut sampai mereka kembali ke kediaman.
Empat anak laki-laki berusia 13 tahun itu akan di jadikan sebagai penjaga di kediaman,Raeba. Karena Aya tidak mungkin terus di tinggal pergi Raeba, karena gadis itu membutuhkan teman dalam perjalannya.
Raeba,bukan gadis yang mengembara karena adanya dendam yang harus di balaskan, tetapi ia menjadi pengembara karena ingin melindungi banyak nyawa yang teraniaya karena kejahatan yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi di wilayah masing-masing.
"Pelan kan laju kuda!"
Rain,memberi instruksi saat melihat ada pohon tumbang di depan sana yang melintang di jalan setapak tengah hutan.
"Belok kiri!"
Raeba, mengambil instruksi dan langsung berbelok ke arah kiri, dimana juga ada jalan setapak,meski tidak se bersih yang sebelumnya, tetapi mereka tidak ada yang mengeluarkan ucapan protes sama sekali.
Aya dan Leader berada di bagian satu dan dua dari belakang, mereka menjadi penutup perjalanan sebagai pelindung arah belakang. Raeba berada nomor dua dari depan,dan Rain yang memimpin jalan.
Menempuh perjalanan sekitar Dua jam membuat kuda mereka kelelahan. Karena tidak ingin terjadi sesuatu dengan kuda-kuda tersebut mereka berhenti di sebuah kedai makan, yang juga menyediakan jasa pengurusan kuda,memberikan makanan dan minuman, serta memandikan kuda-kuda yang terlihat kotor.
"Semua paket!" Rain, menyodorkan satu koin emas pada seorang penjaga kuda. Untuk keempat kuda yang di pakai rombongan,Rain.
Sedangkan Aya dan Leader sudah berjalan lebih dulu memasuki kedai. Mereka memesan empat makan dan empat minuman.
"Tu-tuan,ini sangat banyak. Saya tidak punya uang kembalian." Pria yang sudah renta itu gemetar dengan wajah berkeringat dingin. Dia, tidak punya kembalian uang dari satu koin emas. Lagi pula ini masih pagi dan belum ada orang yang memakai jasanya.
"Simpanlah sisanya, berikan kepada keluarga Anda,dan belikan untuk keperluan sehari-hari!" Tidak ingin banyak basa-basi,Rain, langsung pergi dan menghampiri,Raeba.
"Ayo!" Rain, mengambil tangan Raeba untuk di genggamnya.
"Hem." Angguk Raeba, mengangkat satu tangannya mengatakan bahwa ia tidak ingin di gandeng.
Pria berusia kisaran 68 ke atas itu, menatap punggung Rain dan Raeba. Dia, mengucapkan kalimat syukur dengan mata yang berkaca-kaca.
"Semoga kebaikan selalu menyertaimu,Tuan." dan satu fakta lagi. Pria itu tidak menyadari bahwa Raeba adalah seorang wanita. Pakaian mereka berempat sama, hanya di ukiran jubah hitam itu saja yang berbeda,dan jika melihat tanpa mengamati dengan lamat, semuanya terlihat sangat mirip sekali.
Setelah itu pria itu menyimpan uang yang di berikan oleh Rain kepadanya di dalam kantong bajunya.
Rain,adalah seorang pangeran, Dia tau mana rakyat yang membutuhkan uluran tangannya dan mana yang tidak. Dari pelupuk mata pria renta itu,Rain, mengetahui penderitaannya. Itu adalah sebuah kelebihan Rain sebagai seorang pangeran, mengetahui kehidupan seseorang dari melihat mata dan wajahnya.
•••
Saat sore menjelang malam tiba. Di halaman kediaman sudah berbaris rapi prajurit dan pelayan untuk menyambut kedatangan Seorang pangeran dan junjungan mereka.
Semuanya, berbaris rapi dengan kepala menunduk. Sebelum ada aba-aba yang menyuruh mereka untuk mendongakkan kepala,maka tidak ada satupun yang berani mengangkat kepalanya.
Rain, Raeba, Leader,dan Aya. Melewati mereka dengan masih menunggangi kuda masing-masing. Mereka berhenti di dekat tangga untuk masuk ke dalam ruangan perjamuan.
Di depan pintu masuk. Grand Duke Riyu, Grand Duchess Gilia, Ruyika dan Raega. Berdiri menatap ke arah Rain mereka mengucapkan salam hormat. Tidak lupa juga mereka menyambut kedatangan putri kedua keluarga Riyu.
"Silahkan masuk yang mulia pangeran kedua Rain" Grand Duke Riyu,berucap formal dengan suara lembut.
"Terimakasih Ayah mertua. Tidak perlu sungkan, Saya adalah calon menantu kediaman ini." Jawab Rain dengan memberi candaan untuk mengendurkan suasana yang tegang.
Mereka masuk ke dalam ruangan perjamuan. Dan duduk,di atas meja sudah di siapkan berbagai jenis makanan untuk menjamu tamu.
Rain, duduk di kursi bagian kedua dari ujung, yang diisi oleh Grand Duke Riyu. Rain, sejajar dengan Grand Duchess Gilia,di samping Rain ada Raega.
Sedangkan Raeba dan Ruyika duduk bersebelahan dengan Ibunya.
Makan malam di waktu senja itu berjalan dengan khidmat. Selesai makan mereka mengobrol sebentar sebelum pergi ke kamar masing-masing untuk segera beristirahat,'berlaku untuk Raeba dan Rain '.
•••
Malam menyapa, auranya mengibarkan kesejukan dan juga kedinginan. Raega, berlari menghampiri,Rain. Pemuda itu langsung di sambut pelukan hangat oleh pangeran kedua yang kini berdiri membelakangi kolam ikan.
"Yang mulia, kakak Ipar. Kenapa baru datang sekarang?" Tanya Raega setelah melepaskan pelukannya dengan,Rain. Mereka berdua berpelukan cukup lama, sebagai kakak beradik.
"Karena baru hari ini, kakak mempunyai waktu luang untuk berkunjung ke kediaman keluarga besar Riyu." jawab Rain dengan wajah tersenyum tipis,namun sangat lembut.
"Aku,sudah tidak sabar ingin belajar pedang bersama kakak Ipar." Raega, duduk di pangkuan,Rain. Mereka terlihat sangat akrab.
Rain, terkekeh kecil melihat tingkah Raega yang bermanja dengannya. Terbesit di benak Rain,'Kenapa tidak kakak keduanya saja yang bermanja seperti ini? Pasti sangat romantis,bukan?'. Rain, tersenyum memikirkan pikiran kotornya.
"Ayo, kita ke lapangan!"
Tanpa menunggu lagi, Raega, bergegas bangkit dari duduknya, dan mereka berjalan menuju tempat pelatihan yang berada di samping kediaman utama. Lapangan yang luas dan hanya berlantaikan tanah yang di tumbuhi rumput liar hias.
Dari kejauhan seorang gadis cantik bermata hijau kekuningan mencebik dengan ekspresi yang menggemaskan.
"Tidak bisa mendekati ku, Dia mengambil hati adikku. Dasar lelaki!" Cemberutnya,dengan ucapan mengejek.
Raeba, keluar dari balik pilar itu,dan melangkah ringan menuju kamar sang kakak pertama. Dia sudah sangat merindukan kakak lemah lembutnya itu. Tidak sabar untuk bertarung kecil dengannya. Tiga Minggu yang lalu,adik bungsunya mengirimkan surat padanya tentang Kakak pertama. Bahwa gadis cantik seperti primadona itu sudah cukup lihai dalam berpedang dan bertarung.
Malam ini ia akan mencoba untuk mengetes seberapa jauh perkembangan ilmu bela diri kakaknya selama ia tinggal pergi.
"Kakak pertama, tunggu aku!"
Gadis bertanda lahir di pipinya itu, bersenandung indah sambil melompat-lompat kecil menuju kamar sang kakak.
Pelayan dan prajurit yang bertugas sampai tersenyum-senyum melihat tingkah junjungannya yang sangat berbeda hari ini. Biasanya jika melewati mereka hanya akan ada wajah datar dengan sorot matanya yang setajam bilah bambu.
"Nona Raeba, sangat terlihat menggemaskan jika dalam kondisi hati yang baik."
"Sangat lucu dan menggemaskan."
"Aa,pengen aku bungkus pake daun, kemudian aku rebus,hehe" Canda seorang pelayan wanita yang memang memiliki karakter yang suka berbicara ngarang.
"Is! Jangan semena-mena! Ayo kembali bekerja!" tegur temannya dengan kesal, karena takut akan kedengaran oleh orang lain.
Raeba,masuk melewati jendela kamar, karena ia ingin menjahili si pemilik kamar yang kini tengah bersantai dengan buku-bukunya. Vena,juga tidak berada di ruangan tersebut, jadi untuk menghalau rasa bosan seraya menunggu rasa kantuknya datang, ia akan bersahabat dengan buku-buku yang menumpuk di atas meja belajarnya.