Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengejar Cinta
Sepanjang jalan Devano terlihat gelisah, bahkan panik karena kepergian Misca yang secara tiba-tiba tanpa sedikit pun memberitahunya.
Jangankan Devano, Cia sendiri saja yang paling dekat sama Misca daripada Nina tidak tahu apa-apa. Dia baru tahu setelah sahabatnya datang ke rumah untuk menjenguk.
"A-apa? Ja-jadi, Mommy Misca pergi? Pe-pergi ke mana?"
Mata Cia berkaca-kaca menahan rasa khawatir akan kehilangan Misca yang selama ini sudah mengisi ruang rindu di dalam hatinya untuk menjadi sosok seorang ibu.
"Aku tidak tahu, Cia. Orang tuaku juga tidak tahu di mana rumah Bi Misca di kampung. Kamu tahu sendiri orang tuaku sibuk, jadi tidak punya waktu untuk mengetahui rumah Bi Misca. Aku sedih, Cia. Aku tidak mau kehilangan kalian. Aku pengen tinggal di sini aja, boleh? Aku nggak mau ke Singapura. Aku mau di sini, aku nggak mau pergi hiks ...."
Nina menangis menundukkan pandangannya ke bawah sambil memainkan jari. Hatinya begitu hancur akibat keegoisan orang tua yang tidak memikirkan kebahagiaan anaknya.
Mereka bisa meneruskan bisnis keluarga sampai berjaya, tetapi mengorbankan perasaan Nina yang harus kehilangan sahabat juga pembantu tersayang.
Akan tetapi, apa yang dilakukan orang tua Nina pun tidak salah. Jika mereka pergi meninggalkan anaknya seorang diri hanya dengan pembantu, pasti itu akan dianggap kejam. Maka dari itu mau tidak mau, suka atau tidak sang anak harus tetap ikut bersama demi masa depannya.
"Aku paham perasaanmu, Nina. Aku juga sedih Bi Misca pergi tanpa bilang padaku, tapi aku juga tidak tahu harus melakukan apa lagi. Kita berdoa saja semoga Daddy berhasil menemukan Bi Misca dan membawanya kembali bersama kita," ucap Cia berderai air mata.
Ingin rasanya Cia berlari mengejar Misca. Namun, semua itu tidak mungkin terjadi. Kondisinya masih lemas, tubuhnya pun tak akan kuat untuk berlarian.
"Jika Bi Misca kembali, bagaimana sama aku, Cia? Aku akan tetap pergi ke Singapura 3 hari lagi. Papa dan Mama akan menetap di sana. Bisnis keluarga Papa sedang naik, makanya kami harus pindah. Cuma Mama bilang suatu saat kami akan kembali jika memang takdir yang menginginkannya. Terus bagaimana dengan pertemanan kita? Aku tidak akan punya teman sebaik kamu lagi di sana, Cia. Aku pasti kangen banget sama kamu."
Ungkapan hati seorang sahabat pada sahabatnya terdengar sangat menyayat hati. Mereka memang masih kecil, tetapi memiliki kedewasaan sifat yang hampir seperti anak bukan seusianya.
Cia sendiri bingung bagaimana mencegah Nina untuk tidak pergi. Haya saja dia mencoba untuk memberikan pengertian sesuai porsinya agar sahabatnya tidak lagi bersedih.
"Jangankan kamu, Nina. Aku pun kalau Daddy mengajakku pasti akan ikut, tidak mungkin aku di sini. Tapi tidak perlu sedih, kita masih bisa teleponan, video call, bahkan tiap hari juga aku gapapa. Nanti kalau udah besar aku susul kamu ke sana. Aku akan kuliah ke sana, jadi kita bisa bareng-bareng lagi. Gimana? Oke?"
Senyuman di bibir Cia berusaha mengembang lebar. Terlihat sekali jika gadis kecil ini mencoba menghibur Nina yang terlihat sangat sedih, padahal hatinya sendiri pun tidak rela kehilangan seorang teman dekat.
"Iya, sih, kamu benar. Tapi---"
"Apa pun yang terjadi kita akan tetap jadi sahabat. Mau Nina ada di mana, Cia ada di mana selagi masih ada di dunia ini kita pasti bisa ketemu lagi. Benar kata orang tuamu, takdir merubah segalanya. Jangan sedih, jangan khawatir. Jika kamu tidak bisa ke sini, aku yang akan ke sana. Daddy punya pesawat pribadi, tak usah pusing-pusing aku tinggal duduk manis, makan cemilan sampai deh, heheh ...."
Tawa gadis itu benar-benar menghibur Nina. Kesedihan di wajah keduanya mulai memudar. Mungkin di antara mereka hanya Cialah yang terbilang cukup dewasa untuk menyikapi situasi dan keadaan yang tidak berpihak.
"Ohh, yaa, yaa ... aku lupa, Om Devano kan punya fasilitas yang keren. Jadi, nanti aku tinggal pinjam saja, tidak usah keluarin uang banyak. Boleh 'kan, Cia?"
"Tentu, dong. Kita kan, sahabat, apa yang aku punya untukmu. Jadi stop bersedih, sekarang kita fokus sama Mommy Misca. Semoga saja Daddy bisa menemukan Mommy!"
"Aaamin ...."
Kedua bocil tersebut saling berpelukan melepas rindu. Dikarenakan sebentar lagi mereka akan berpisah, sehingga Nina meminta izin untuk tinggal beberapa hari di rumah Cia sampai hari terakhir berada di Indonesia.
Cia mencoba menghubungi Devano menggunakan video call. Dua gadis imut itu berusaha menyemangatin sang duda yang terlihat hampir menyerah untuk mencari keberadaan Misca.
Mulai dari stasiun, terminal, bahkan bandara sekali pun semua Devano datangi untuk mencari Misca. Sayangnya, tidak ditemukan tanda-tanda di mana gadis itu berada.
Pikiran kalut, emosi meningkat, kesedihan menyerang semua perasaan menyudutkan Devano atas sikap yang terbilang egois. Kemarin ada malah disakiti, bagian tidak ada dicariin. Begitulah gengsi yang membuatnya menyesal tidak memiliki pendirian memilih hidupnya sendiri.
Sampai akhirnya ponsel Devano berbunyi, seseorang menghubunginya untuk memberikan informasi penting yang tidak mungkin sia-sia.
"Tuan, wanita yang Tuan cari pergi ke Surabaya. Datanya ada di pemesanan Bus Mutiara Express. Namun, Bus yang dinaiki 5 menit lagi akan berangkat!"
"Apa! 5 menit lagi? Si-al!"
Devano langsung mematikan ponsel sepihak setelah mengetahui keberadaan Misca, lalu menancap gas dengan kecepatan tinggi.
Matanya benar-benar fokus menatap jalan penuh konsentrasi tinggi, "Tunggu aku, Misca! Aku akan perjuangan cinta ini. Kamu harus menjadi milikku!"
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"