Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Dulu kamu sempat jadi tukang kuli panggul dipasar, aku jatuh cinta sama kamu karena kamu terlihat kuat." Ucap Rama beralasan, ia tak mungkin menceritakan cerita yang sebenarnya.
Sementara Syarin hanya bisa mengatupkan bibirnya menahan tawa.
Rupanya ia sekarang sedang berpura-pura lupa akan semuanya, padahal ingatannya sudah kembali pulih sejak tiba dihalaman rumah tadi.
Ia sengaja melakukan semua ini untuk membalas perbuatan Rama terhadapnya, ia berjanji akan membuat Rama betekuk lutut dihadapannya.
Tak ada lagi Syarin yang selalu mengalah terhadap Rama, sekarang giliran Rama yang harus selalu menurut padanya.
Selesai menonton, Rama mengajak Syarin dan Pak Burhan untuk makan malam bersama, hal yang jarang sekali dilakukan selama mereka membangun rumah tangga.
Ketiganya fokus dengan piringnya masing-masing tanpa ada pembicaraan sedikitpun, sampai akhirnya Syarin buka suara.
"Sebelumnya kita bukan keluarga yang harmonis ya?" Perkataan Syarin berhasil membuat Rama dan Pak Burhan tersedak.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Rama menjawab pertanyaan Syarin dengan pertanyaan sambil terus menepuk dadanya.
"Kalau kita keluarga yang harmonis pasti kita gak akan merasa canggung seperti ini." Mata Syarin menatap Rama dan Pak Burhan bergantian.
"Keluarga kita bukanya gak harmonis, hanya saja malam ini pertama kalinya kita makan bertiga dirumah ini, mungkin Ayah kamu masih merasa sungkan." Rama menjawab semasuk akal mungkin.
"Oh gitu ya? Bapak gak nyaman ya tinggal sama kami disini? Kalau Bapak gak nyaman, Bapak boleh pulang kerumah Bapak aja, sekarang kondisiku udah baik-baik aja kok, lagi pula sekarang ada Mas Rama yang akan terus menjagaku, ya kan Mas?" Syarin menarik sudut bibirnya penuh arti.
"Baiklah, kalau kamu sudah merasa lebih baik, Bapak akan pulang besok pagi, kalau ada apa-apa jangan lupa hubungi Bapak ya?" Tangannya terulur meraih tangan Syarin, lalu menoleh kearah Rama dengan tatapan yang seolah mengatakan.
"Awas kalau kamu menyakiti putriku lagi."
***
Pagi harinya Rama melangakah lebar menuju ruangan Pak Bram dengan tangan yang terkepal.
"Apa maksud Papa ikut campur sama urusan keluargaku?" Rama menggebrak meja Ayahnya.
"Apa maksud kamu? Siapa yang ikut campur sama urusan keluargamu? Papa bahkan gak ada waktu buat itu." Pak Bram memalingkan wajahnya dari tatapan Rama.
"Oh jadi Papi mau lepas tangan aja seperti biasa? Seperti Papi yang lepas tangan dalam mendidikku selama ini? Jadi jangan salahkan Rama kalau mulai hari ini Rama juga akan lepas tangan dengan segala urusan yang berhubungan dengan Papi, termasuk dengan perusahaan ini juga, mulai hari ini Rama keluar dari perusahaan." Rama berbalik dan hendak meninggalkan ruangan itu, namun dicekal dengan cepat oleh Pak Bram.
"Tunggu dulu, Papi mohon kamu jangan bertindak seperti ini, kalau kamu keluar siapa yang akan menjadi penerus Papi nanti? Papi selama ini berkerja demi kamu, demi masa depan kamu." Pak Bram sama sekali tak melepas cekalannya.
"Demi masa depanku atau demi masa depan selingkuhan-selingkuhan Papi diluar sana? Rama bahkan tau kalau Papi punya beberapa anak lain dari mereka, hanya saja semua anak yang dilahirkan selingkuhan Papi itu semuanya perempuan, itulah alasan Papi masih bertahan sama Mami sampai sekarang. Iya kan?" Rama menatap Pak Bram dengan tatapan jijik.
"Iya, semua yang kamu katakan emang benar, semua itu Papi lakukan buat mendapatkan pengganti kamu karena kamu mulai jadi anak yang pembangkang sekarang, kamu berubah sejak kehadiran wanita itu, kamu bahkan gak fokus sama perusahaan beberapa bulan ini." Pak Bram melepas cekalannya dengan kasar.
"Ohhh, jadi itu yang Papi lakukan selama ini dibelakang Mami?"
Rama menarik sudut bibirnya setelah suara Maminya menggema diruangan itu.
Ia sengaja mengundang Maminya ke kantor dengan alasan sangat merindukannya dan dengan sengaja memancing Pak Bram untuk mengakui rahasianya.
"Sekarang Papi tau kan gimana rasanya saat rahasia Papi diketahui orang lain?" Rama berbisik ditelinga Pak Bram lalu meninggalkan perang dunia yang akan terjadi disana.
Rama tau kalau Maminya adalah satu-satunya kelemahan Pak Bram.
***
Dan benar saja, sebuah perang segera terjadi setelah Rama menghilang dibalik pintu.
"Kamu ya, dasar suami gak tau diri, berani sekali kamu berpaling dariku? Kami pikir kamu siapa hahh?? Kalau kamu gak nikah sama aku, selamanya status kamu bakal tetap jadi anak supir." Bu Windy menjambak rambut Pak Bram lalu menariknya kebelakang.
"Aku benar-benar minta maaf, aku cuma gak mau kehilangan penerusku karena Rama udah mulai gak fokus sama perusahaan." Pak Bram berlutut dihadapan Bu Windy.
"Emangnya kamu siapa sampai mau mencari penerus? Yang bisa jadi penerus diperusahaan ini cuma darah dagingku aja, aku gak peduli sama anak-anakmu yang berasal dari wanita lain, aku janji akan menemukan mereka satu-satu dan membuatnya menyesal sudah berhubungan sama kamu." Bu Windy menuding wajah Pak Bram dan berlalu meninggalkannya begitu saja.
Pak Bram mengacak rambutnya dengan kasar, ia tau kalau ancaman yang dilayangkan Istrinya bukan main-main.
Ia kini tengah memikirkan bagaimana nasib para selingkuhannya berserta anak-anaknya.
***
Sementara Syarin kini tengah mengantar Pak Burhan pulang kerumahnya.
"Bapak udah tau apa yang terjadi sama pernikahanku?" Syarin bertanya saat mereka masih dalam perjalan.
"Iya, Bapak udah tau soal kontrak pernikahan yang kalian lakukan, apa kamu udah mengingat semuanya?" Pak Burhan menatap lekat wajah Syarin.
"Iya, aku udah ingat semuanya sejak tiba dihalaman rumah itu kemarin. Aku sengaja masih berpura-pura untuk membalaskan dendamku sama Rama karena sudah berani mengabaikankku selama ini. Apa Bapak setuju dengan rencana yang kulakukan sekarang?" Syarin turut menatap lekat wajah Ayahnya seolah meminta persetujuan.
"Bapak harap kamu berhati-hati dalam melakukan rencanamu. Bapak gak mau kalau kamu sampai punya ikatan buruk sama keluarga Abimana. Kamu tau sendiri kan keluarga mereka seperti apa?" Pak Burhan berkata setelah menghela napas panjang.
"Syarin janji akan berhati-hati Pak, Syarin sudah merencanakan semua ini matang-matang." bibir Syarin mengukir senyum karena sudah mendapat persetujuan Ayahnya.
***
"Bapak jaga diri baik-baik ya disini. Aku pasti akan lebih sering nengokin Bapak mulai sekarang. Maaf kalau aku sempat merahasiakan soal pernikahanku selama ini." Syarin menyampaikan pesannya saat hendak meninggalkan Pak Burhan.
"Bapak yang harusnya minta maaf, karena penyakit Bapak, kamu harus terkurung dalam pernikahan yang gak kamu inginkan."
"Gak papa Pak, aku ikhlas melakukan semua ini demi kesehatan Bapak. Dengan aku menikah sama Rama, setidaknya kehidupan kita akan lebih terjamin dibanding dulu." Syarin meraih lengan Ayahnya lalu menggengamnya erat.
"Kamu hati-hati ya dirumah itu." Pak Burhan mengusap puncak kepala Syarin.
"Iya Pak, aku pasti akan berhati-hati, aku pamit ya Pak." Syarin mencium tangan Ayahnya dengan takzim.
Pak Burhan menatap kepergian anaknya dengan tatapan nanar, seolah melepas seorang anak yang hendak pergi ke medan perang.
*****
Sementara Vika dan David kini sedang penuhi rasa bahagia karena ekonomi keluarga mereka sudah lebih baik berkat usaha kecil-kecilan yang dilakukan oleh Vika.
Bahkan mereka kini sudah memiliki tabungan untuk proses persalinan sikecil nanti, bahkan perut Vika kini sudah mulai terlihat menonjol.
"Anak Papa baik-baik aja kan disana? Jangan bikin Mamanya mual terus ya, atau kamu mau ditengokin sama Papa biar Mamanya gak mual terus?" Kelakar David sambil mengusap lembut perut Vika.
"Modus!!" tangan Vika membentuk sebuah capit kepiting lalu mendaratkan cubitannya dipinggang David.
"Mamanya galak nih sama Papa, padahal kan Papa cuma mau nengokin kamu." bibir David mengerucut.
"Dasar Papa modus, bilang aja kangen sama Mamanya." Vika menurunkan posisi bersandarnya lalu melingkarkan kedua lengannya diperut David.
"Ternyata Mama peka juga, Dek." David turut melingkarkan kedua lengannya memeluk Vika.
"Boleh ya, cuma sebentar aja kok, aku juga bakal pelan-pelan biar Adek bayinya gak kenganggu." David berbisik ditelinga Vika.
"Adek bayinya bilang boleh, tapi nanti beliin baju yang bagus buat Adek bayi yah." Vika ikut berbisik ditelinga David.
"Yahh, ada syaratnya deh. Tapi, gak papa lah, yang penting rasa kangen Papa tersalurkan." David kini mulai mengungkung tubuh Vika.
*************
*************
oy thor,sedikit masukan maaf ya sebelumnya,ketika dr.mengajak bapak dan rama sebaiknya jangan pakai kata kalian,karena terdengar kurang sopan,bisa dengan kalimat bapak,pak rama bisa ikut saya sebentar..hehe mf kalo salah