Kimberly atau dipanggil Lily usia 21 tahun gadis tangguh yang memiliki bela diri tingkat tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata. Mempunyai Alter Ego bernama Emily, orang yang dingin, terkejam tanpa ampun terhadap musuhnya, tidak mempunyai hati. Emily akan muncul apabila Lily dalam keadaan sangat bahaya. Namun konyolnya, Lily mati karena bola susu yang tersangkut di tenggorokannya ketika sedang tertawa terbahak-bahak karena melihat reality show Korea favorit nya.
Lily terbangun di tubuh Kimberly Queeni Carta, pewaris tunggal keluarga Carta, konglomerat no 02 di Negara nya. Mempunyai tunangan bernama Max yang tidak menyukainya dan terang-terangan menjalani hubungan dengan Lolita.
Kimberly sekarang bukanlah Kim si gadis lemah dan penakut seperti dulu. Kimberly menjadi sosok yang menakutkan dan membalikkan penghinaan.
Kimberly bertemu dengan Davian Isandor Dhars, tunangan masa kecilnya yang dingin dan diam-diam selalu melindunginya.
Akankah Lily akan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emily Sang Alter Ego
Langit sore mulai memerah ketika Lily keluar dari gerbang sekolah. Hari pertama kembali ke sekolah cukup menyenangkan baginya. Senyum tipis terukir di wajahnya, memikirkan interaksi hangat dengan teman-teman barunya. Namun, senyuman itu memudar ketika ia melihat beberapa pria bertubuh besar dengan raut wajah garang berdiri di dekat mobil sportnya.
Lily memperhatikan mereka sejenak, menganalisis situasi. "Preman? Apa mereka menungguku?" pikirnya. Kecurigaan muncul ketika salah satu dari mereka melangkah mendekat, menghalangi jalannya.
"Heh, nona manja. Mau pulang, ya?" pria itu menyeringai, memperlihatkan gigi kuningnya yang menjijikkan.
Lily memasang ekspresi datar. "Apa maumu?" tanyanya dengan nada dingin.
"Kami cuma mau bicara sebentar. Ada pesan dari seseorang," ujar pria itu sambil melambaikan tangannya, memberi isyarat pada empat temannya untuk mengepung Lily.
Lily tetap tenang, meskipun pikirannya mulai bekerja cepat. Ia tahu ini pasti ulah Lolita dan Max. Taktik kotor seperti ini sangat khas mereka.
"Katakan langsung siapa yang menyuruh kalian. Jangan buang waktuku," ucap Lily dengan nada tajam.
Preman itu tertawa, mengira Lily hanya seorang gadis manja yang mudah ditakut-takuti. "Kau terlalu banyak bertanya. Lebih baik ikut kami kalau tidak mau babak belur."
Lily mendesah pelan. "Sepertinya kalian salah pilih target," gumamnya sambil melangkah mundur untuk menciptakan ruang.
Ketika salah satu preman mencoba menarik lengannya, Lily dengan gesit menghindar, memutar tubuhnya, dan menggunakan tangan kanannya untuk menyerang titik lemah di pergelangan tangan pria itu. Preman itu meringis kesakitan, terhuyung mundur.
"Ternyata gadis ini bisa melawan!" salah satu dari mereka berteriak.
Seketika, tiga preman lainnya menyerbu bersamaan. Lily tetap tenang. Ia mengingat kembali pelatihan intensifnya sebagai agen rahasia. Dengan gerakan cepat, ia menendang lutut salah satu preman, membuatnya jatuh berlutut. Dua lainnya mencoba menyerangnya dari samping, tetapi Lily memutar tubuhnya dan menggunakan siku untuk menghantam wajah salah satunya.
Namun, saat ia fokus pada preman di depannya, pria terakhir berhasil menyelinap dari belakang dan memukul kepala Lily dengan kayu. Tubuhnya terhuyung, pandangannya kabur, dan rasa sakit mulai menjalari kepalanya.
"Dasar gadis sombong!" Preman itu mendekat lagi, mengayunkan kayunya.
Tiba-tiba, sesuatu yang berbeda terjadi. Tubuh Lily gemetar hebat, dan rasa sakit di kepalanya seakan memicu sesuatu yang asing. Mata Lily yang biasanya penuh percaya diri perlahan berubah. Warna merah mulai tampak, menggantikan warna aslinya.
«Ha… akhirnya aku keluar juga» suara dingin bergema dari bibir Lily. Itu bukan suaranya yang biasa.
Para preman tertegun. Suasana di sekitar Lily berubah drastis. Aura yang memancar darinya begitu menakutkan, hingga membuat nyali mereka menciut.
"Apa-apaan ini?!" salah satu preman mundur, ketakutan.
Lily, atau lebih tepatnya alter egonya, Emily, tersenyum dingin. «Kalian berani memukul tubuh ini? Aku akan memastikan kalian menyesal»
Emily melangkah maju, gerakannya cepat dan tanpa ampun. Dalam sekejap, ia meraih kayu dari tangan salah satu preman dan menghantamkannya ke lutut pria itu, membuatnya berteriak kesakitan.
Dua preman lainnya mencoba menyerang bersamaan, tetapi Emily melompat, melakukan tendangan berputar yang mengenai wajah salah satunya. Dengan cekatan, ia menahan pukulan dari pria terakhir, memelintir lengannya hingga terdengar suara tulang retak.
"Arghh! Ampun!" preman itu berteriak, jatuh tersungkur.
Emily memandang mereka dengan tatapan penuh kebencian. «Kalian pikir kalian bisa menyentuhku begitu saja? Sayangnya, aku bukan gadis lemah yang bisa kalian permainkan»
Satu per satu, para preman itu mulai melarikan diri, meninggalkan rekan mereka yang terluka parah. Emily hanya berdiri di sana, menatap punggung mereka dengan dingin.
Namun, di balik semua itu, Lily yang asli mulai menyadari sesuatu. "Emily... Kau juga ikut ke sini?" pikirnya dalam hati.
«Ya, aku ikut» suara Emily terdengar di kepalanya. «Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Ingat, tubuh ini milik kita sekarang»
Lily tertegun. Ia tidak pernah menyangka bahwa alter egonya, yang hanya muncul di dunia lamanya, bisa ikut terbawa dalam transmigrasi ini.
Ketika kesadaran Emily perlahan memudar, Lily kembali mengendalikan tubuhnya. Ia mengatur napas, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Pandangannya beralih ke para preman yang terkapar di tanah.
"Sepertinya kita berhasil memberi mereka pelajaran," gumam Lily sambil berjalan menuju mobilnya.
Di kejauhan, seorang pria berdiri memperhatikan dari balik tembok sekolah. Wajahnya yang biasanya dingin terlihat sedikit lega. Itu adalah Davian. Ia sudah mengamati situasi dari awal, siap turun tangan jika sesuatu terjadi. Namun, melihat bagaimana Lily menangani semuanya, ia hanya tersenyum tipis.
"Dia tidak butuh bantuan," pikir Davian. Namun, senyuman itu berubah menjadi sedikit khawatir. "Tapi, kenapa dia terlihat... berbeda tadi?"
Di dalam mobil, Lily berkendara dengan kecepatan sedang, mencoba menenangkan pikirannya. Ia masih belum percaya bahwa Emily benar-benar ada di sini.
"Emily, bagaimana bisa kau ikut ke sini?" tanyanya dalam hati.
Emily menjawab dengan nada acuh. «Kau pikir aku akan meninggalkanmu? Kita adalah satu. Di mana ada kau, di situ aku ada. Jangan khawatir, aku hanya akan muncul saat kau membutuhkan.»
Lily menghela napas. Kehadiran Emily memberinya perlindungan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran. Bagaimana jika alter ego ini tidak bisa dikendalikan?
“Baiklah” gumam Lily sambil menatap bayangannya di kaca spion, dimana ia seolah bisa melihat pantulan mata merah 'Emily'. “Jika kau disini untuk melindungiku, kita akan bekerja sama, tapi ingat, aku yang akan memegang kendali.”
Emily tertawa pelan «Kita lihat saja nanti»
mantap grazy y
lanjut lagi Thor...